Jejak sejarah perkeretaapian di
Tanah Kedu memang tidak ada habis-habisnya untuk ditelusuri.Wilayah yang dikeliling
pegunungan serta kaya akan hasil buminya ini sarat dengan sejarah
perkeretaapian yang telah ada sejak awal abad 19. Sejarah perkeretaapian di
Temanggung tidaklah bisa dilepaskan dari sosok Tionghoa bernama Ho Tjong An.
Beliau adalah seorang pemborong kelahiran Tungkwan, Canton, Cina pada tahun
1841 yang meyelesaikan pekerjaan pembangunan jalur kereta dari Ambarawa,
Magelang, hingga Temanggung.
Dikutip
dari Majalah Sinpo yang terbit tahun 1919, menerangkan bahwa pengerjaan jalur
kereta api antara Ambarawa hingga Secang menghabiskan biaya sebesar f 390.000
(Guilders Belanda). Sedangkan untuk jalur antara Magelang hingga Secang dan
Secang – Parakan menghabiskan biaya sebesar f 350.000 (Guilders Belanda).Angka
tersebut merupakan angka yang sangat fantasis untuk sebuah jalur kereta yang
hanya memiliki panjang kurang lebih 65 kilometer.Mahalnya biaya pembangunan
jalur ini cukup beralasan. Wilayah Ambarawa hingga Secang yang memiliki kontur
perbukitan menjadikan proses pembangunan jalur kereta lebih sulit. Kurang lebih
ada 3000 orang pekerja yang dikerahkan setiap harinya untuk menyelesaikan jalur
ini.Banyak jurang yang harus dipapras agar jalur kereta tidak terlalu menanjak.
Jalur
kereta api dari Magelang hingga Secang resmi dibuka pada tanggal 15 Mei 1903.
Sementara untuk jalur Secang hingga Temanggung mulai dibuka pada tanggal 3
Januari 1907, sedangkan untuk jalur Secang hingga Ambarawa mulai dibuka pada
tanggal 1 Februari 1905.Menyusul jalur Temanggung – Parakan yang mulai
beroperasi pada tanggal 1 Juli 1907.
Jalur
Kereta Api Secang – Kranggan
Sumber:
kitlv.nl
Minggu
23 September 2018, Komunitas Kota Toea Magelang kembali mengadakan acara
jelajah jalur spoor untuk keenam
kalinya. Dalam acara jelajah kali ini, rute yang diambil adalah petak antara
Stasiun Secang hingga Stasiun Kranggan yang ada di Kabupaten Temanggung sejauh
kurang lebih 8 kilometer. Peserta yang ikut berpartisipasi dikenakan biaya
sebesar Rp 20.000 dengan berbagai macam fasilitas, seperti: Snackpagi, air mineral, print out materi, parkir, es dawet,
semangka, makan siang, snack siang,
dan transportasi kembali dari Kranggan ke Secang. Inilah yang menarik dari
setiap agenda yang diadakan oleh Komunitas Kota Toea Magelang, harga kaki lima
fasilitas bintang lima.
Poster
Jelajah Spoor 6
Sumber:
Kota Toea Magelang
Minggu
23 September 2018, jam menunjukkan pukul 02.00 pagi. Tandanya saya harus
mengakhiri tidur saya untuk segera bergegas menuju Magelang.Rasa kantuk dan
lelah yang masih terasa harus segera saya tanggalkan untuk segera memulai
petualangan saya hari itu.Tepat pukul 3 dini hari saya berangkat menuju
Magelang dengan menggunakan bus ekstra cepat bernama “MIRA”.Tak butuh waktu
lama bagi bus tersebut mengantarkan saya ke Terminal Tirtonadi Solo.
Sesampainya di Solo saya berbegas pindah bus yang akan saya tumpangi menuju
Bawen Kabupaten Semarang. Kebetulan di Bawen saya dapat tumpangan dari Mas Roni
teman dari komunitas Dead Rail Hunter
asal Demak.
Kurang
lebih jam tujuh pagi saya tiba dititik kumpul jelajah kali ini yakni Stasiun
Kebonpolo atau Stasiun Magelang Kota yang kini telah dialihfungsikan sebagai
Terminal Kebonpolo. Belum banyak peserta yang hadir waktu itu, mungkin karena
saya datang kepagian.Sambil menunggu acara dimulai, saya menyempatkan diri
untuk keliling disekitar Stasiun Kebonplo. Dibagian belakang komplek Terminal
Kebonpolo, saya menjumpai beberapa bekas bangunan rumah dinas yang dahulu
digunakan untuk pegawai stasiun. Bangunan rumah dinas tersebut terbilang masih
bagus dan cukup terawat. Meskipun ada bangunan yang kosong tak berpenghuni.
Selain
bekas rumah dinas, di bekas lokasi Stasiun Kebonplo juga masih terdapat
bangunan stasiun dan bangunan dipo lokomotif. Bangunan utama Stasiun Kebonpolo
sendiri sudah banyak mengalami perubahan.Kini bangunan stasiun dimanfaatkan
untuk kios.Sementara bangunan dipo lokomotif saat ini dimanfaatkan sebagai
gudang. Dibagian depan bangunan dipo, masih bisa dijumpai bekas rel yang
terlihat samar. Dahulu distasiun ini terdapat sebuah monumen gerbong kayu yang
terletak disamping bangunan stasiun. Akan tetapi gerbong tersebut kini telah
dipindahkan ke Museum Kereta Api Ambarawa. Pemindahan tersebut dilakukan karena
kondisi gerbong yang rusak dan tidak terawat sementara gerbong tersebut
termasuk benda cagar budaya yang harus dilindungi.
Bangunan
Stasiun Kebonpolo
Stasiun
Kebonpolo Tempo Dulu
Sumber:
Komunitas Kota Tua Magelang
Dipolokomotif
Stasiun Kebonpolo
Rumah
Dinas Stasiun Kebonpolo
Waktu telah menunjukkan pukul 07.30,
pesertapun sudah banyak yang berkumpul. Pada jelajah spoor 6 kali ini diikuti kurang lebih 100 peserta dari berbagai
kota. Sebelum kami memulai jelajah pagi itu yang akan dimulai di Stasiun
Secang, sejenak kami mendapatkan pengarahan dari Mas Bagus Priyana selaku
koordinator Komunitas Kota Toea Magelang. Kami mendapatkan penjelasan dan
arahan yang harus kami patuhi selama jelajah jalur spoor nanti. Setelah berdoa bersama, kami segera beranjak
meninggalkan Stasiun Kebonpolo dan bergerak menuju Stasiun Secang sebagai titik
awal jelajah kami nanti. Berbeda dengan jelajah sebelumnya yang menggunakan
angkot untuk menuju titik start,
tahun ini perjalanan menuju titik start
jelajah menggunakan kendaraan prbadi masing-masing. Kali ini saya masih nebeng
Mas Roni untuk menuju Stasiun Secang.
Briefing Peserta Jelajah
Peserta
Jelajah Jalor Spoor 6
Sumber:
Pak Widyoko
Kurang
lebih dua puluh menit perjalanan dari Stasiun Kebonpolo, sampailah kami di
Stasiun Secang Kabupaten Magelang.Ternyata disini sudah ada beberapa peserta
jelajah yang telah menunggu kami. Perlu diketahui bahwa peserta jelajah kali
ini tidak hanya berasal dari wilayah Magelang dan sekitarnya saja, melainkan
dari berbagai kota yang ada di Indonesia, seperti: Semarang, Demak, Bandung,
Jakarta, Lampung, Temanggung, Sragen, dan masih banyak yang lainnya.
Di
Stasiun Secang, kami sedikit mengulik sejarah stasiun yang terletak
diketinggian 466 diatas permukaan laut ini. Stasiun Secang mulai dirintis
pembangunannya pada tahun 1898 oleh perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda
Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Stasiun ini pertama kali
dibuka pada tanggal 15 Mei 1903 untuk melayani rute dari Magelang menuju
Secang. Kemudian dilanjutkan tanggal 1 Februari 1905 saat dibukanya jalur dari
Ambarawa menuju Secang, dan terakhir pada tanggal 1 Juli 1907 saat mulai
dibukanya jalur kereta dari Temanggung menuju Parakan.
Bisa
dibayangkan betapa ramainya stasiun ini pada masanya karena terletak di jalur
trisula. Selain bangunan utama stasiun yang masih utuh, dilokasi ini kita juga
akan menjumpai bekas emplasemen Stasiun Secang beserta bangunan gudang dan
rumah dinasnya. Bangunan utama Stasiun Secang kini dimanfaatkan untuk kantor
sekretariat Pepabri. Stasiun Secang terakhir kali melayani penumpang pada tahun
1976. Perkembangan moda transportasilah yang membuat penumpang kereta api
beralih ke transportasi lain yang lebih cepat sehingga jumlah penumpang kereta
pada waktu itu turun drastis. Hal inilah yang membuat pemerintah melalui DKA
harus menutup stasiun ini.
Peta
Lokasi Stasiun Secang
Sumber:
kitlv.nl
Stasiun
Secang Tempo Dulu
Sumber:
Rob Dickinson
Bekas
Emplasemen Stasiun Secang
Bagian
Belakang Bangunan Stasiun
Loket
Stasiun Secang
Bagian
Depan Stasiun Secang
Bagian
Belakang Stasiun Secang
Jalur
Kereta Menuju Magelang
Bangunan
Gudang Stasiun Secang
Bekas
Tiang Sinyal Stasiun Secang
Foto
Bersama Didepan Stasiun Secang
Sumber:
Pak Widyoko
Puas
mengulik sejarah Stasiun Secang, rombonganpun berangkat memulai penjelajahan.Dalam
penjelajahan kali ini, titik finish
kami adalah Stasiun Kranggan yang berjarak kurang lebih 8 kilometer dari
Stasiun Secang. Ditengah-tengah jalur tersebut nantinya kami akan melewati
sebuah pemberhentian kereta api bernama Stopplats
Nguwet.
Beranjak
dari Stasiun Secang, rombongan mulai menelusuri bekas jalur kereta kearah
Nguwet yang kini telah berubah menjadi jalan kampung.Disepanjang jalan, kami
bertemu dengan banyak masyarakat sekitar yang merasa heran dengan aktivitas
kami pagi itu.Dibeberapa titik, kami masih banyak menjumpai bekas-bekas jalur
kereta yang berada ditengah pemukiman padat penduduk.
Lintasan
jelajah kami yang semula berada ditengah perkampungan dan bersisian dengan
jalan raya, berubah kearea perkebunan warga didaerah Ketukan.Disini jalur
kereta benar-benar telah berubah menjadi perkebunan dan semak belukar.Uniknya
dititik ini banyak rel yang masih utuh dan berada di tempat awalnya semenjak
dibangun oleh Belanda.Beberapa batu kerikil atau balas yang lazim ada di jalur
kereta apipun masih banyak saya jumpai.Tak luput juga ada beberapa bekas
pondasi jembatan yang masih tampak utuh melintas diatas aliran irigasi.
Bekas
Jalur Kereta Menuju Kranggan
Peserta
Jelajah Mulai Memasuki Area Perkebunan
Bekas
Jalur Kereta Tertutup Semak Belukar
Tibalah
kami didaerah Kenayan.Dititik ini jalur kereta memotong jalan raya Secang –
Temanggung menuju daerah Mendirat. Di Mendirat, bekas jalur kereta telah
berubah menjadi perumahan penduduk dan jalan kampung. Penjelajahan kamipun berlanjut
menelusuri jalanan kampung. Disini kami juga kembali menjadi perhatian
masyarakat sekitar karena jumlah kami yang banyak sehingga cukup menyita
perhatian.Sepanjang perjalanan di daerah Mendirat, banyak jalur kereta yang kondisinya
sudah tidak utuh lagi.Sebagian besar telah tertutup pondasi rumah warga.Disini
rombongan jelajah sempat beristirahat sejenak melepas lelah sembari menunggu
rombongan yang masih dibelakang.
Jalur
Kereta Memotong Jalan Raya
Peserta
Beristirahat Sejenak
Bekas
Jalur Kereta
Perjalanan
kami lanjutkan.Setelah melewati area pemukiman warga kini rute jelajah berada
diarea ladang perkebunan.Pemandangan perumahan warga yang tadi mengiringi kami,
sekarang berubah menjadi pemandangan perkebunan dan pegunungan.Sungguh sangat
indah.Tampak Gunung Sindoro dan Sumbing yang berdiri kokoh dari kejauhan
membuat perjalanan jelajah kami tak terasa melelahkan.Dititik ini bekas jalur
kereta telah berubah menjadi jalan setapak.Bekas besi rel keretapun masih banyak
yang berada pada tempatnya.
Bekas
Pondasi Jembatan Kereta
Peserta
Beristirahat Sejenak
Bekas
Jalur Kereta
Tak
lama berselang, akhirnya kami menjumpai jalan raya.Jalur keretapun kembali
memotong jalan raya di daerah Nguwet.Jika melihat peta lawas buatan Belanda,
dititik persimpangan tersebut dahulu terdapat pemberhentian kereta bernama Stopplast Nguwet atau dengan kode “S”.Stopplast berbeda dengan halte ataupun
stasiun. Biasanya stopplast memiliki
bangunan yang lebih sederhana yang terdiri dari tempat menjual karcis dan
tempat tunggu penumpang atau bahkan tidak memiliki bangunan sama sekali. Stopplast yang tidak memiliki bangunan
biasanya hanya berbentuk seperti tanah lapang kecil saja atau bisa dengan
penanda.
Beberapa tahun yang lalu saya pernah
mengunjungi Nguwet dan sempat berbincang dengan warga sekitar tentang sejarah Stopplast Nguwet.Menurut keterangan
warga, dahulu memang di Nguwet terdapat sebuah pemberhentian kereta bernama
Nguwet.Warga menuturkan bahwa bangunan stopplast
sangat sederhana.Namun tidak dijelaskan apakah bangunan tersebut terbuat dari
kayu atau tembok semen.Akan tetapi dugaan saya bangunan stopplast ini terbuat dari kayu.Lebih lanjut menurut keterangan
warga bangunan Stopplast Nguwet
memang telah lama dirubuhkan.Mungkin semenjak jalur tersebut dinonaktifkan
bangunan stopplastmenjadi tidak
terawat dan akhirnya dirubuhkan.Kini dibekas lokasi stopplast tersebut telah berdiri bangunan baru.
Bekas
Lokasi Stopplast Nguwet
Peta
Lokasi Stopplast Nguwet
Sumber:
kitlv.nl
Selepas
Nguwet, sampailah perjalanan kami disebuah jembatan kereta api yang ukurannya
cukup besar melintas diatas Sungai Wurung. Jembatan tersebut sungguh sangat
kokoh dan terbilang masih utuh dan bagus.Pondasi penopang jembatan masih sangat
gagah menjulang.Rangka-rangka besi jembatanpun juga masih berada pada
tempatnya.Dititik tersebut peserta jelajah ditantang untuk menyeberangi sungai
yang melintas dibawah jembatan.Kami memang tidak bisa melintas diatas jembatan
karena cukup beresiko dan berbahaya.
Dibawah
jembatan kami harus menakhlukkan terjalnya medan serta licinnya bebatuan
sungai. Disinilah kerja sama dan kekompakan peserta diuji. Peserta saling bahu
membahu membatu peserta lain agar bisa menyeberangi Sungai Wurung. Beruntung
waktu itu masih musim kemarau sehingga debit air tidak begitu deras mengalir.
Peserta
Menuju Sungai Wurung
Jembatan
Kereta Sungai Wurung
Pilar
Jembatan Sungai Wurung
Peserta
Melintasi Sungai Wurung
Setelah berhasil
menakhlukkan Sungai Wurung, perjalanan kami lanjutkan menyusuri area ladang
perkebunan.Tak jauh kami berjalan, tibalah kami disebuah persimpangan jalan
raya.Dilokasi ini es dawet yang nikmat sudah menanti kami.Teriknya matahari
serta dahaga yang menimpa sirna seketika saat manisnya dawet yang kami minum
membasahi tenggorokan kami.
Tak ingin
menghabiskan banyak waktu perjalananpun kami lanjutkan kembali.Rute kami ini
agak sedikit berat.Berat bukan karena medannya yang terjal melainkan karena
rute jelajah berada ditengah sawah yang kering kerontang.Paparan sinar matahari
yang membalut tubuh kami membuat keringat menetes deras.Dititik ini rata-rata
jalur kereta sudah banyak yang tidak utuh.Hanya menyisakan gundukan-gundukan
tanah dan beberapa besi rel yang tercecer saja.
Jalur
Kereta Memotong Jalan Raya
Peserta
Menikmati Es Dawet
Sumber:
Pak Widyoko
Bekas
Pondasi Jembatan Kereta
Adzan
Dhuhur mulai berkumandang, tak terasa perjalanan kami sudah sampai di daerah
Kranggan Temanggung.Sinar matahari semakin semangat membakar kulit kami. Dengan
kondisi yang lelah, kami mengayunkan langkah menuju garis finish kami yakti Stasiun Kranggan Temanggung. Sebelum tiba
dilokasi stasiun, rute jelajah kami memasuki area perkampungan warga dan
hutan.Saat memasuki hutan, suasana sungguh sangat teduh.Semilir angin yang
menyentuh kulit kami menjadi penyemangat kami untuk terus melanjutkan
perjalanan.
Lepas
melewati hutan, tibalah kami disebuah perkampungan di Kranggan.Disini rombongan
beristirahat sejenak sembari menikmati semangka merah yang dibeli dari warga
sekitar.Segarnya semangka menjadi energibuat kami untuk mencapai garis finish yang kurang 200 meter lagi.
Akhirnya tibalah kami dipemberhentian terakhir jelajah kali ini yaitu Stasiun
Kranggan.Disana kami telah disambut oleh siempunya rumah yang sangat ramah
menyambut kami.
Di
Stasiun Kranggan ini kami dipersilakan untuk mengambil dokumentasi bekas
bangunan Stasiun Kranggan.Selain itu sipemilik rumah yang merupakan pensiunan
pegawai DKA juga menceritakan sejarah Stasiun Kranggan mulai dari zaman
Belanda, Jepang, hingga era kemerdekaan.Melalui penjelasan dari mantan Kepala
Stasiun Kranggan yang sudah berdinas sejak masa pendudukan Belanda, saya
memperoleh informasi bahwa lokasi Bangunan Stasiun Kranggan yang ada saat ini
merupakan relokasi dari lokasi yang pertama. Lokasi Stasiun Kranggan yang
pertama terletak kurang lebih lima puluh meter keutara dari lokasi stasiun yang
sekarang. Lokasi stasiun dipindah dikarenakan peristiwa kecelakaan yang pernah
terjadi yang mengakibatkan kerusakan bangunan stasiun yang pertama.Selain itu,
saya juga mendapat informasi bahwa dahulu ternyata Stasiun Kranggan lebih ramai
penumpangnya jika dibandingkan dengan Stasiun Temanggung.Hal ini dikarenakan
banyak penumpang yang berasal dari wilayah Kranggan yang memilih stasiun ini
untuk bepergian.
Selain
memperoleh informasi sejarah, disini kami juga menikmati santap siang yang
telah disediakan oleh panitia.Snack
berupa jajanan tradisional serta nasi dengan sayur sup yang nikmat mengisi
perut kami. Setelah kami menyelesaikan acara kami di Stasiun Kranggan,
rombongan pun berpamitan dan ditutup dengan foto bersama sebagai
kenang-kenangan. Sebelum kembali ke Secang, rombongan menyempatkan mampir di
sebuah jembatan kereta api yang melintas diatas Kali Progo yang terletak tak
jauh dari Stasiun Kranggan. Dijembatan Kereta Kali Progo ini dahulu pernah
terjadi kecelakaan kereta api. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya bekas
roda-roda gerbong kereta yang berceceran dibawah jembatan.
Bekas
Sinyal Stasiun Kranggan
Bekas
Jalur Kereta Ditengah Hutan
Bangunan
Stasiun Kranggan
Bekas
Loket Stasiun Kranggan
Bekas
Jalur Kereta di Emplasemen Stasiun Kranggan
Lokasi
Halte Kranggan
Sumber:
kitlv.nl
Stasiun
Kranggan
Sumber:
Olivier Johanes
Mantan
Kepala Stasiun Kranggan
Peserta
Foto Bersama dengan Kepala Stasiun Kranggan
Sumber:
Pak Widyoko
Bekas Saluran Air di
Kranggan
Bekas
Tiang Sinyal Stasiun Kranggan
Bekas
Jembatan Kereta Diatas Kali Progo
Selepas
dari jembatan Kali Progo, rombonganpun kembali ke Secang menggunakan mini bus
sebagaimana lokasi berkumpul kami pagi tadi.Lelah itu pasti, tapi rasa puas
kami lebih besar dari rasa lelah kami.Banyak ilmu, pengalaman, dan wawasan baru
yang kami dapatkan selama jelajah.Kurang lebih pukul tiga sore kamitiba di
Secang.Disinilah acara Jelajah Jalur Spoor
6 berakhir. Semoga tahun depan acara seperti ini masih terus berlanjut. Salam blusukan
jalur mati.
PRIMA UTAMA / 2018 / IG: @primautama / WA : 085725571790