Jumat, 11 September 2015

KERETA API SEMARANG - TUBAN

JEJAK KERETA DI TANAH PANTURA
      
Pantai utara atau yang lebih akrab dipanggil Pantura adalah suatu kawasan di Pulau Jawa yang terbentang disepanjang utara Pulau Jawa yang bersinggungan langsung dengan Laut Jawa.Pada zaman dahulu hinga sekarang kota-kota yang masuk dalam kawasan tersebutterkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah serta pusat-pusat perdagangannya yang ramai. Semarang, Demak, Kudus, Jepara, Pati, Rembang, dan Tuban, adalah sedikit contoh kota di kawasan Pantura yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Pada zaman dahulu kota-kota tersebut tercatat memiliki beberapa komoditi perdagangan penting, diantaranya seperti: kayu, kapuk, tras, garam, ikan, kopi, dan gula.Kekayaan alam yang melimpah tersebut bisa dibuktikan dengan banyaknya dermaga-dermaga laut, pabrik gula, pabrik pengolahan kayu, serta tambak garam yang tersebar dikawasan tersebut.
            Menjelang pertengahan abad 18 banyak industri gula serta industri pengolahan hasil alam lainnya seperti kapuk, kayu dan kopi yang mulai menjamur dikawasan Kudus hingga Pati.Kemajuan industri yang pesat inilah yang turut mendorong mobilitas dikawasan tersebut. Pada saat itu sempat terjadi permasalahan terkait dengan distribusi barang hasil industri dimana belum adanya moda transportasi yang mampu mengangkut hasil industri untuk didistribusikan ke berbagai kota di Pulau Jawa.

            Akhirnya pada tahun 1881 sebuah perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda kala itu yang bernama Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) mendapatkan izin dari perintah kolonial untuk membangun jaringan kereta api dari Semarang menuju Jatirogo Tuban yang pembangunannya dimulai secara bertahap. Pembangunan jalur tersebut dimulai pada tahun 1881 hingga 1919 yang melintasi wilayah: Demak, Kudus, Jepara, Pati, Joana, Rembang, Lasem, Pamotan, Jatirogo, Grobogan, Blora, dan Cepu.Tercatat keseluruhan jalur yang berhasil dibangun oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) pada periode tersebut seanjang 415 kilometer.

Peta Jalur Kereta SJS Tahun 1902
Sumber: kitlv.nl

Kantor Pusat Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) Tahun 1910
Sumber: kitlv.nl

            Pada hari Sabtu tanggal 29 Agustus 2015, selepas melakukan blusukan jalur tram di Kota Semarang perjalanan saya lanjutkan menyusuri jejak jalur kereta api dari Semarang menuju Lasem Rembang. Pada perjalanan kali ini saya bagi kedalam beberapa tahap mengingat panjangnya rute yang akan saya telusuri serta banyaknya lokasi halte dan stasiun yang akan saya cari. Tahap-tahap tersebut diantaranya adalah: Semarang – Demak, Demak – Kudus, Kudus – Pati, Pati – Joana, Joana – Tayu, Joana – Rembang, dan Rembang – Lasem.
            Kurang lebih pukul sembilan pagi saya mulai meninggalkan Pindrikan Semarang menuju Demak.Menurut referensi yang saya peroleh, sepanjang jalur kereta dari Semarang menuju Demak terdapat beberapa halte dan stasiun, diantaranya adalah: Halte Kemijen, Halte Genuk, Halte Menangen, Halte Sayung, Halte Daleman, Halte Batu, Halte Wonokerto, Stasiun Buyaran, Stasiun Demak, Halte Sasak, dan Stasiun Ngaloran. Dari beberapa halte dan  stasiun tersebut tentu saja tidak semua bangunannya masih ada. Beberapa bangunan halte ada yang sudah dirubuhkan akibat pembangunan kota.
Perjalananpun saya mulai dengan menyusuri Jalan Pengapon yang berada tidak jauh dari lokasi gedung kantor pusat SJS di Jalan Ronggo Warsito Semarang. Tak berapa lama berselang akhirnya saya mulai memasuki wilayah Genuk.Disini posisi bekas jalur kereta berada di sebelah kanan jalan.Patok milik PT. KAI pun banyak saya jumpai disepanjang perjalanan.Diarea tersebut bekas rel sudah tidak saya jumpai.Kemungkinan besi rel telah terkubur oleh tebalnya beton jalan raya.
Sambil berjalan pelan, saya mencoba mencari lokasi bekas Halte Genuk yang menurut informasi yang saya peroleh kini bangunannya telah dialihfungsikan sebagai bengkel.Tak berapa lama kemudian akhirnya saya berhasil menemukan lokasi halte. Hampir saja saya melewatinya karena bangunannya yang sudah tertutup  oleh besi-besi bekas. Salah satupenanda yang bisa dijadikan petunjuk halte adalah plang milik PT. KAI yang tertancap di depan bangunan.
Setibanya di lokasi Halte Genuk, tak ada aktivitas yang saya lihat didalamnya.Bangunan halte memang sudah dialihfungsikan sebagai bengkel.Bahkan akibat dialihfungsikan tersebut, bagian-bagian dalam bangunan terlihat kumuh dan rusak parah. Disisi selatan bangunan halte juga terdapat sebuah rumah dinas yang kondisi tidak jauh berbeda dengan kondisi halte.

Bagian Depan Halte Genuk

Bagian Belakang Halte Genuk

Rumah Dinas Halte Genuk

            Dari lokasi Halte Genuk perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Demak.Kali ini disepanjang perjalanan saya tidak menemukan tanda-tanda lokasi halte.Akhirnya perjalanan saya tiba di wilayah Batu. Disini saya menjumpai sebuah tempat pencucian motor dimana terdapat plang milik PT. KAI tertancap didepannya. Meskipun disekitar area tersebut sudah didominasi oleh bangunan baru, namun perkiraan saya lokasi tersebut adalah bekas lokasi Halte Batu.

Perkiraan Lokasi Halte Batu
            Beranjak meninggalkan Batu perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Buyaran Demak.Disini sesuai dengan catatan saya terdapat sebuah bangunan stasiunyang masih bisa dijumpai.Sayapun bergegas menuju Pasar Buyaran karena asumsi saya lokasi stasiun tidaklah jauh dari pasar.Jalanan yang macet akibat adanya kampanye cukup menyulitkan pencarian saya waktu itu.Setibanya di Pasar Buyaran saya tidak menjumpai bangunan yang mencirikan sebuah bangunan stasiun atau halte.Akhirnya sayapun bertanya pada warga didekat pasar.Menurut informasi dari beliau, letak Stasiun Buyaran berada di dekat pertigaan diseberang pasar.Beliau menuturkan bangunannya masih ada tapi sudah tidak berwujud stasiun.melalui informasi tersebut sayapun segera berputar arah menuju lokasi yang dimaksud.
            Ternyata bukanlah hal mudah untuk berputar arah menuju lokasi Stasiun Buyaran.Adanya median jalan yang cukup panjang membuat saya harus berputar cukup jauh.Ditambah lagi kondisi jalan raya yang sangat macet kala itu membuat waktu saya banyak tersita.
            Setibanya dilokasi yang dimaksud oleh warga tadi, saya kembali kebingunan mencari letak persis bangunan stasiun.Hal ini karena tidak ada satupun plang milik PT. KAI yang saya jumpai disana.Akhirnya saya kembali bertanya pada seorang warga yang kebetulan sedang menunggu seseorang didekat pertigaan Pasar Buyaran.Beliau menuturkan bahwa bangunan bekas Stasiun Buyaran adalah toko yang ada dipinggir jalan didekat gardu listrik.Sayapun kemudian mendatangi toko yang dimaksud.Benar saja ternyata toko tersebut adalah bekas bangunan Stasiun Buyaran.
            Didepan bangunan toko ternyata terdapat sebuah plang milik PT. KAI yang tertutup oleh kain spanduk.Hal inilah yang membuat saya cukup kesulitan mencari petunjuk lokasi stasiun.Ukuran bekas bangunan Stasiun Buyaran tidaklah terlalu besar.Bangunannya pun sebagian besar sudah mengalami perubahan.Mungkin masyarakat sekarang sudah tidak mengenali kalau bangunan tersebut adalah bangunan bekas stasiun.Dibagian emplasemen stasiun, saya sudah tidak menjumpai bekas rel kereta, yang ada hanyalah patok milik PT. KAI saja.Berhubung hari semakin siang perjalananpun saya lanjutkan menuju Kota Demak untuk mencari lokasi bekas Stasiun Demak.

Emplasemen Stasiun Buyaran

Bangunan Bekas Stasiun Buyaran

            Kurang lebih dua puluh menit perjalanan dari Buyaran, perjalanan saya tiba di Kota Demak.Disepanjang perjalanan menuju Demak, tidak ada satupun bekas rel yang saya temukan.Hanya patok-patok milik PT. KAI saja yang menjadi penanda bekas jalur kereta.Memasuki Kota Demak saya sempat salah ambil jalan, sehingga memaksa saya untuk memutar arah cukup jauh.
            Lokasi bekas Stasiun Demak sangat mudah untuk ditemukan.Posisinya tidaklah jauh dari Masjid Agung Demak.Setibanya diarea stasiun, suasana sepi meyambut kedatangan saya.Tak nampak aktivitas yang berarti didalam bangunan stasiun yang kini telah dimanfaatkan sebagai cafe tersebut.Bangunan Stasiun Demak bisa dikatakan cukup megah dan kokoh.Dibagian belakang atau bagian emplasemen stasiun kondisi yang kotor dan kumuh sangat jelas terlihat, seolah-olah menandakan lingkungannya yang sudah tak terawat. Dibagian emplasemen saya sudah tidak menjumpai bekas rel kereta sama sekali.
Berkeliling disekitar area stasiun, disisi barat saya menjumpai sebuah bangunan menara air yang cukup besar dan tinggi.Menurut saya ini adalah bangunan menara air stasiun terbesar dan tertinggi yang pernah saya temui.Bergerak kesisi timur stasiun terdapat sebuah bangunan gudang yang kini dimanfaatkan sebagai bengkel dan depo air isi ulang. Bangunan gudang Stasiun Demak bisa dikatakan memiliki ukuran yang cukup besar. Besarnya bangunan Stasiun Demak menandakan bahwa stasiun tersebut sangat sibuk dan ramai dimasanya.
Stasiun Demak terletak di Kelurahan Bintoro Kabupaten Demak. Pada masanya, stasiun ini melayani perjalanan kereta apilokal dan kereta api antar kota. Stasiun ini dibangun oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) pada tahun 1885.Di Stasiun Demak juga terdapat jalur percabangan yang menghubungkan Demak dengan Grobogan dan Blora.
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya moda transportasi jalan raya, kereta api yang melintasi Demak dan kota-kota disekitarnya mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Akhirnya pada tahun 1980-an stasiun ini resmi ditutup oleh pemerintah. Dibagian belakang stasiun dahulu terdapat sebuah kanopi yang menutupi peron stasiun, akan tetapi kanopi tersebut sekarang sudah dipindahkan ke Stasiun Pemalang. 


Bangunan Stasiun Demak Tampak Depan dan Samping


Emplasemen Stasiun Demak

Stasiun Demak Tahun 1976
Sumber: Copyright Rob Dickinson

Stasiun Demak Tahun 1990
Sumber: Wikimapia


Bekas Bangunan  Gudang Stasiun Demak

Menara Air Stasiun Demak

Bekas Jalur Kereta dari Stasiun Demak Menuju Ngaloran

            Perjalanan sayapun berlanjut meninggalkan Stasiun Demak.Kali ini saya beranjak menuju Ngaloran yang mana menurut informasi yang saya peroleh disana masih terdapat sebuah bangunan stasiun yang kini digunakan sebagai toko material.Disepanjang Demak hingga Ngaloran posisi rel berada di kiri jalan.Hal ini berbeda dengan bekas jalur kereta sebelumnya yang berada di sebelah kanan jalan.Posisi rel yang berada di kiri jalan inilah yang sedikit memudahkan saya untuk menelusuri jejak-jejak jalur kereta.
            Akhirnya perjalanan saya tiba di jalan raya Demak – Kudus.Disepanjang jalan saya masih bisa menjumpai patok-patok milik PT. KAI yang tertancap dipinggir jalan.Setelah cukup jauh berjalan, akhirnya saya tiba di wilayah Ngaloran.Disini saya sedikit memperlambat perjalanan saya sembari mencari bekas bangunan Stasiun Ngaloran.
Akhirnya saya menjumpai sebuah bangunan toko meubel dimana terdapat sebuah plang milik PT. KAI tertancap didepannya.Awalnya saya sedikit ragu apakah bangunan tersebut benar bangunan stasiun karena jika diamati sepintas bangunan tersebut nampak seperti bangunan baru.Setelah saya menengok ke bagian dalam bangunan secara diam-diam, ternyata benar bangunan tersebut adalah bekas bangunan stasiun.Hal ini saya buktikan dengan masih adanya bilik loket tempat menjual karcis yang ada di sudut bangunan.
Bangunan Stasiun Ngaloran kini memang telah dialihfungsikan sebagai toko meubel.Ukuran bangunannya sendiri bisa dikatakan lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran bangunan Halte Genuk dan Stasiun Buyaran.Di area emplasemen stasiun, saya sudah tidak menjumpai bekas rel jalur kereta. Menurut informasi yang pernah saya dengar, bekas rel sepanjang jalur Demak hingga Rembang banyak yang telah dicabut saat proses pelebaran jalan raya di tahun 2000-an.  
Hari semakin siang, perjalananpun segera saya lanjutkan menuju Kudus. Disepanjang perjalanan menuju Kudus, tercatat ada beberapa lokasi halte dan stasiun, diantaranya adalah: Halte Njebon, Halte Tjangkring, Halte Karanganyar, Halte Tanggulangin, Halte Jati, Stasiun Kudus, dan Halte Bareng. Tentu saja dari beberapa halte dan stasiun tersebut tidak semua bangunannya masih bisa dijumpai.

Emplasemen Stasiun Ngaloran

Bilik Loket di Bekas Stasiun Ngaloran

Bekas Jalur Kereta di Perbatasan Kabupaten Demak

 Bekas Jalur Kereta di Kabupaten Kudus

            Memasuki Kota Kudus, bekas jalur kereta telah berubah menjadi area pejalan kaki. Disini lagi-lagi saya sudah tidak menjumpai bekas jalur kereta, yang ada hanyalah patok milik PT. KAI yang tertancap disepanjang jalan. Mencari lokasi Stasiun Kudus agak cukup membingungkan bagi saya, maklum ini adalah pertama kalinya saya blusukan di kota yang terkenal dengan jenangnya tersebut. Setelah mendapat arahan dari seorang pengayuh becak, akhirnya saya berhasil menemukan lokasi stasiun yang kini telah berubah menjadi pasar.
            Diarea bekas bangunan stasiun saya sempat masuk untuk melihat-lihat bagian dalam yang kini telah dijejali oleh pedagang pasar.Stasiun Kudus memiliki area yang cukup luas.Bekas-bekas jalur keretapun dibeberapa titik masih bisa saya jumpai meskipun sebagian besar telah tertutup oleh bangunan baru. Dibelakang stasiun saya sempat beristirahat sejenak sembari menikmati makan siang disebuah warung yang ada di sana. Karena terbatasnya waktu yang saya miliki, saya tidak sempat mencari bangunan dipo dan bangunan gudang Stasiun Kudus yang berada tak jauh dari area stasiun.

Bekas Jalur Kereta di Dalam Kota Kudus

Bekas Bangunan Stasiun Kudus  


Stasiun Kudus Tahun 1936
Sumber: kitlv.nl

Bagian Dalam Stasiun Kudus

Stasiun Kudus Pasca Non Aktif
Sumber: Wikipedia

Bekas Tempat Penjualan Karcis Stasiun Kudus

Bekas Rel di Area Stasiun Kudus

Stasiun Kudus terletak di Kelurahan Wergu Kulon Kudus.Stasiun ini dibangun pada tahun 1883 oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS).Distasiun ini juga terdapat jalur percabangan kereta menuju Mayong Jepara.Pada tahun 1980-an jumlah penumpang distasiun ini mulai mengalami penurunan yang mengakibatkan stasiun harus ditutup oleh pemerintah pada tahun 1986. Beranjak dari Stasiun Kudus perjalananpun saya lanjutkan kembali menuju Pati.

Kereta Melintas di Sebuah Jembatan di Kudus Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl

Kereta Berhenti di Halte Bareng Jekulo Kudus Tahun 1976
Sumber: Copyright Rob Dickinson

            Sepanjang perjalanan menuju Pati, saya tidak menemukan bekas jejak jalur kereta yang masih bisa saya jumpai.Cukup jauh memang jarak antara Kudus dengan Pati.Perjalanan saya hanya didominasi oleh jalanan yang lurus yang seolah tak ada ujungnya. Dari Kudus menuju Pati, tercatat ada beberapa halte dan stasiun yang pernah berdiri, diantaranya adalah: Halte Kaliampo, Stasiun Pati, Halte Gemeces, Halte Guyangan, dan Stasiun Joana.
            Setelah cukup lama menempuh perjalanan, akhirnya tiba juga saya di Kota Pati.Disini bekas jalur kereta telah berubah menjadi jalur lambat. Sambil berjalan pelan menelusuri jalanan kota, akhirnya saya menjumpai sebuah bangunan berarsitek Belanda yang saya perkirakan adalah bangunan rumah dinas stasiun. dihalaman depan rumah tersebut tertancap plang milik PT. KAI. Sembari terus melakukan penelusuran, sayapun bertanya kepada seorang warga yang ada dipinggir jalan mengenai letak bekas Stasiun Pati.Warga tersebut menunjukkan bahwa lokasi bekas Stasiun Pati kini telah dirubah menjadi kawasan pertokoan yang tidak jauh dari posisi saya.
            Tak berapa lama kemudian akhirnya saya tiba dilokasi bekas Stasiun Pati.Bangunan Stasiun Pati memiliki ukuran yang cukup besar.Akan tetapi sayang pemanfaatan bangunan sebagai komplek pertokoan membuat bangunan stasiun sulit untuk dikenali meskipun bentuk aslinya masih utuh.Disekitar area stasiun, saya masih bisa menjumpai bangunan gudang dan menara air yang berada disisi utara. Beberapa bangunan kantor stasiunpun juga masih nampak berdiri dibelakang stasiun. Dibagian barat stasiun, saya sempat menjumpai bekas rel yang sudah tersamarkan oleh tanah.
            Stasiun Pati terletak di Kelurahan Margorejo Pati.Stasiun ini dibangun oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) pada tahun 1885. Stasiun ini dahulu melayani perjalanan kereta api lokal dan antar kota. Perkembangan moda transportasi berbasis jalan raya pada dekade 1980 membuat kereta api kalah bersaing dan mulai ditinggalkan penumpangnya. Akhirnya pada tahun 1987 pemerintah secara resmi menutup Stasiun Pati dengan alasan sepinya jumlah penumpang.Beranjak dari Stasiun Pati perjalananpun saya lanjutkan menuju Joana.

Kereta Melintas di Kaliampo Pati Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl

Bangunan Gudang Stasiun Pati

Bangunan Stasiun Pati

Stasiun Pati Pasca Non Aktif
Sumber: Wikipedia

Stasiun Pati Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl


Jalan di Depan Stasiun Pati Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl

Menara Air Stasiun Pati


Jalur Kereta Melintas di Kota Pati Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl

            Sepanjang perjalanan menuju Joana, saya sudah tidak menemukan bekas jalur kereta sama sekali. Tak begitu jauh jarak dari Stasiun Pati menuju Joana, kurang lebih lima belas menit perjalanan akhirnya saya tiba di Alun-Alun Joana. Menurut info yang saya peroleh Stasiun Joana berada tidak jauh dari alun-alun kota. Tak ingin menghabiskan banyak waktu mencari, sayapun bertanya pada seorang warga mengenai posisi Stasiun Joana. Letak komplek stasiun memang benar tidak jauh dari alun-alun kota, atau lebih tepatnya berada disebelah barat alun-alun.
            Posisi bangunan Stasiun Joana tidaklah berada tepat disamping jalan raya seperti Stasiun Pati.Tetapi masuk kurang lebih 30 meter kesebuah gang.Dari kejauhan, bangunan stasiun yang besar dan megah sudah tampak terlihat.Arsitektur bangunan Stasiun Joana mirip dengan Stasiun Pati dan Stasiun Blora, dimana rangka bangunannya banyak didominasi dari material kayu.Bekas bangunan stasiun kini telah dijadikan lapangan olah raga dan area parkir oleh warga sekitar.Kondisi bangunan stasiunpun tampak agak kurang terawat.

Bekas Bangunan Stasiun Joana


Bagian Dalam Stasiun Joana


Stasiun Joana Tahun 1914
Sumber: kitlv.nl

            Stasiun Joana terletak di Kelurahan Doropayung Joana Pati.Stasiun ini dibangun pada tahun 1884 oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS).Stasiun ini ditutup secara resmi oleh pemerintah bebarengan dengan penutupan Stasiun Pati pada tahun 1987 karena sepinya jumlah penumpang.Di stasiun ini terdapat jalur percabangan menuju Tayu.
            Beranjak dari Stasiun Joana, perjalanan saya lanjutkan menuju Tayu. Dari Joana hingga Tayu tercatat ada beberapa halte dan stasiun, diantaranya adalah: Halte Bakaran, Halte Jetak, Halte Guyangan, Halte Kemiri, Halte Bulumanis, Halte Mergotuhu, dan Stasiun Tayu. Jarak antara Joana hingga Tayu kurang lebih sejauh 24 kilometer. Di sekitar Alun-Alun Joana bekas jalur kereta masih bisa saya temui.Waktu itu karena hari yang sudah terlalu sore dan harus mengejar waktu menuju Lasem, akhirnya penelusuran ke Tayu saya batalkan.Saya hanya berhasil melakukan penelusuran kurang lebih sejauh 2 kilometer kearah Tayu.Sayapun akhirnya berputar arah dan langsung menuju Rembang.

Bekas Jalur Kereta dari Juana Menuju Tayu

            Selama perjalanan menuju Rembang, posisi bekas jalur kereta berada di kanan jalan raya.Pemandangan berupa tambak garampun mendominasi perjalanan saya.Tak bisa dibayangkan betapa indahnya pemandangan disana jika dinikmati dari atas kereta.Angin yang berhembus semilir serta ombak Laut Jawa yang terlihat dari kejauhan tentu saja menjadi hiburan tersendiri.Akan tetapi sayang, hal tersebut kini tinggallah kenangan.Sebelum memasuki wilayah Rembang, saya sempat beristirahat sejenak disebuah masjid untuk melaksanakan sholat ashar.Lepas itu perjalanan saya lanjtkan kembali dan tibalah saya di wilayah Kabupaten Rembang.
            Tidak jauh dari perbatasan antara Kabupaten Rembang dengan Kabupaten Pati saya menjumpai sebuah bekas jembatan kereta api yang berada di seberang Pasar Kaliori. Bentuk kerangka jembatan masih tampak utuh.Jembatan tersebut kini dimanfaatkan warga sebagai jembatan penyeberangan alternatif.

Bekas Jembatan di Kaliori

            Perjalanan sayapun berlanjut menuju Kota Rembang.Dari Stasiun Joana menuju Lasem, tercatat ada beberapa bangunan stasiun dan halte yang pernah berdiri, diantaranya adalah: Halte Batangan, Halte Delok, Halte Dresen, Halte Waru, Stasiun Rembang, Halte Bangi, Halte Godo, dan Stasiun Lasem. Dari sekian stasiun dan halte yang ada tidak semua banngunannya masih bisa dijumpai karena beberapa diantaranya telah dirubuhkan.
Saat melintasi area tambak, saya menjumpai sebuah rumah disebelah kanan jalan dimana dibagian depan halamannya tertancap plang milik PT. KAI. Sayapun sempat berhenti sejenak mengamati rumah tersebut. Asumsi saya bangunan tersebut adalah bangunan rumah dinas stasiun karena modelnya yang mirip dengan rumah dinas stasiun pada umumnya. Tak jauh dari rumah tersebut saya kembali menjumpai sebuah bangunan yang berada dipinggir jalan dengan plang milik PT. KAI tertancap didepannya.Bangunan tersebut mirip dengan bangunan stasiun zaman DKA dengan aksen lubang jendela bulat dibagian atasnya.
            Kebetulan diarea bangunan tersebut tak satupun orang yang saya jumpai untuk dimintai keterangan.Di bagian plang milik PT. KAI saya membaca sebuah keterangan aset dengan kode DEK.Asumsi saya bangunan tersebut adalah bangunan Halte Delok dan rumah dinasnya.

Perkiraan Rumah Dinas Halte Delok

Perkiraan Bangunan Halte Delok

            Meninggalkan Delok saya segera tancap gas menuju Kota Rembang.Waktu yang semakin sore semakin menyulitkan saya untuk mengambil dokumentasi gambar.Akhirnya tiba juga saya di Kota Rembang.Sebenarnya pada tahun 2012 saya pernah mengunjungi bangunan Stasiun Rembang karena kebetulan teman kuliah saya tinggal disekitar kompleks stasiun.Hal inilah yang sedikit memudahkan saya mencari lokasi bekas Stasiun Rembang.
            Setibanya di komplek Stasiun Rembang, saya segera menuju ke bagian emplasemen stasiun yang kini telah tertutup paving semen.Disebelah barat bangunan utama stasiun, terdapat sebuah bangunan bekas dipo lokomotif dan bangunan gudang.Sayapun juga sempat menjumpai beberapa tiang telegraf yang masih tertancap diarea stasiun.Stasiun Rembang kini dimanfaatkan sebagai kios pertokoan.Arsitektur bangunannya pun sangat mirip dengan Stasiun Blora yang didominasi material kayu.
            Sayapun bergerak kearah timur.Dibagian sisi timur stasiun, saya menjumpai sebuah bangunan yang saya perkirakan adalah bangunan dipo yang memiliki ukuran cukup besar.Bekas tiang sinyal stasiunpun juga masih bisa saya jumpai.Di sisi timur stasiun masih banyak saya jumpai bekas jalur rel yang mengarah ke Lasem.Bekas jalur rel tersebut berada persis dipinggir jalan yang kemudian masuk ke perkampungan warga.

Bangunan Bekas Stasiun Rembang

Stasiun Rembang Pasca Non Aktif
Sumber: Wikipedia


Bekas Bangunan Dipo Stasiun Rembang

Menara Air Stasiun Rembang

Bangunan Gudang Stasiun Rembang

Bekas Tiang Sinyal Stasiun Rembang 

Stasiun Rembang
Sumber: kitlv.nl

Kereta Melintas di Rembang Menuju Lasem Tahun 1976
Sumber: priyatmaja.blogspot.com

Stasiun Rembang Tahun 1923
Sumber: kitlv.nl

Bekas Rel di Sekitar Stasiun Rembang

Bekas Jalur Kereta Bersilangan dengan Jalan Raya Menuju Lasem

Bekas Jalur Kereta Menuju Lasem

            Stasiun Rembang terletak di Kecamatan Rembang, Rembang.Stasiun ini dibangun oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) pada tahun 1900.Pada zaman dahulu stasiun ini memiliki percabangan jalur menuju Blora. Tahun 1987 adalah tahun terakhir beroperasinya stasiun ini karena kalah bersaing dengan angkutan lain berbasis jalan raya. Kini bangunan stasiun digunakan sebagai pertokoan.
            Tepat pukul lima sore saya beranjak dari Stasiun Rembang menuju Lasem. Waktu yang semakin sore membuat saya harus terburu-buru menuju Lasem. Sebenarnya pemandangan disepanjang perjalanan sangatlah indah, akan tetapi demi mengejar waktu hal itu saya abaikan. Jarak antara Rembang dengan Lasem kurang lebih 10 kilometer.Angin laut yang berhembus sangat kencang membuat saya harus berhati-hati dalam mengontrol laju kendaraan.
            Saat melintasi Desa Tiremon, saya menjumpai sebuah bekas jembatan kereta yang ukurannya tidak terlalu besar masih kokoh berdiri diseberang jalan.Dibagian jembatan tersebut masih tampak besi rel dan bantalan kayu yang masih asli.Jembatan tersebut kini dimanfaatkan warga sekitar sebagai jembatan alternatif.

Bekas Jembatan di Desa Tiremon Rembang

            Perjalanan saya akhirnya tiba di Lasem.Disini saya mulai mencari keberadaan bekas Stasiun Lasem yang menurut cerita telah dialihfungsikan sebagai tempat parkir truk-truk besar.Tidaklah sulit bagi saya untuk menemukan bekas Stasiun Lasem.Lokasi stasiun yang berada tidak jauh dari jalan raya membuatnya mudah untuk ditemukan.
Bekas area Stasiun Lasem sangatlah luas. Disana terdapat bangunan gudang dan bangunan utama stasiun serta beberapa rumah dinas stasiun yang beberapa diantaranya masih digunakan. Area Stasiun Lasem kini memang telah disulap menjadi tempat parkir truk bertonase besar.Disana bekas relpun sudah tidak bisa saya jumpai.Hari yang sudah petang membuat saya tak bisa berlama-lama dilokasi stasiun karena saya harus segera mencari penginapan untuk istirahat.Akhirnya dengan berat hati saya putuskan untuk mengunjungi lagi Stasiun Lasem esok hari untuk mengambil dokumentasi.
Tak jauh dari lokasi Stasiun Lasem, terdapat sebuah penginapan yang cukup murah dan nyaman untuk disewa.Sayapun memutuskan untuk menginap ditempat tersebut karena esok hari saya harus mengunjungi lagi Stasiun Lasem untuk mengambil dokumentasi yang sempat tertunda karena hari yang sudah gelap.
Sedikit bercerita mengenai pengalaman “mistis” yang sempat saya alami saat menginap di hotel yang saya tempati, waktu itu kurang lebih pukul sembilan malam setelah makan malam di sekitar Alun-Alun Lasem saya kembali ke hotel untuk beristirahat. Posisi saya waktu itu sendirian, karena memang selama blusukan dari Semarang hingga Lasem semua saya lakukan sendiri tanpa partner.Saat hendak memejamkan mata tiba-tiba dari dalam kamar mandi terdengar suara gaduh yang kemudian diikuti dengan suara wanita yang tertawa dengan nada yang tinggi.Sayapun sontak langsung terbangun karena kaget.Sempat berfikir positif mengenai suara tersebut yang mungkin berasal dari kamar sebelah.Sayapun keluar kamar mengkroscek apakah benar suara tadi berasal dari kamar sebelah.Setelah keluar kamar barulah sadar bahwa dua kabar disebelah saya ternyata kosong tak berpenghuni.
Hal ini adalah pertama kali bagi saya mendengar suara seperti itu.Sempat berdoa dan berfikir positif tapi semua itu gagal.Akhirnya akibat dibayang-bayangi suara misterius yang selalu terngiang-ngiang dikepala, sayapun tidak bisa memejamkan mata hingga pukul dua pagi.Padahal waktu itu kondisi saya sudah sangat lelah mengingat panjangnya perjalanan yang saya tempuh seharian.
Akhirnya karena kelelahan, tanpa sadar sayapun tertidur pulas dengan sendirinya hingga pukul lima pagi. Tepat pukul setengah tujuh pagi sayapun segera cek out dari hotel dan berangkat menuju Stasiun Lasem yang jaraknya kurang lebih hanya 100 meter dari hotel tempat saya menginap.Tiba di Stasiun Lasem, suasana sepi segera menghampiri saya.Tak nampak aktivitas yang berarti di bekas area stasiun.
Stasiun Lasem merupakan salah satu stasiun terunik yang pernah saya kunjungi.Bangunannya yang berarsitek campuran antara Tionghoa dan indische membuatnya unik dan menarik.Mungkin ini adalah bangunan stasiun satu-satunya yang berarsitektur Tionghoa yang ada di Indonesia.Akan tetapi sayang, bangunan stasiun yang memiliki nilai sejarah tinggi dan berstatus sebagai bangunan cagar budaya ini tidak mendapatkan perawatan yang layak sebagaimana mestinya.Dibeberapa titik atap stasiun ada yang sudah rapuh dan roboh.Bahkan bangunan yang saya perkirakan sebagai bangunan kamar mandipun sudah rusak parah.Begitu pula dengan kondisi sekitar stasiun yang tampak kotor dan kumuh.
Stasiun Lasem terletak di Desa Dorokandang, Lasem Rembang.Stasiun ini didirikan oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) yang mendapat konsesi untuk membangun jalur kereta sebagai sarana eksploitasi hasil alam pada tahun 1883-1900.Stasiun  ini memiliki perpanjangan jalur hingga ke Pamotan Rembang.
Seiring dengan ditutupnya Stasiun Rembang pada tahun 1987 oleh pemerintah, secara otomatis membuat stasiun ini juga ikut ditutup.Beranjak meninggalkan lokasi Stasiun Lasem, perjalananpun saya lanjutkan kembali menuju ke Kecamatan Pamotan untuk mencari keberadaan Stasiun Pamotan yang menurut referensi yang saya peroleh bangunannya masih ada.

Bekas Loket Stasiun Lasem

Bekas Emplasemen Stasiun Lasem

Bekas Bangunan Toilet Stasiun Lasem

Bekas Bangunan Kantor Stasiun Lasem

Stasiun Lasem Pasca Non Aktif
Sumber: Wikipedia

            Menuju Pamotan, disepanjang perjalanan saya disuguhi dengan pemandangan perbukitan yang indah. Berbeda dengan perjalanan saya sebelumnya yang didominasi oleh ramainya kendaraan Pantura, disini kondisi jalanan cenderung sepi.Pamotan terletak kurang lebih 10 kilometer dari Lasem.Kurang lebih 15 menit perjalanan akhirnya saya tiba di wilayah Pamotan.
            Disini saya sempat kebingungan mencari keberadaan bekas Stasiun Pamotan.Selama diperjalanan dari Lasem tak satupun bekas jalur kereta yang saya jumpai.Patok-patok milik PT. KAI pun juga tak ada yang saya lihat.Perkiraan saya bekas jalur kereta dari Lasem melintasi area ladang persawahan.Saat mencari petunjuk, saya sempat bertanya pada seorang warga mengenai dimana lokasi Stasiun Pamotan berada. Dengan ramahnya warga tersebut menunjukkan sebuah perempatan jalan yang dulu merupakan bekas perlintasan kereta api yang tak jauh dari pusat desa. Saya disarankan untuk masuk gang disebelah kiri jalan dan bertanya pada warga kampung sekitar.Melalui petunjuk tersebut sayapun segera bergegas menuju lokasi.
            Benar saja, disekitar perempatan jalan yang dulu merupakan bekas perlintasan jalur kereta terdapat beberapa plang milik PT. KAI yang tertancap dipinggir jalan.Sayapun masuk kesebuah gang disisi kiri jalan.Didalam gang tersebut saya menjumpai beberapa patok milik PT. KAI tertancap dibeberapa sudut jalan. Akhirnya saya menjumpai bangunan rumah dinas Stasiun Pamotan yang kini masih digunakan sebagai tempat tinggal. Disekitar rumah dinas stasiun, saya sempat berputar-putar beberapa kali mencari bekas bangunan stasiun tapi tak kunjung membuahkan hasil. Akhirnya ada seorang warga yang memberitahu saya bahwa lokasi bekas bangunan stasiun berada di gang sebelah.
            Ternyata benar, setelah melakukan pencarian digang sebelah akhirnya saya menjumpai bekas bangunan Stasiun Pamotan yang kondisinya sudah tidak terawat.Bentuk bangunan Stasiun Pamotan merupakan bentuk bangunan stasiun di era DKA.Bekas emplasemen stasiun dan jalur keretapun kini telah berubah menjadi jalan kampung. Disana saya masih bisa menjumpai bilik loket dan ruang kantor stasiun. Dibagian belakang bangunan stasiun kini dimanfaatkan warga sebagai kandang ternak, sedangkan dibagian ruang tunggu penumpang digunakan sebagai gudang.Menurut hipotesa saya pembangunan jalur di wilayah Pamotan selain diperuntukan  untuk angkutan penumpang juga digunakan sebagai angkutan hasil gula dari PG Pamotan dan angkutan kayu serta hasil pertanian yang banyak dijumpai diwilayah tersebut. 


Bekas Bangunan Stasiun Pamotan

Bekas Bilik Loket Stasiun Pamotan

Suasana Stasiun Pamotan Tahun 1947
Sumber: kitlv.nl

Kereta Melintas di Pamotan Tahun 1947
Sumber: kitlv.nl

            Hari mulai beranjak siang, perjalananpun saya lanjutkan kembali menuju Jatirogo Tuban Jawa Timur.Perjalanan saya menuju Jatirogo kurang lebih sejauh 24 kilometer dari Pamotan.Disepanjang perjalanan, saya disuguhi hamparan hutan yang masih asri.Sempat muncul kekawatiran saat melintas diarea hutan karena lokasinya yang benar-benar jauh dari pusat keramaian dan sepi.Ditambah lagi perjalanan saya lakukan seorang diri.
            Cukup jauh perjalanan saya menuju Jatirogo.Kondisi jalanan yang naik turun serta berliku-liku cukup memacu adrenalin saya.Diarea tersebut, jalur kereta melintas di area ladang dan hutan.Dibeberapa titik saya sempat menjumpai bekas pondasi jembatan kereta yang berdiri ditengah hutan membelah perbukitan.Jalur ini mungkin bisa dikatakan mirip dengan jalur kereta di Kedungjati Grobogan.Beberapa rel pun sempat saya lihat disekitar pos pengumpulan kayu milik Perhutani.Mungkin dulunya jalur yang melintas diarea ini banyak digunakan untuk mengangkut glondongan kayu dari hutan layaknya jalur yang ada di Blora yang pernah saya datangi.Akhirnya perjalanan sayapun tiba di wilayah Jatirogo.
            Setibanya di Jatirogo, saya mulai menjumpai bekas pondasi jalur kereta yang berada persis dipinggir jalan. Perjalananpun saya lanjutkan menuju pusat kecamatan. Didekat kantor polisi Jatirogo saya mendapati bangunan-bangunan rumah dinas Stasiun Jatirogo. Plang-plang milik PT. KAI pun juga banyak tertancap diarea tersebut. Bahkan nama jalan disekitar lokasi tersebut menggunakan nama Jalan Stasiun.
            Ternyata lokasi bekas Stasiun Jatirogo berada di area belakang kantor polisi. Bangunannya yang besar membuatnya mudah untuk dikenali.Setibanya di area stasiun, tak ada aktivitas yang berarti yang saya jumpai.Bangunannya pun kosong tapi dengan kondisi yang lebih baik jika dibandingkan dengan Stasiun Pamotan.Tampak sebuah meja billiard berada di bekas ruang tunggu penumpang.Dibagian emplasemen stasiunpun sudah tidak saya jumpai bekas rel kereta.
            Saat saya mengambil dokumentasi bangunan stasiun, tiba-tiba ada seorang kakek menghampiri saya.Ternyata beliau adalah mantan masinis yang dulu mengoperasikan kereta dari Jatirogo hingga Rembang.Beliaupun juga sempat bercerita kepada saya mengenai kondisi perkeretaapian dimasa lalu.Beliau berkisah bahwa pada zaman dahulu sebelum jalanan ramai oleh bus dan kendaraan pribadi, stasiun sangat ramai oleh penumpang yang hendak bepergian.Gerbong-gerbong kereta pun banyak yang terisi penuh.Namun setelah kedatangan bus diwilayah tersebut jumlah penumpang kereta turun drastis dan cenderung sepi.Hal itulah yang membuat stasiun ditutup oleh pemerintah.
            Stasiun Jatirogo merupakan stasiun paling barat di Kabupaten Tuban serta paling barat di Provinsi Jawa Timur.Stasiun ini dibangun oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) dan merupakan stasiun terminus paling timur yang dibangun oleh SJS.Dekade 1980-an adalah dekade terakhir stasiun ini beroperasi.Sebenarnya waktu itu ada keinginan untuk menggali informasi lebih dari kakek tersebut.Akan tetapi sayang usianya yang sudah senja membuat pendengaran dan ingatannya sedikit berkurang.Setelah cukup mendapatkan informasi dari kakek tersebut, sayapun berpamitan dan segera melanjutkan perjalanan kembali menuju Blora.

Bekas Pondasi Jembatan Kereta di Jatirogo

Rumah Dinas Stasiun Jatirogo


Bekas Emplasemen Stasiun Jatirogo

Mantan Masinis Jatirogo – Rembang

Bekas Bilik Loket Stasiun Jatirogo

Peresmian Kereta di Jatirogo
Sumber: kitlv.nl

            Dengan berakhirnya penelusuran saya di Stasiun Jatirogo berarti berakhir pula penelusuran saya di jalur milik Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS).Banyak pelajaran dan ilmu yang bisa saya dapat selama melakukan penelusuran.Merupakan sebuah harapan jika suatu saat jalur-jalur kereta di wilayah tersebut bisa direaktivasi kembali guna mendukung aktivitas masyarakat sekitar.
            Meninggalkan Jatirogo sayapun bergerak menuju Blora untuk melanjutkan perjalanan pulang.Selama diperjalanan saya kembali disuguhi pemandangan hutan jati yang luar biasa indahnya.Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama akhirnya saya tiba di Jepon Blora.Disana saya sempat mampir ke Stasiun Jepon untuk beristirahat sejenak.
            Perjalananpun berlanjut menuju Kota Blora.Disana saya memiliki misi untuk mampir ke bangunan dipo lokomotif Stasiun Blora yang beberapa waktu lalu belum sempat saya sambangi.Kurang lebih 10 kilometer dari Jepon, sayapun tiba di Stasiun Blora.Saya langsung menuju area bangunan dipo lokomotif yang terletak disebelah timur bangunan stasiun.Bekas bangunan dipo sekarang telah dirubah menjadi gudang.Bangunannyapun tampak kurang terawat.Dibagian atas bangunan masih terdapat tulisan identitas bangunan dipo.Beranjak dari bangunan dipo saya kemudian menuju sisi barat Stasiun Blora.Kali ini tujuan saya adalah mencari sarapan pagi untuk mengisi perut yang belum saya isi semenjak dari Lasem.


Pemandangan Hutan Jati Jatirogo - Blora

Bekas Bangunan Stasiun Jepon

Bekas Bangunan Dipo Stasiun Blora

Bekas Bangunan Stasiun Blora

            Setelah cukup puas mengisi perut, perjalananpun saya lanjutkan menuju ke Kota Sragen. Sebenarnya selama perjalanan pulang banyak bekas infrastruktur kereta api milik SJS yang masih bisa saya temukan seperti: bangunan stasiun, tiang sinyal, pondasi jembatan, bekas rel kereta, dan lain sebagainya. Akan tetapi karena dipetak tersebut pernah saya telusuri dan bahas diartikel saya sebelumnya, maka saya hanya mengambil beberpa dokumentasi dititik-titik tertentu saja.
            Perjalanan pulang menuju Sragen merupakan sebuah perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Terik matahari yang sangat panas ditambah lagi dengan kondisi jalan yang sedikit rusak dibeberapa titik membuat perjalanan saya bak berada di medan perang.
            Melintasi Stasiun Wirosari saya memutuskan untuk mengambil jalan pintas menuju Sragen dengan melewati wilayah Bedug Kuwu. Disana saya teringat akan sebuah jalur percabangan yang dulu menghubungkan Stasiun Wirosari dengan Stasiun Kradenan. Akan tetapi sayang saya tidak berhasil menemukan bekas percabangan jalur tersebut.Kurang lebih pukul satu siang akhirnya saya tiba di Sragen dengan selamat. Semoga dilain waktu dan kesempatan saya bisa melakukan blusukan kembali ditempat lain dengan cerita dan sejarah yang tak kalah menariknya. Semoga.

Bekas Pondasi Jembatan Kereta di Ngawen Blora
             
Bekas Tiang Sinyal Stasiun Wirosari Blora
  
Bekas Tanda Perlintasan Kereta Stasiun Wirosari Blora

_______________
Developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
_______________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama   












































           













23 komentar:

  1. Setuju bangunan Stasiun Lasem-nya unik. PR buat mlipir ke sana kalau jadi ke Lasem bulan depan nih ^^
    Btw tampilan blogmu yang baru bikin tulisannya lebih enak dibaca, keep writing bro!

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh kalau kamu ke lasem mungkin kalau mampir ke rembang aku nitip fotin stasiun rembang ya....

      Hapus
  2. Maaf saya sedang melakukan penelitian tentang Stasiun Demak apakah anda punya informasi/gambar lain tentang stasiun demak/jalur semarang-demak-blora
    Trimakasih

    BalasHapus
  3. ada,
    beberapa sudah saya upload di artikel saya di blog ini...

    BalasHapus
  4. ada,
    beberapa sudah saya upload di artikel saya di blog ini

    BalasHapus
  5. mas prima, luar biasa - terimakasih tulisannya, menarik sekali! salam kenal

    BalasHapus
  6. mas prima, luar biasa - terimakasih tulisannya, menarik sekali! salam kenal

    BalasHapus
  7. Terima kasih atas atensinya.

    BalasHapus
  8. Terima kasih atas atensinya.

    BalasHapus
  9. Sangat susah sekali kalau mau masuk ke bekas stasiun Pati karena sekarang jadi tempat karaoke dan bukanya sore hari...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya pak, untuk ambil gambarnya saja juga susah karena banyak diapit bangunan

      Hapus
  10. Om, mau ngeralat dikit.
    Gambar dengan keterangan "Bekas Jalur Kereta dari Juana Menuju Tayu" itu bukan rel menuju Tayu, melainkan rel tersebut menuju ke pelabuhan Juwana.
    Kalo rel arah Tayu sejajar dengan jalan Mangkudipuro, memotong jalan Daendles di pertigaan eks Tugu Sukun ke arah barat. Relnya sudah hilang, dulu tahun 2000 rel arah tayu masih tampak jelas di sisi selatan jalan Mangkudipuro (daerah Bakaran-Langgenharjo).

    Btw, saya suka dengan postingan om, sukses selalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas koreksi dan masukannya..😊

      Hapus
  11. tulisan anda sangat menarik...sukses sll mas

    BalasHapus
  12. Sekitar awal tahun 2008 masih terlihat sisa-sisa jalur rel mulai masuk kota rembang hingga arah lasem.pertengahan tahun 2008 mulai dilakukan pelebaran jalur pantura sehingga sisa-sisa rel itu diangkat semua. Disebelah selatan jembatan yang melintasi sungai karanggeneng ada bekas pondasi jembatan perlintasan KA. Kapan-kapan mungkin mas prima bisa kesana melihat-lihat. Sukses selalu mas.

    BalasHapus
  13. Saya tertarik dengan artikel mas prima yang mengangkat tema sejarah perkereta-apian khususnya telusur jejak rel KA yang non aktif yang masih tersisa atau bahkan hilang sama sekali.
    Saya berniat untuk memetakan kembali seluruh rel KA di Jawa, Sumatera atau wilayah lain jika ada, oleh karenanya saya membutuhkan peta (dalam bentuk apapun) yang akan saya proses kembali dalam sebuah peta/map 3 dimensi yang bisa di akses oleh gamer Cities: Skylines khusus di Indonesia mungkin mas prima bisa membantu saya jika mas memiliki koleksi petanya dan bisa dikirim ke email saya; Iskandar.roji@gmail.com
    Juga dengan senang hati jika mas prima mau bergabung dengan grup FB yang saya kelola "Cities:Skylines Nusantara (Indonesia)"
    Salut buat mas prima atas kecintaannya dengan Kereta Api Indonesia & sejarahnya.

    BalasHapus
  14. mas prima, saya tertarik sama tulisannya
    saya sekarang sedang meneliti tentang kereta api semarang rembang
    kalo misal mau tanya2 bolehkah?
    boleh minta cpnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh. Cp saya ad di bwah artikel saya di atas.
      Wa: 085 725 571 790

      Hapus
  15. Tulisan yang menarik, teruskan blusukan jalur mati. mantap

    BalasHapus
  16. Tulisan yang sangat menarik mas. Saya kelahiran Pati & rumah orang tua saya ada di belakang swalayan Ada, di jalan pemuda. Rel kereta sekarang sudah ditimbun/ditutup. Yg di depan swalayan Ada, posisi rel ada di bawah trotoar.

    Alun-alun kota Pati dulu terpisah oleh rel kereta, menjadi sisi utara & selatan. Rel kereta sekarang ditimbun tanah sehingga alun-alun pati menjadi satu dan terlihat rata seperti sekarang.

    Sampai saya lulus SMA tahun 1997, stasiun puri, pati masih utuh, tidak seperti sekarang yg sudah menjadi kafe/ tempat karaoke. Teman SMA saya ada yg pernah tinggal di kompleks stasiun puri, pati karena bapaknya pegawai PJKA kalo ngga salah.

    Saya sempat melihat kereta api yg melintas tahun 1985-an. Tahun segitu kereta sudah jarang lewat. Satu rangkaian kereta hanya 1-2 gerbong saja.

    BalasHapus
  17. Penelusuran ini pakai motor apa mobil Mas ?

    BalasHapus