YANG
TERSISA DARI (SEPUR) DI MAGELANG
Berbicara
mengenai Kota Magelang, pastilah banyak hal yang bisa diperbincangkan. Mulai
dari kuliner, tempat wisata, sampai sejarah semuanya dimiliki oleh kota yang
terkenal dengan Gunung Tidarnya ini. Kota yang berusia lebih dari 1000 tahun
ini memiliki sejarah yang amat panjang dan menarik untuk diperbincangkan.
Banyaknya situs arkeologi yang ditemukan di wilayah ini menandakan bahwa
peradaban di Kota Magelang telah tumbuh sejak berabad-abad yang lalu.
Kali ini saya berkesempatan untuk
melalukan observasi atau blusukan di Kota Magelang terkait dengan sejarah
transportasi masal yang ernah ada di kota ini pada awal abad 19 yaitu kereta
api. Berbicara mengenai transportasi kereta api di Magelang tentu tidak bisa kita
lepaskan dari peran pemerintah kolonial yang menguasai Indonesia pada saat itu.
Magelang yang memiliki udara yang sejuk layaknya di Belanda menjadi magnet
tersendiri bagi orang-orang Belanda untuk bermukim di kota sejuta bunga itu.
Dari situlah Magelang mulai ramai dengan peradaban yang dibangun oleh
kolonialisme.
Banyak
indsutri, sekolah, rumah sakit, pusat bisnis bahkan basis militer dibangun di
Magelang pada waktu itu. Ramainya Magelang pada saat itulah yang membuat
pemerintah kolonial ingin menghubungkan Magelang dengan kota-kota lain di pulau
Jawa seperti Semarang, Yogyakarta, dan Parakan. Untuk memudahkan mobilitas dan
menggerakkan roda perekonomian, maka dibangunlah jalur kereta api ke Magelang.
Jalur kereta api ke Magelang
merupakan perpanjangan dari jalur kereta api Ambarawa – Secang. Jalur tersebut
dibangun di akhir abad 19 yang menghubungkan Magelang hingga Yogyakarta. Pada
masanya jalur ini sangat ramai oleh mobilitas warga yang hendak bepergian. Hal
ini dibuktikan dengan banyaknya stasiun yang dibangun di jalur Magelang hingga
Yogya. Seiring dengan berjalannya waktu dan majunya teknologi, moda
transportasi mulai diramaikan oleh angkutan jalan raya. Banyak jalan mulai
dibangun pada dekade 1960-an. Pembangunan jalan raya ini lah yang menyebabkan
beberapa jalur kereta api bersinggungan dengan jalan raya yang kala itu sudah
diramaikan oleh kendaraan berbasis ban karet.
Seiring dengan berjalannya waktu,
akhirnya moda transportasi kereta api di Magelang harus dipaksa menyerah
terhadap kemajuan zaman. Tercatat pada tahun 1976 kereta api yang kala itu
dikelola oleh PJKA harus menutup layanan perjalanan kereta api dari Magelang
hingga Yogyakarta akibat kalah bersaing dengan transportasi jalan raya yang
dianggap lebih cepat dan efisien. Penutupan ini merupakan rentetan penutupan
jalur kereta api dari Kedungjati – Tuntang – Ambarawa – Secang – Temanggung –
Parakan – Magelang – Jogja.
Kini yang tersisa dari sejarah
kereta api di Magelang hanyalah bangkai-bangkai rel kereta api yang melintang
diberbagai tempat serta bangunan stasiun dengan kondisi yang merana seolah
menanti untuk dihidupkan kembali. Saat ini tak banyak orang yang tahu bahwa
kota yang indah ini dulunya pernah dilalui oleh ular besi yang selalu
menyembulkan asap hitam membumbung tinggi seolah menandakan
keperkasaannya.
Peta Jalur
Kereta Api di Magelang Tahun 1903
Sumber: kitlv.nl
Sedikit
meninggalkan rutinitas harian yang cukup melelahkan, kali ini saya mencoba
untuk melakukan blusukan menguak sejarah kereta api di Indonesia khususnya di Kota
Magelang. Blusukan kali ini saya lakukan pada tanggal 25 Oktober 2014, bertepatan
dengan hari libur Tahun Baru Hijriyah. Sebenarnya rencana ini sudah saya
rencanakan jauh-jauh hari akan tetapi karena berbagai alasan baru bisa
terlaksana pada tanggal 25 Oktober. Tepat pukul enam pagi saya bergerak
meninggalkan Solo. Blusukan saya kala ini saya rencanakan mengambil titik strart di Desa Krincing Kecamatan Secang
Magelang.
Sebenarnya
di sisi paling utara Kabupaten Magelang terdapat sebuah stasiun yaitu Stasiun
Candi Umbul, akan tetapi karena saya pernah mengunjunginya beberapa waktu yang
lalu dan pertimbangan efisiensi waktu maka saya putuskan untuk melewatinya.
Sebagai informasi Stasiun yang berada di Magelang hingga Jogjakarta setelah
Stasiun Candi Umbul adalah: Stasiun Brangkal – Stasiun Secang – Stasiun Payaman
– Halte Magelang Kramat – Stasiun
Kebonpolo – Stasiun Magelang Alun-Alun – Stasiun Magelang Pasar – Halte
Banyurejo – Stasiun Mertoyudan – Stasiun Japonan – Stasiun Blondo – Stasiun
Blabak – Stasiun Pabelan – Stasiun Muntilan – Halte Muntilan Kidul – Stasiun
Dangeyan – Stasiun Tegalsari – Stasiun Semen – Stasiun Tempel – Halte Ngebong –
Stasiun Medari – Stasiun Sleman – Halte Pangukan – Stasiun Beran – Halte Mlati
– Halte Kutu – Halte Kricak – Stasiun Tugu. Menurut informasi yang saya peroleh
dari semua bangunan halte dan stasiun tersebut tidak semua bangunannya masih
bisa ditemukan. Banyak bangunan halte dan stasiun yang sudah dirobohkan karena
tergusur oleh pembangunan kota.
Kurang lebih dua jam perjalanan saya
mulai memasuki wilayah Secang Kabupaten Magelang. Sesampainya di Secang saya
mulai mencari lokasi keberadaan Desa Krincing yang mana di desa itulah Stasiun
Brangkal pernah berdiri. Sempat tersesat, akhirnya saya berhasil menemukan
lokasi Desa Krincing. Lokasinya berada di pertigaan Krincing sebelah kiri jalan
dari Ambarawa. Disana terdapat sebuah pasar desa yang ukurannya tidak terlalu
besar. Dari pertigaan tersebut masuk kurang lebih dua kilo meter maka akan
menjumpai sebuah jembatan yang ukurannya tidak begitu besar. Disebelah jembatan
terdapat bekas rel kereta api yang bersinggungan dengan jalan raya. Kondisi rel
sudah tidak utuh lagi, hanya tampak beberapa potongan rel saja yang menandakan
bahwa disitulah dulu kereta api pernah lewat. Terlihat dari jalan raya jalur
kereta masuk kedalam hutan kopi milik warga.
Menurut informasi yang saya peroleh dari
teman saya yang merupakan warga asli Magelang, dahulu Stasiun Brangkal terletak
dekat dengan jembatan disamping jalan desa dan bangunnya sendiri sudah lama
dirubuhkan. Disana memang saya sudah tidak menemukan bangunan yang menyerupai
stasiun, yang nampak hanyalah bangunan semi permanen milik warga. Hanya sebuah
plang milik PT. KAI yang sudah tidak utuh lagi yang bisa dijadikan penanda
bahwa di situlah lahan milik PT. KAI yang kemungkinan letak Stasiun Brangkal
dulunya berdiri.
Stasiun Brangkal adalah stasiun
kecil yang terletak di Desa Krincing Kabupaten Magelang. Stasiun ini didirikan
pada tahun 1905 oleh NIS. Seiring dengan berjalannya waktu stasiun ini resmi
ditutup pada tahun 1976 karena jalur kereta mulai sepi penumpang.
Bekas Jalur
Kereta di Desa Brangkal dari Arah Candi Umbul
Perkiraan Lokasi Stasiun Brangkal
Rel
Bersinggungan dengan Jalan Raya di Desa Brangkal
Beranjak
meninggalkan bekas lokasi Stasiun Brangkal, perjalanan saya lanjutkan menuju
Secang. Setelah Stasiun Brangkal stasiun berikutnya adalah Stasiun Secang. Pada
perjalanan kali ini saya tidak mampir ke Stasiun Secang dikarenakan saya sudah pernah singgah distasiun ini
sebelumnya dan untuk mempersingkat waktu. Setelah melewati Secang perjalanan
saya lanjutkan menuju Desa Payaman untuk mencari keberadaan Stasiun Payaman.
Tidaklah sulit untuk mencari lokasi
Stasiun Payaman. Letaknya tepat didekat Pasar Payaman disebelah kiri jalan dari
arah Ambarawa. Setelah melewati pasar kita akan menjumpai gang kecil menuju
perkampungan, dari gang tersebut masuk kurang lebih 50 meter maka kita akan
menjumpai bangunan stasiun yang berada disebelah kanan jalan. Diarea tersebut
saya masih banyak menjumpai bekas jalur kereta yang masih tampak utuh.
Kebetulan kedatangan saya waktu itu
agak kurang tepat. Kala itu warga sekitar sedang mengadakan acara jalan santai
dan panggung dangdut tepat di depan bangunan Stasiun Payaman, sehingga saya
tidak bisa leluasa mengamati dan mengambil gambar di bangunan bekas stasiun.
Sambil menikmati musik dangdut yang kebetulan saat itu sedang menyanyikan lagu
yang sedang naik daun “sakitnya tuh disini” saya mencoba mencari celah untuk
bisa mengambil gambar di lokasi.
Ada hal unik yang saya temukan
disini. Ada sebuah prasasti kecil di samping bangunan stasiun yang bertuliskan
H.W.P (Hoog Water Peil) 1930 yang
berdasarkan referensi yang saya cari memiliki arti sebagai batas ketinggian air
saat terjadi banjir pada tahun 1930. Hal ini menandakan bahwa stasiun ini
pernah terendam banjir pada tahun 1930. Jika melihat kondisi fisik bangunan
Stasiun Payaman sebenarnya kondisinya masih bisa dikatakan terawat. Akan tetapi
sayang di bagian sisi lain bangunan stasiun kini telah ditutupi oleh bangunan
baru milik warga setempat. Di samping bangunan stasiun saya juga masih bisa
menjumpai bangunan toilet milik Stasiun Payaman akan tetapi dengan kondisi yang
kurang terawat.
Stasiun Payaman mulai dibangun pada
tahun 1905 oleh NIS yang melayani perjalanan dari Ambarawa hingga Magelang dan
sebaliknya. Stasiun ini berada di Desa Payaman Kabupaten Magelang. Penutupan
stasiun ini dilakukan pada tahun 1976 seperti stasiun yang lainnya karena kalah
bersaing dengan bus dan mobil pribadi.
Bekas Bangunan
Stasiun Payaman
Bekas Jalur
Kereta Menuju Stasiun Payaman
Bekas Jalur
Kereta di Area Stasiun Payaman
Setelah
puas menikmati musik dangdut gratis Stasiun Payaman, perjalanan saya lanjutkan
ke Kecamatan Magelang Utara untuk mencari lokasi Halte Magelang Kramat. Tak
lama kemudian perjalanan saya tiba di bekas lokasi Halte Magelang Kramat.
Letaknya tepat di depan RSJ Soerojo Magelang. Dari lokasi yang saya amati, saya
sudah tidak bisa menjumpai bekas bangunannya sama sekali. Referensi mengenai
keberadaan halte ini pun juga sangat sedikit. Hanya sebuah plang milik PT. KAI
saja yang menjadi penanda.
Perkiraan Lokasi
Halte Kramat
Berlanjut
meninggalkan lokasi Halte Magelang Kramat, saya segera beranjak menuju Stasiun
Magelang Kota atau akrab disebut Stasiun Kebonpolo. Cukup mudah mencari letak
stasiun ini. Sebelum masuk ke Kota Magelang kita akan menjumpai papan petunjuk
menuju Terminal Kebonpolo dan disitulah letak lokasi Stasiun Magelang Kota atau
Stasiun Kebonpolo berada. Komplek stasiun ini sekarang memang sudah dialih
fungsikan sebagai terminal angkot di Kota Magelang. Dilihat dari fisik
bangunannya, Stasiun Kebonpolo sebenarnya tidak memiliki ukuran yang terlalu
besar akan tetapi pada zaman dulu stasiun ini memiliki fungsi yang cuku besar
mengingat lokasinya yang strategis.
Stasiun Kebonpolo terletak di
Kelurahan Petrobangsan Kecamatan Magelang Utara. Stasiun ini didirikan pada
tahun 1905 dan resmi ditutup pada tahun 1976. Penutupan stasiun ini juga
diikuti penutupan stasiun lain yang sejalur. Dulu di lokasi stasiun ini
terdapat sebuah gerbong kayu berjenis CR sebagai monument kereta api di Kota
Magelang, akan tetapi karena kondisinya yang tidak terawatt dan rusak akhirnya
pada tahun 2011 gerbong tersebut dipindahkan ke museum kereta api Ambarawa.
Komplek area Stasiun Kebonpolo memiliki area yang cukup luas. Disini bekas
rel jalur kereta api sudah sulit ditemui
karena telah tertutup oleh aspal jalan dan bangunan milik masyarakat.
Bekas Bangunan
Stasiun Magelang Kota atau Stasiun Kebonpolo
Stasiun Magelang
Kota (Kebonpolo)
Sumber: Tropen
Museum
Demi
mengejar waktu, perjalanan saya lanjutkan menuju ke pusat Kota Magelang untuk
mencari lokasi Halte Magelang Alun-Alun. Menurut info yang saya dapatkan dari
berbagai sumber, lokasi halte tersebut berada di dekat Toserba Matahari yang
berada disekitar alun-alun Kota Magelang. Bangunannya sendiri memang sudah
tidak berbekas sama sekali karena tergusur oleh pembangunan kota.
Perkiraan Area
Lokasi Stasiun Magelang Alun-Alun
Stasiun
Alun-Alun Magelang Tahun 1910
Sumber: kitlv.nl
Kondisi Jalur
Kereta di Kota Magelang Tahun 1910
Sumber: kitlv.nl
Bergerak
meninggalkan alun-alun Kota Magelang, perjalanan saya lanjutkan menuju Pasar
Rejowinangun. Menurut informasi yang saya dapatkan dulu di Pasar Rejowinangun
terdapat sebuah stasiun kereta bernama Stasiun Magelang Pasar. Cukup sulit bagi
saya menemukan lokasinya. Sayapun mencoba menyusuri setiap jalan dan gang yang
ada diarea sekitar pasar. Bahkan Jejak-jejak rel pun tidak satupun yang bisa
saya jumpai. Pencarian saya lakukan terus secara berulang dengan asumsi mungkin
saya kurang teliti atau kurang jeli. Akhirnya setelah hampir 20 menit mencari
saya menyerah dan tidak berhasil menemukan jejak-jejak dari Stasiun Magelang
Pasar. Suasana pasar yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor serta
padat akan bangunan toko-toko mempersulit pencarian saya di area tersebut.
Mungkin kali ini saya kurang beruntung.
Menurut info yang saya dapatkan dari
rekan saya yang tinggal di Magelang, bangunan Stasiun Pasar Magelang memang
sudah tidak ada dan digantikan oleh taman yang ada disekitar pasar. Stasiun
Magelang Pasar didirikan pada tahun 1905 dan ditutup pada tahun 1976. Dahulunya
stasiun ini ramai oleh pedagang yang akan menjual hasil perkebunan dan
pertaniannya ke Pasar Rejowinangun.
Kereta Berhenti
di Stasiun Pasar Magelang Tahun 1910
Sumber: kitlv.nl
Suasana
Penumpang Menunggu Kereta Api di Stasiun Magelang Pasar
Sumber: Kitlv.nl
Beranjak
dari Pasar Rejowinangun, perjalanan saya lanjutkan mencari Stasiun Banyurejo.
Menurut info yang saya dapatkan letak stasiun ini berada di Jalan Mayor
Jenderal Sugeng Kelurahan Mertoyudan. Setelah lama mencari saya tidak bisa
menemukan lokasi stasiun, mungkin karena bangunannya sudah dibongkar tak
bersisa. Akhirnya saya berlanjut ke stasiun berikutnya yaitu Stasiun
Mertoyudan. Kali ini saya beruntung karena masih bisa menjumpai bangunnannya.
Lokasi Stasiun Mertoyudan sendiri
sangat strategis karena terletak dipinggir jalan Magelang - Muntilan. Bangunan
stasiun masih nampak bagus dan terawat meskipun sudah tidak terpakai. Sama
dengan stasiun sebelumnya, stasiun ini didirikan pada tahun 1905 dan ditutup
pada tahun 1976. Diseberang jalan saya masih bisa melihat bekas bangunan rumah
dinas kepala stasiun yang masih kokoh berdiri di pinggir jalan. Bangunan
Stasiun Mertoyudan sangat kontras dengan bangunan yang ada disekitarnya yang
rata-rata adalah bangunan baru. Disamping bangunan stasiun saya juga masih bisa
menjumpai sisa alat persinyalan kereta api yang lazim ada di stasiun-stasiun.
Jika dilihat dari foto Stasiun Mertoyudan zaman dulu, jalan raya yang ada
didepannya adalah bagian emplasemen stasiun.
Bekas Bangunan
Stasiun Mertoyudan
Stasiun
Mertoyudan Tempo Dulu
Sumber: De Tuin
Van Java
Perjalanan
saya lanjutkan kembali, kali ini mencari lokasi Stasiun Japonan. Menurut sumber
yang ada Stasiun Japonan terletak di Jalan Mayor Jenderal Sugeng. Kali ini saya
kembali kurang beruntung karena saya tidak berhasil menjumpai bangunan stasiun.
Mungkin bangunan stasiun sudah dibongkar seperti stasiun yang lain. Berlanjut
perjalanan saya mencari Stasiun Blondo, kali ini perjalanan agak sulit karena
ternyata posisi rel telah berubah bersilangan dengan jalan raya. Rel yang
semula berada di kiri jalan searah dengan arah saya, kini telah bersilang ke
kanan jalan. Tentu saja hal ini agak menyulitkan pencarian saya.
Mencari Stasiun Blondo mengantarkan
saya ke daerah Mungkid Desa Blondo yang letaknya berada di sebelah kanan jalan
dari arah Magelang. Cukup sulit mencari lokasi stasiun karena setelah
berputar-putar lama saya hanya berhasil menemukan jejak rel nya saja. Itupun
sisa rel yang masih ada “nyelempit”
diantara rumah warga yang sangat padat. Mungkin saya telah menemukan stasiunnya
tapi saya melewatkannya. Sempat bertanya pada 3 orang anak yang kebetulan ada
dipinggir jalan yang mengatakan bahwa lokasi stasiun telah menjadi rumah warga
bernama Pak Aan. Stasiun Blondo berdiri pada tahun 1905 bebarengan dengan
stasiun lain di Magelang. Lokasinya yang ada di tengah pemukiman warga ini lah
yang membuat banyak orang tak tahu kalau disana pernah terdapat stasiun.
Bekas Rumah
Dinas Kepala Stasiun Blondo
Sumber: AkeRu
Bekas Jalur
Kereta di Blondo
Beranjak
dari Desa Blondo perjalanan saya lanjutkan mencari Stasiun Blabak. Kali ini
jalur kereta api mulai berpindah menyeberang jalan raya ke sebelah kiri jalan
dari arah Magelang. Hal ini cukup memudahkan saya untuk melakukan penelusuran.
Akan tetapi saya tidak bisa menemukan titik perpotongan jalur kereta dengan
jalan raya karena sudah tidak terdapat bekas rel kereta.
Sesuai
dengan petunjuk yang saya miliki, Stasiun Blabak terletak tidak jauh dari
pabrik kertas Blabak. Dahulu distasiun ini terdapat jalur menuju pabrik kertas.
Selain untuk mengangkut penumpang, Stasiun Blabak juga digunakan untuk angkutan
kertas pada masanya. Stasiun ini di buka pada tahun 1905 dan resmi ditutup pada
tahun 1976. Kini bangunan stasiun telah berubah menjadi warung makan.
Disekitar
area stasiun saya masih bisa menjumpai beberapa potongan besi rel kereta api.
Melihat kondisi fisiknya, bangunan Stasiun Blabak masih Nampak cukup terawat.
Di titik ini sebenarnya saya agak kesulitasn untuk mengambil gambar stasiun
karena kondisi jalan raya yang padat akan kendaraan sehingga saya harus
berputar kesebrang jalan.
Bekas Bangunan
Stasiun Blabak
Meninggalkan
Stasiun Blabak, perjalanan saya lanjutkan menuju Stasiun Pabelan. Menurut info
yang ada letak stasiun ini tidaklah jauh dari jembatan Kali Pabelan. Mendekati
Kali Pabelan saya mencoba mencari jalan menuju bekas jembatan kereta yang
melintas diatas sungai. Bekas jembatan kereta yang melintas di atas Kali
Pabelan cukup besar. Bahkan dari jalan rayapun kita bisa menyaksikannya.
Diperkampungan dekat jembatan, saya tidak berhasil menemukan bekas rel kereta.
Menurut saya bekas rel telah banyak yang hilang dan tertimbun tanah.
Setibanya
di bibir jembatan saya menyempatkan untuk beristirahat sejenak melepas lelah
sembari menikmati keindahan Sungai Pabelan. Disana saya juga berusaha mencari
petunjuk yang mungkin bisa menuntun saya ke bekas lokasi Stasiun Pabelan. Cukup
beristirahat perjalanan saya lanjutkan dengan melintasi jembatan bekas jalur
kereta yang telah disemen tersebut. Cukup menakutkan memang mengingat
ketinggian jembatan yang cukup tinggi.
Bangunan
Stasiun Pabelan menurut informasi yang saya peroleh dari teman saya memang
sudah tidak. Tiba diseberang jembatan saya mencoba mencari jejak bekas lokasi
stasiun dahulu berada. Lama mencari, akhirnya saya teta tidak berhasil
menemukan bekas lokasi stasiun. Akhirnya perjalanan saya lanjutkan kembali.
Bekas Jembatan
Kereta di Pabelan
Perjalanan
kali ini saya lanjutkan mencari Stasiun Muntilan. Cukup mudah mencari lokasi
stasiun ini karena stasiun telah diberubah menjadi Terminal Bus Muntilan. Tiba
diarea terminal saya langsung bisa mengenali bangunan bekas Stasiun Muntilan.
Posisi bangunan terletak disamping pintu masuk terminal. Ukuran bangunannya
lumayan besar dan masih tampak terawat. Sayang sekali saya tidak bisa
mengabadikan bangunan stasiun karena kebutulan pada waktu itu Hand Phone mendadak error.
Beranjak dari Terminal Muntilan
perjalanan saya lanjutkan menuju Stasiun Muntilan Kidul. Saya tidak berhasil
menemukan bekas stasiun, karena menurut informasi yang ada bangunan stasiun sudah
dirubuhkan. Untuk letak bekas stasiun sendiri terletak di Jalan Pemuda.
Berlanjut, perjalanan saya lanjutkan di Desa Gulon Kecamatan Salam untuk
mencari lokasi Stasiun Dangean. Kali ini saya kembali kurang beruntung karena
susah sekali mencari informasi mengenai sisa stasiun ini. Akhirnya sayapun
langsung bergegas menuju Desa Jumoyo untuk mencari lokasi Stasiun Tegalsari.
Kali ini saya agak beruntung karena
berhasil menemukan lokasi Stasiun Tegalsari. Posisinya sendiri berada tepat di
samping Jalan Magelang sebelum jembatan Kali Putih. Kondisi stasiun sendiri
masih cukup baik dan telah berubah fungsi menjadi warung makan. Dilokasi bekas
stasiun saya agak mengalami kesulitan karena kebetulan dijalan raya didepan bangunan
bekas stasiun terjadi kemacetan panjang sehingga saya tidak bisa mengambil
gambar bangunan stasiun.
Stasiun
Tegalsari Tempo Dulu
Sumber: google.com
Sumber: google.com
Sembari
berkutat dengan macetnya jalan raya, perjalanan saya beranjak meninggalkan
Stasiun Tegalsari menuju Stasiun Semen. Stasiun Semen terletak di Desa Sucen Kecamatan
Salam atau di Jalan Magelang. Sayang sekali saya tidak bisa menemukan bekas
bangunan stasiun. Sangat sedikit sekali informasi mengenai stasiun ini, namun
menurut info lokasi stasiun berada didekat pertigaan Semen. Berhubung hari
semakin siang, perjalanan saya lanjutkan menuju Stasiun Tempel yang berada di
Kabupaten Sleman. Stasiun ini terletak disamping kanan jembatan Krasak atau
perbatasan antara Jateng dan DIY.
Awalnya
saya sangat kesulitan mencari lokasi stasiun ini, karena posisi saya berada di
kiri jalan sedangkan saya harus menyebrang jalan dengan kondisi lalu lintas
yang sangat padat. Akhirnya melalui informasi yang saya peroleh dari seorang
nenek yang berada disana, saya ditunjukkan jalan pintas menuju stasiun melalui
terowongan yang berada di bawah jembatan.
Stasiun Tempel
Tempo Dulu
Sumber: Tropen Museum
Bekas Bangunan
Stasiun Tempel
Bangunan Gudang
Stasiun Tempel
Bangunan Rumah
Dinas Kepala Stasiun Tempel
Stasiun
Tempel terletak di dekat Pasar Tempel. Stasiun ini dibuka pada tahun 1905 dan
resmi ditutup pada tahun 1976 akibat sepinya jumlah penumpang. Bangunan bekas
stasiun masih nampak bagus dan terawat. Disana kita masih bisa menemukan bekas
rumah dinas kepala stasiun, bangunan stasiun, bangunan gudang stasiun dan menara
air. Stasiun Tempel sendiri kini telah dialihfungsikan sebagai taman
kanak-kanak.
Sebelum
beranjak dari Tempel, saya menyempatkan diri untuk istirahat sejenak sambil
melepas lelah. Kebetulan didekat jembatan Kali Krasak ada penjual lotek yang
lumayan enak dengan harga terjangkau. Setelah puas mengisi perut perjalanan
saya lanjutkan mencari Halte Ngebong yang pada akhirnya saya juga tidak
berhasil menemukan bekas halte ini.
Berpacu
dengan teriknya matahari siang itu, saya segera tancap gas menuju stasiun
berikutnya yakni Stasiun Medari. Stasiun Medari menurut info yang saya dapatkan
terletak di dekat bekas pabrik Medari yang dulunya adalah bangunan Pabrik Gula
Medari di Desa Caturharjo. Cukup lama saya berkutat ditempat itu, namun yang
saya temukan hanyalah tiang listrik yang terbuat dari bekas besi rel kereta
api. Dulu terdapat jalur kereta menuju ke pabrik Medari saat masih menjadi
pabrik gula. Kini bekas jalur kereta sudah sangat sulit ditemukan.
Bekas Bangunan
Stasiun Medari
Sumber:
kombor.com
Selanjutnya
perjalanan saya lanjutkan menuju Stasiun Sleman. Menurut info yang saya
dapatkan Stasiun Sleman telah berubah menjadi taman kota yang berada di dekat
Pasar Sleman. Tak banyak informasi yang saya miliki mengenai stasiun ini. Perjalananpun
saya lanjutkan kembali menuju Stasiun Pangukan. Saya kurang tahu persis
mengenai lokasi Stasiun Pangukan ini karena sedikitnya info yang saya miliki.
Akhirnya perjalananpun saya lanjutkan menuju Stasiun Beran.
Perkiraan Bekas
Lokasi Stasiun Sleman
Perjalanan
saya akhirnya tiba dipusat Kota Sleman. Kali ini saya mencoba mencari posisi
Stasiun Beran yang terletak di Desa Tridadi Sleman. Posisinya sendiri terletak
dijalan Pringgodiningrat dibagian depan dan Jalan PJKA dibagian belakang.
Sebenarnya saya agak sedikit mengalami kesulitan mencari lokasi bekas bangunan
stasiun karena banyaknya percabangan jalan disana.
Menurut
info yang saya dapatkan bangunan bekas Stasiun Beran kini dipakai sebagai
kantor Koramil. Setibanya didepan kantor Koramil, sepintas bangunan yang saya
lihat sudah tidak menyerupai bangunan stasiun lagi. Hal ini dikarenakan
bangunan sendiri sudah mengalami banyak
renovasi. Menurut beberapa artikel yang pernah saya baca dibagian dalam
kantor Koramil tersebut masih terdapat bagian bangunan yang dahulu digunakan
sebagai tempat penjualan tiket seperti yang ada disetiap stasiun. Perlengkapan
kereta api yang masih tersisa di lokasi tersebut adalah bekas peralatan sinyal
yang terletak di saming bangunan kantor Koramil.
Bekas Bangunan
Stasiun Beran
Beranjak dari Stasiun Beran, perjalanan saya
lanjutkan menuju Halte Mlati. Halte ini terletak di Desa Sendangdadi Kecamatan
Mlati Sleman. Lokasinya sangat mudah untuk ditemukan yaitu di Jalan Magelang KM
7,8. Bangunan halte sendiri sekarang sudah dialihfungsikan sebagai pos polisi
sehingga bangunannya sudah tidak menyerupai bangunan halte kereta api.
Bekas Bangunan
Halte Mlati
Dibagian
samping halte terdapat sebuah bangunan gereja yang cukup besar yakni Gereja
Santo Aloysius. Menurut sejarah yang pernah saya baca, dahulu tujuan
pembangunan Halte Mlati adalah sebagai sarana bagi orang-orang Belanda yang
hendak ingin pergi sembahyang ke gereja. Bahkan menurut beberapa referenssi
menyebutkan didalam bekas bangunan halte
sekarang masih terdapat tulisan ruang tunggu bagi penumpang kereta.
Perjalanan kembali saya lanjutkan mencari
lokasi Halte Kutu. Halte ini terletak di Desa Sinduaji Kecamatan Mlati Sleman
atau tepatnya berada di depan gedung TVRI Jogja. Sesampainya disana saya sama
sekali sudah tidak bisa menemukan bekas halte karena telah tergusur oleh
pembangunan kota. Sayapun hanya bisa memperkirakan lokasi halte dimana dulunya
berdiri.
Perkiraan Lokasi
Halte Kutu
Dibekas
lokasi Halte Kutu inilah perjalanan saya berakhir. Sebenarnya setelah Halte
Kutu masih ada dua lokasi lagi, yaitu Halte Kricak dan Stasiun Tugu. Halte
Kricak menurut informasi yang saya peroleh bangunannya sudah tidak ada karena
telah lama dirubuhkan. Halte ini terletak di Kelurahan Kricak atau tepatnya di
depan gedung KPU Jogja. Sedangkan untuk Stasiun Tugu sendiri saat ini masih
aktif digunakan dan merupakan stasiun terbesar di Provinsi DIY yang melayani
perjalanan kereta api keseluruh pelosok pulau Jawa terutama dijalur selatan. Di
Stasiun Tugu itulah jalur kereta api dari Megelang berakhir. Stasiun Tugu
merupakan stasiun yang ramai dimasanya karena distasiun tersebut terdapat beberapa
percabangan jalur menuju kebeberapa wilayah diantaranya adalah Solo, Kutoarjo,
Magelang, Pundong via Ngabean, dan Sewugalur.
Stasiun Tugu
Tahun 1890 dan 1935
Sumber: kitlv.nl
Setelah melalui puluhan stasiun dan halte
disepanjang Magelang dan Jogja, perjalanan saya lanjutkan pulang menuju Solo.
Kurang lebih dua jam perjalanan akhirnya saya tiba di Solo dengan selamat. Lelah
pasti iya, akan tetapi banyak pengalaman dan hal-hal baru yang saya jumpai
diperjalanan saya kali ini. Semoga dilain waktu saya bisa melakukan blusukan
lagi ditempat lain dengan sejarah kereta api yang tak kalah serunya.
_______________________________________
Artikel ini dikembangkan oleh: blusukanabrikgula.blogspot.com
_______________________________________
PRIMA UTAMA / 2014 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama