Sudah hampir 1,5
tahun lebih vacum dari aktivitas blusukan jalur mati kereta api. Pekerjaan yang
tidak ada habisnya, target kejar hibah dan beasiswa memalingkan dari dunia
blusukan. Ditambah lagi kesibukan blusukan di bekas-bekas pabrik gula di
wilayah Karesidenan Kediri sehingga blusukan dijalur mati kereta api harus
sedikit dikesampingkan.
Setelah mencari-cari waktu senggang,
akhirnya ketemu juga waktu yang tepat untuk blusukan. Kali ini saya
memanfaatkan waktu liburan Natal yang jatuh pada tanggal 24-25 Desember 2019
untuk blusukan ke Jombang dan Kediri. Sebenarnya rencana saya ini tidak hanya
sekedar untuk blusukan dijalur kereta Jombang-Pare saja yang notabene adalah
bekas jalur KSM yang belum pernah saya blusuki, melainkan juga untuk menyelesaikan
misi saya menelusuri pabrik gula yang ada diwilayah Jombang dan Kediri.
Setelah semua akomodasi saya
siapkan, tepat pukul 6 pagi tanggal 24 Desember 2019 saya berangkat menuju
jombang dengan menggunakan motor. Cuaca pagi itu lumayan enak. Tidak panas dan
juga tidak terlalu mendung. Sebelum ke Jombang, saya sempat mampir dulu di
Kertosono yakni di Pabrik Gula Lestari untuk mengambil dokumentasi. Setelah itu
perjalanan saya lanjutkan menuju Jombang.
Kurang lebih tiga jam perjalanan,
tibalah saya di Kabupaten Jombang. Tujuan pertama saya adalah Pabrik Gula
Jombang yang lokasinya berada di pusat kota. Alasan saya memulai blusukan saya
di Pabrik Gula Jombang adalah selain karena ingin mengambil dokumentasi
bangunan pabrik, saya juga menemukan referensi melalui peta lama bahwa jalur
KSM dari Stasiun Jombang KSM juga terhubung ke pabrik tersebut.
Tibanya dilokasi pabrik, saya focus
dulu ke jalur lori yang ada disekitar pabrik. Ternyata masih ada beberapa jalur
lori yang belum tertimbun aspal. Menurut info jalur tersebut masih digunakan
untuk proses loading dan unloading tebu pada tahun 2010-an. Tak lupa saya
abadikan juga bangunan-bangunan colonial khas pabrik gula yang indah dan
menawan. Meskipun Pabrik Gula Jombang Baru tertutup namun kita bisa menikmati
keindahan bangunan dinas pegawainya yang berada diseberang jalan. Bangunannya
cukup terawatt dengan baik. Nah saat saya mengambil gambar bangunan tak sengaja
saya menemukan sebuah jembatan yang dulu menghubungkan PG Jombang Baru dengan Stasiun
Jombang KSM. Dari sinilah petualangan saya dimulai.
Bekas Rel Lori Pabrik
Gula Jombang Baru
Pabrik
Gula Jombang Baru
Diseberang jalan Pabrik Gula Jombang
Baru atau tepatnya disisi utara pabrik, terdapat sebuah sungai dimana
diseberangnya terdapat perkampungan warga. Diatas sungai tersebut terdapat
sebuah jembatan kereta yang cukup lebar yang saya perkirakan ber gauge 1067
mengarah kearah pabrik. Saya mencoba menelusrinya masuk kedalam perkampungan
warga. Benar saja, bentik tikungan jalan yang saya lalui menyerupai jalur
kereta. Perkiraan saya jalan tersebut dahulunya adalah jalur kereta api. Akan
tetapi untuk bekas besi relnya sendiri sudah hilang dan tertimbun aspal.
Terus saya menelusi jalan kecil
ditengah perkampungan tersebut, akhirnya tibalah juga saya disebuah jalan
besar. Saya menyeberang jalan kearah timur masuk kearea pasar yang cukup ramai.
Disepanjang jalan pasar tersebut banyak patok milik PT. KAI yang tertancap.
Pelan menelusuri jalur tersebut akhirnya sampai juga saya di bekas Stasiun
Jombang KSM. Sayapun mencoba menelusuri bagian emplasemen kereta yang sekarang
sudah penuh dengan lapak pedagang.
Kondisi stasiun sebenarnya masih
tampak baik. Akan tetapi karena bangunannya yang sudah beralih fungsi sebagai
tempat berdagang membuatnya terlihat kumuh dan usang. Tulisan nama stasiunnya
juga masih bisa dilihat menskipun agak sedikit tertutup. Bagian emplasemen stasiun
sebenarnya masih terlihat luas, akan tetapi kini telah digunakan untuk lapak
dagangan pedagang pasar.
Jembatan
Kereta Menuju Pabrik
Bekas
Jalur Kereta Menjadi Jalan
Bekas
Bangunan Stasiun Jombang KSM
Emplasemen
Stasiun Jombang KSM
Dari Stasiun Jombang KSM, perjalanan
saya lanjutkan menuju Stasiun Jombang SS. Antara jalur KSM dan jalur SS dahulu
memang terhubung seperti halnya di Stasiun Kediri. Penelusururan saya mengarah
kebarat dimana jalur kereta menuju pusat kota. Dari sini bekas jalur masih bisa
diamati dan berubah menjadi sebuah gang kecil sebelum kearah water toren atau
pertigaan kota. Setelah pertigaan jalur kereta berubah menjadi jalur lambat.
Dititik tersebut sudah sangat susah menemukan bekas jalur kereta api kareta
sudah tergusur oleh pembangunan kota.
Bekas Jalur Kereta Menuju Water Toren
Jalur
Kereta Keluar Gang
Jalur
Kereta Melintasi Pertigaan Menuju Stasiun Jombang SS
Tibalah saya di Stasiun Jombang SS. Disana masih terdapat bekas
bangunan stasiun milik KSM yang sekarang berubah menjadi gudang. Bangunannya
masih cukup terawat. Dari Stasiun Jombang SS perjalanan saya lanjutkan menuju
Pare. Menurut referensi yang telah saya baca sebelumnya sepanjang jalur antara
Jombang hingga Pare, stasiun yang masih tersisa hanyalah Stasiun Cukir,
Pulorejo, Badas, dan Pare. Bangunan stasiun ataupun halte yang lainnya telah
hilang tak berbekas.
Jalur antara Jombang hingga pare
merupakan jalur yang ramai pada jamannya. Selain banyaknya pondok pesantren
serta penduduk yang bermukim disekitar jalur, juga banyak pabrik gula yang
pernah berdiri dilintas jalur ini, seperti: PG Ceweng, Cukir, Gudo, dan
Blimbing. Sebelum jalur ini dinonaktifkan, menurut cerita banyak sabotase yang
dilakukan dilintas Jombang-Kediri. Posisinya yang bersebelahan dengan jalan
raya membuat jalur ini kalah bersaing dengan ban karet.
Perjalanan saya lanjutkan menuju
Ceweng. Disini bekas rel masih banyak yang bisa diamati. Di Ceweng sendiri
sebenarnya terdapat sebuah pemberhentian keret yang lokasinya tak jauh dari
Pabrik Gula Ceweng. Akan tetapi sayang, bekas bangunannya sudah raib tak
bersisa. Hanya sebuah pondasi jembatan kereta saja yang tersisa dilokasi
tersebut.
Bekas
Sinyal Tebeng
Sumber: Grup DRH
Bekas
Rel Menuju Ceweng
Area
Bekas Pabrik Gula Ceweng
Dari Ceweng perjalanan saya lanjutkan menuju Cukir.
Jalur kereta dari arah Ceweng menuju Cukir masih bersebelahan dengan jalan
raya. Sisa-sisa jalur kereta juga masih banyak dijumpai. Di daerah Cukir
terdapat sebuah pabrik gula bernama Pabrik Gula Cukir dimana disekitar lokasi
tersebut masih berdiri sebuah bangunan halte yang bernama Halte Cukir. Halte
Cukir kini telah berubah menjadi toko dan kondisinya agak kurang terawatt
meskipun masih berdiri kokoh.
Di lokasi Pabrik Gula Cukir masih
bisa dijumpai bekas jembatan kereta yang masuk kearea pabrik. Dahulu jalur
tersebut digunakan untuk mengangkut hasil gula ke jalur milik KSM untuk
didistribusikan. Pabrik Gula Cukir merupakan salah satu pabrik gula aktif yang
berada di wilayah Jombang. Disekitar area tersebut juga banyak berdiri pondok
pesantren yang dulu juga meramaikan kereta jurusan Pare – jombang pada decade
70 – 80an.
Bekas
Jalur Kereta Masuk ke Area Pabrik Gula Cukir
Pabrik
Gula Cukir Jombang
Halte
Cukir KSM
Dari
Cukir perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Pare. Ditengah perjalanan saya
menyempatkan diri untuk mampir di daerah Blimbing dan Gudo. Tujuan saya adalah
untuk mencari jejak dari Pabri, Gula Blimbing dan Gudo. Dalam penelusuran
tersebut, hanya bekas Pabrik Gula Gudo saja yang berhasil saya temukan itupun
hanya berupa bekas pondasi kecil bangunan. Sementara untuk bekas Pabrik Gula
Blimbing sudah sangat sulit untuk dicari karena telah berubah menjadi perumahan
warga.
Setelah
melakukan penelusuran tersebut perjalan saya lanjutkan menuju Pare namun
sebelumnya saya juga mampir didaerah Pulorejo. Hal ini dikarenakan menurut
referensi yang saya baca masih menyisakan sebuah bangunan halte bernama Halte
Pulorejo. Agak sedikit susah menemukan halte ini dikarenakan lokasinya yang
berada ditengah sawah.
Dengan sedikit mengandalkan insting blusukan dan
mencocokan lokasi dengan peta yang saya bawa, akhirnya saya berhasil menemukan
Halte Pulorejo. Memang benar lokasinya jauh dari pemukiman penduduk dan berada
diarea persawahan. Bekas Halte Pulorejo sendiri saat ini hanya menyisakan bekas
tendon air dan sebuah sumur. Bekas bangunan haltenya sendiri sudah tidak
berbekas. Bisa jadi bangunan awal Halte Pulorejo terbuat dari kayu sehingga
sudah lapuk dimakan usia. Dari Halte Pulorejo dahulu terdapat sebuah
percabangan jalur menuju Ngoro. Akan tetapi sayang, bekas jalur percabangan
tersebut telah dicabut pada saat masa pendudukan Jepang.
Bekas
Halte Ngoro
Bekas
Jalur Kereta Menuju Pare
Area
Percabangan Jalur Menuju Ngoro
Perjalanan segera saya lanjutkan
menuju Badas, sepanjang perjalanan dari Pulorejo sebagian jalur kereta masih
berada diare persawahan kemudian bertemu dan bersisihan dengan jalan raya
kembali. Sebelum memasuki Badas, saya melewati sebuah sungai besar bernama
Sungai Konto. Di atas sungai tersebut masih menyisakan sebuah pondasi jembatan kereta yang cukup
besar. Akan tetapi sayang rangka besinya sudah hilang tak berbekas.
Jalur
Kereta Menuju Kali Konto
Jalur
Kereta dari Arah Pulorejo
Bekas
Pondasi Jembatan Kereta Kali Konto
Jembatan
Kali Konto Tempo Dulu
Sumber:
Tropen
Setelah
menyeberang Kali Konto, perjalanan saya lanjutkan menuju Badas. Di Badas
terdapat sebuah halte kereta bernama Halte Badas. Halte ini masih menyisakan
bangunan haltenya beserta rumah dinasnya. Kini bangunan Halte Badas masih
berdiri kokoh dan telah berubah menjadi sebuah toko. Di seberang Halte Badas
terdapat sebuah percabangan jalur kereta menuju Pabrik Gula Badas yang tidak
jauh dari lokasi halte. Akan tetapi sayang bangunan pabrik gula sudah lenyap
tak tersisa.
Bekas
Bangunan Halte Badas
Bangunan
Rumah Dinas Halte Badas
Meninggalkan Halte Badas, perjalanan saya lanjutkan
menuju Stasiun Pare. Sepanjang perjalanan bekas jalur kereta masih bisa saya
jumpai bersisian dengan jalan raya. Di Stasiun
Pare sendiri bangunannya masih berdiri kokoh dan sekarang dimanfaatkan
menjadi warung sate. Dibelakang halaman stasiun masih bisa dijumpai banguna
menara air dan dipo lokomotif.
Tak jauh dari lokasi stasiun,
terdapat sebuah kantor militer yang dahulu merupakan katior pusat KSM. Tak jauh
dari lokasi tersebut juga masih bisa
dijumpai bangunan rumah dinas pegawai KSM. Di Pare saya sempat makan siang dan
beristirahat disana sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kandangan.
Bekas
Loket Stasiun Pare
Bangunan
Manara Air Stasiun Pare
Kantor
Pusat KSM
Lepas istirahat, perjalanan saya
lanjutkan mencari Halte Kandangan. Halte Kandangan merupakan sebuah jalur
percabangan dari Pare. Kenapa KSM membuka jalur kearah Kandangan?. Karena pada
jaman dulu di Kandangan terdapat sebuah pabrik gula. Jalur tersebut selain
untuk mengangkut masyarakat juga berfungsi mengangkut hasil gula. Jalur ini
juga memiliki hubungan dengan jalur menuju Konto – Ngoro. Bekas jalur menuju
Kandangan sudah lama dicabut pada masa pendudukan Jepang.
Saat saya menuju Kandangan, saya
sempat menemukan juga bekas jalur percabangan menuju Kepung. Jalur menuju
Kepung sudah lama divabut saat pendudukan Jepang. Kini bekas jalur tersebut
hanya menyisakan sebuah pondasinya saja.
Bekas
Jalur Menuju Kepung
Bekas
Bangunan Halte Kencong
Dengan sampainya di Kencong, maka
berakhir pula blusukan saya dijalur KSM Jombang – Pare. Ini artimya saya telah
selesai menelusuri jejak jalur KSM secara keseluruhan kecuali yang telah
dicabut oleh Jepang. Sampai jumpai di penelusuran selanjutnya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus