Tampilkan postingan dengan label STASIUN JAGALAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label STASIUN JAGALAN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Maret 2017

BLUSUKAN MALANG RAYA  BAGIAN III:
MENGENANG JALUR TRAM GONDANGLEGI – DAMPIT

            Setelah pada blusukan sebelumnya saya menelusuri jejak tram di Kepanjen, kini penelusuran saya lanjutkan dari Gondanglegi hingga Dampit. Tak terasa hari sudah begitu teriknya. Cuaca kala itu memang sangat panas, namun dari kejauhan mendung yang begitu gelap pekat tampak terlihat dari arah Dampit. Perjalananpun segera saya percepat.
            Titik awal penelusuran saya menuju Dampit saya mulai dari Stasiun Gondanglegi. Menurut referensi yang saya peroleh, dari Stasiun Gondanglegi hingga Dampit kurang lebih terdapat tujuh pemberhentian tram, yaitu: Gondanglegi – Sepanjang – Sedayu – Turen (percabangan) – Talok – Rembun – Pamotan – Dampit. Total jalur tram antara Stasiun Gondanglegi hingga Dampit kurang lebih ada 15 kilometer ditambah 1 kilometer percabangan jalur dari Sedayu hingga Turen.
Jalur pada petak tersebut dibuka secara bertahap. Untuk tahap pertama jalur yang dibuka adalah Gondanglegi – Talok yang dibuka pada tanggal 9 September 1898 dengan panjang sejauh 7 kilometer. Tahap kedua adalah Talok – Dampit yang dibuka pada tanggal 14 Januari 1899 dengan panjang sejauh 8 kilometer. Sedangkan tahap ketiga atau yang terakhir adalah Sedayu – Turen yang dibuka pada tanggal 25 September 1908 dengan panjang hanya 1 kilometer.

Menurut informasi yang saya peroleh, sebenarnya percabangan jalur antara Gondanglegi hingga Dampit memiliki nasib yang sama seperti pada petak Gondanglegi – Kepanjen, yakni dicabut oleh Pemerintahan Dai Nipon saat menduduki Indonesia. Rel-rel tersebut dicabut untuk dipindah ke daerah lain atau disulap untuk dibuat alat perang. Akan tetapi nasib jalur tram antara Gondanglegi – Dampit jauh lebih baik dari pada jalur yang menuju ke Kepanjen, karena pascakemerdekaan jalur menuju Dampit dipasang kembali oleh Pemerintah Kolonial saat ingin merebut kembali kedaulatan Republik Indonesia. Jalur tram yang tidak dipasang kembali adalah percabangan antara Halte Sedayu hingga Turen yang memiliki panjang hanya 1 kilometer saja.

Peta Jalur Tram di Kota Malang
Sumber: Universiteit Leiden

Peta Percabangan Jalur Tram dari Gondanglegi Menuju Dampit (Kanan)
Sumber: kitlv.nl


Stasiun Gondanglegi

            Meninggalkan Gondanglegi perjalanan saya mulai menuju Dampit. Dari Gondanglegi kondisi geografis tanah mulai berbukit-bukit. Hal inilah yang membuat bekas jalur tram sedikit agak menjauhi jalan raya, meskipun dibeberapa titik ada juga jalur tram yang terletak disamping jalan raya. Bekas besi rel pun masih banyak saya jumpai. Dipetak ini saya juga banyak menjumpai gundukan-gundakan tanah yang tinggi yang merupakan bekas jalur kereta. Bekas pilar-pilar jembatan pun juga banyak saya jumpai. Maklum saja kondisi tanah yang berbukit-bukit membuat jalur tram harus dibuat sedemikian rupa agar tram bisa melaju dengan baik. Jalur tram di petak Gondanglegi – Sedayu ini posisinya berada di sebelah kiri jalan. Tidaklah sulit mencari bekas jalur dipetak ini, karena patok-patok milik PT. KAI banyak saya jumpai disepanjang jalur.

Bekas Jalur Tram Menuju Sedayu - Dampit


Bekas Pilar Jembatan Tram

Bekas Gundukan Tanah Jalur Tram Menuju Sedayu – Dampit (Kanan)

            Tak terasa perjalanan saya sampai di wilayah Sedayu. Hal ini ditandai dengan adanya sebuah pertigaan besar dimana terdapat percabangan jalan menuju Turen. Jika dilihat pada peta, dipertigaan tersebutlah dulu terdapat lokasi Halte Sedayu dan percabangan jalur menuju Turen. Lokasi percabangan jalur menuju Turen sebagian besar berada diarea Pabrik Senjata Pindad. Hal ini ditandai dengan plang milik PT. KAI yang tertancap disana. Bekas banguan Halte Sedayu memang sudah tidak berbekas, akan tetapi beberapa rumah dinasnya masih bisa saya temui disana.
            Dari pertigaan Sedayu perjalanan saya lanjutkan terlebih dahulu kearah Turen. Percabangan jalur dari Sedayu menuju Turen tidaklah panjang, yakni hanya 1 kilometer saja. Bekas jejak keberadaan tram di Turen memang sudah hilang sama sekali, termasuk bekas Halte Turen. Maklum saja jalur pada petak ini mulai non aktif saat pendudukan Jepang pada tahun 1943. Akan tetapi jika melihat dari peta, lokasi Halte Turen kurang lebih berada tak jauh dari kantor Pegadaian Turen atau sebelum Pasar Turen.

Peta Lokasi Halte Sedayu dan Halte Turen
Sumber: kitlv.nl

Pertigaan Sedayu (Foto Membelakangi Turen)

Bekas Tanda Perlintasan Kereta Api Didepan Pabrik Pindad

Sebuah Bangunan Didepan Pabrik Pindad

Perkiraan Area Lokasi Halte Turen

            Beranjak dari Sedayu, perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Talok. Kali ini bekas jalur tram masih berada disebelah kiri jalan. Bekas relnya pun masih banyak saya jumpai. Posisi rel sendiri ada sebagian yang berada diarea persawahan maupun disamping jalan raya. Tak berapa lama perjalanan saya tiba di Talok. Di titik ini posisi jalur kereta mulai bersilangan dengan jalan raya dan berpindah disebelah kanan jalan.
Menurut peta, didaerah Talok ini dahulu terdapat sebuah pemberhentian tram bernama Halte Talok. Namun berdasarkan informasi yang saya dapatkan, bekas bangunan Halte Talok kini sudah tidak ada dan digantikan dengan bangunan toko. Dari Talok jalur tram mulai menanjak karena kondisi geografis yang berbukit-bukit.

 Lokasi Halte Talok

Sumber: kitlv.nl


Bekas Jalur Tram di Sedayu Menuju Talok (Kanan)

Bekas Jalur Tram Menuju Talok (Kanan Atas)

Bekas Rel Melintas Diatas Sungai di Talok

Posisi Rel Memotong Jalan Memasuki Halte Talok (Kiri)

Area Perkiraan Lokasi Halte Talok

            Setibanya di Talok, kedatangan saya disambut dengan hujan yang sangat lebat. Perjalananpun segera saya lanjutkan menuju Dampit. Selama perjalanan menuju Dampit ini saya sudah tidak menemukan bekas rel jalur tram. Yang saya jumpai hanyalah bekas pondasi dan pilar-pilar jembatan yang melewati bukit-bukit. Dipetak ini banyak segali gundukan-gundukan tanah bekas jalur kereta. Hal ini dikarenakan Dampit merupakan wilayah yang cukup tinggi, sehingga jalur tram harus dibuat sedemikian rupa agar  tram bisa melaju dengan baik.
            Tak terasa perjalanan saya tiba di Pasar Dampit. Sayapun segera bergegas mencari lokasi Stasiun Dampit. Tidak mudah mencari lokasi Stasiun Dampit kala itu. Hujan yang turun dengan lebatnya serta kabut yang tebal ditambah kondisi Pasar Dampit yang padat membuat saya harus berputat-putar dan masuk kebeberapa gang perkampungan untuk mencari lokasi stasiun. Akhirnya setelah cukup lama berputar-putar, sayapun berhasil menemukan bekas bangunan Stasiun Dampit. Bangunannya sendiri memang nyelempit diantara perumahan warga. Bahkan kondisi bangunannya sendiri sudah tidak utuh. Kini bekas bangunan Stasiun Dampit digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat usaha mebel.

Bekas Pilar Jembatan Tram Menuju Dampit Tertutup Pepohonan

Bekas Pilar Jembatan Melintasi Sebuah Sungai Menuju Dampit

Tram Melintas di Kali Lesti Tahun 1919
Sumber: Universiteit Leiden

Bekas Jalur Tram di Area Persawahan

Bekas Pondasi Jembatan Tram Menuju Dampit


Bekas Bangunan Stasiun Dampit

Bekas Emplasemen Stasiun Dampit

Rumah Dinas Stasiun Dampit

Suasana Stasiun Dampit Tahun 1923
Sumber: Universiteit Leiden

            Disekitar Stasiun Dampit saya sempat berbicang-bincang dengan salah seorang warga. Beliau sedikit berkisah bahwa dulunya Stasiun Dampit merupakan stasiun yang cukup ramai. Banyak hasil pertanian dan perkebunan masyarakat sekitar yang diangkut menggunakan tram untuk dibawa dan dijual di Kota. Setelah angkutan jalan raya mulai mendominasi, sedikit demi sedikit tram mulai ditinggalkan dan berujung pada penutupan Stasiun Dampit.
            Hujan turun semakin deras. Udara dinginpun begitu menusuk tulang. Penelusuran saya di Dampitpun harus saya sudahi. Akhirnya selesai sudah penelusuran saya dipetak Jagalan – Kepanjen dan Jagalan – Dampit. Capek sudah pasti, namun banyak ilmu, pengalaman dan informasi yang saya peroleh selama penelusuran saya dipetak tersebut. Esok masih ada petak jalur Blimbing – Singosari dan Blimbing – Tumpang yang harus saya telusuri dengan petualangan yang tak kalah seru pastinya. Bersambung. 
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama         






























Selasa, 07 Maret 2017


BLUSUKAN MALANG RAYA  BAGIAN I:
MENGENANG JALUR TRAM JAGALAN - GONDANGLEGI

            Tak terasa hampir 2 tahun tidak berkunjung ke Kota Malang. Kali ini diawal bulan Maret 2017 yang bertepatan juga dengan kedatangan Raja Salman ke Indonesia, Alhamdulillah saya berkesempatan lagi mengunjungi Kota Malang yang berhawa sejuk ini. Entah ini kunjungan saya yang keberapa di Kota Malang, yang pasti setiap berkunjung ke kota ini selalu ada suasana berbeda yang saya rasakan. Lalu lintas yang macet dan pemukiman yang padat selalu menyambut setiap kedatangan saya di kota ini. Namun dibalik itu semua, Malang memiliki sisi lain yang indah untuk dikenang dan ditelusuri.
            Kali ini kedatangan saya ke Kota Malang selain untuk sedikit merasakan liburan, juga sembari saya persiapkan untuk melakukan blusukan bekas jalur tram di Kota Arema ini. Blusukan kali ini adalah blusukan saya yang kedua, dimana sebelumnya saya pernah melakukan blusukan jalur tram antara Blimbing hingga Tumpang. Pada kesempatan kedua ini, saya merencanakan untuk melakukan blusukan disemua jalur tram yang pernah ada di Kota Malang.
            Sedikit mengingat kembali sejarah tram di Kota Malang. Malang Stoomtram Maatschappij (MSM) merupakan salah satu perusahaan swasta kereta api Hindia Belanda yang diberi konsensi untuk membuka layanan kereta api berbasis tram di Kota Malang. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 14 November 1897 yang berasosiasi dengan perusahaan tram sejenis yakni Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM) yang memiliki trayek antara Kediri – Pare - Jombang. MSM sendiri berkantor pusat di daerah Jagalan Malang, dengan Stasiun Jagalan sebagai stasiun pusatnya.

            Diawal pendirian perusahaan setelah memperoleh konsesi dari pemerintah Hindia Belanda, MSM mulai membangun jalur tram secara bertahap. Hal ini dikarenakan terbatasnya dana yang dimiliki saat itu. Beberapa jalur yang dibuka dan berhasil diselesaikan oleh MSM hingga tahun 1908 diantaranya adalah: Singasari – Blimbing – Jagalan; Blimbing – Tumpang (arah bandara); Jagalan – Gondanglegi; Gondanglegi – Dampit (bercabang di Sedayu – Turen); dan Gondanglegi – Kepanjen.

Peta Jalur Tram di Malang
Sumber: Universiteit Leiden

Selain sebagai sarana angkutan penumpang, tram di Kota Malang juga ditujukan untuk angkutan hasil perkebunan seperti tebu. Seperti diketahui bahwa di Kota Malang kala itu memang banyak berdiri pabrik gula (suiker fabriek), dimana sebagai angkutan hasil industrinya menggunakan tram sebagai sarana distribusi ke stasiun-stasiun utama milik Staatsspoorwegen (SS) yang kemudian di distribusikan keseluruh Pulau Jawa maupun diekspor. Total jalur yang berhasil dibangun oleh MSM sepanjang 85 kilometer. Jalur tersebut diantaranya adalah:

Trayek
Jarak
Tanggal Pembukaan
Malang – Bululawang
Bululawang – Gondanglegi
Gondanglegi – Talok
Talok – Dampit
Gondanglegi – Kepanjen
Tumpang – Singasari
Malang – Blimbing
Sedayu - Turen
11 km
12 km
7 km
8 km
17 km
23 km
6 km
1 km
14 November 1897
4 Februari 1898
9 September 1898
14 Januari 1899
10 Juni 1900
27 April 1901
15 Februari 19033
25 September 1908


Ir. Diederik Johannes Maximilianus Govert
Direktur MSM tahun 1931 – 1935
Sumber: iisg Nederland

Kantor Pusat MSM tahun 1923 Setelah Renovasi
Sumber: Universiteit Leiden

            Penelusuran kali ini akan saya bagi kedalam beberapa bagian dikarenakan panjangnya rute yang akan saya lalui. Untuk bagian pertama ini, rute yang akan saya bahas yakni bekas jalur tram antara Stasiun Jagalan hingga Stasiun Gondanglegi yang berjarak kurang lebih 23 kilometer. Menurut referensi yang saya peroleh, disepanjang jalur antara Jagalan hingga Gondanglegi sejauh 23 kilometer tersebut, terdapat 10 pemberhentian tram yang terdiri dari Stasiun (St), Halte (H), dan Stopplats (S). Pemberhentian tram tersebut diantaranya adalah: Jagalan – Malang Kota Lama (SS) – Lowokdoro Kacuk – Kendalpayak – Sempalwadak – Bululawang – Krebet – Bulupayung – Ketawang – Gondanglegi.
            Perjalanan pertama saya pagi itu adalah menuju Jalan Halmahera dimana dijalan tersebut terletak stasiun pusat milik MSM yakni Stasiun Jagalan. Lokasi stasiun sendiri tidaklah jauh dari Stasiun Kota Lama Malang. Disekitar area stasiun, saya masih banyak menjumpai bekas rumah-rumah dinas pegawai PT. KAI yang merupakan peninggalan dari perusahaan MSM. Hal ini dikarenakan jagalan merupakan pusat dari MSM sehingga tak heran jika banyak rumah bekas karyawan MSM yang masih tersisa disana.
            Stasiun Jagalan bangunan utamanya masih kokoh berdiri, meskipun banyak mengalami perubahan. Stasiun tersebut kini disewakan oleh PT. KAI sebagai tempat tinggal. Di bagian emplasemen stasiun masih ada satu jalur kereta aktif yang digunakan sebagai jalur langsir kereta api pengangkut BBM dari Stasiun Kota Lama menuju Depo Pertamina. Sementara untuk jalur yang lain telah tertimbun tanah, bahkan disisi lain, bekas jalur kereta juga telah tertutup oleh lapak-lapak milik masyarakat sekitar.

Lokasi Stasiun Jagalan
Sumber: kitlv.nl


Emplasemen Stasiun Jagalan


Ujung Jalur di Stasiun Jagalan (Foto Membelakangi Stasiun)

Bekas Jalur Non Aktif Stasiun Jagalan yang Tertimbun Tanah

Bagian Depan Stasiun Jagalan yang Tertutup Kios

Jalur dari Stasiun Kota Lama Menuju Stasiun Jagalan

Jalur Kereta Menuju Dipo Pertamina

Beranjak Meninggalkan Stasiun Jagalan, perjalanan saya lanjutkan menuju Gadang. Disepanjang perjalanan menuju Gadang, saya masih banyak menjumpai bekas jalur tram yang berada disebelah kanan jalan. Bekas jalur tersebut terletak persis disamping jalan raya. Tak terasa tibalah saya di perempatan Gadang. Menurut referensi lain yang pernah saya baca, dulu di Gadang terdapat pemberhentian tram yang kini bekas bangunannya sudah tidak berbekas. Maklum saja, area disekitar Gadang merupakan area yang ramai dan padat, sehingga mungkin bekas bangunan pemberhentian kereta telah lama dirobohkan.
            Perjalanan saya lanjutkan menuju Kendalpayak. Hampir serupa dengan perjalanan saya menuju Gadang sebelumnya, dipetak Gadang – Kendalpayak bekas jalur tram dibeberapa titik masih bisa saya jumpai. Lokasinya pun masih berada disebelah kanan jalan. Akhirnya saya tiba disebuah area di Kendalpayak dimana saya menjumpai beberapa bekas rumah dinas pegwai stasiun yang masih berdiri. Kurang lebih ada tiga bangunan rumah dinas berukuran sedang yang masih berdiri disana. Sayapun sempat berhenti dan bertanya-tanya kepada salah seorang kakek yang kebetulan berada disana.
            Melalui percakapan yang saya lakukan, saya memperoleh informasi bahwa benar dahulu lokasi Stasiun Kendalpayak memang berada disekitar rumah dinas tersebut. Beliau berkisah bahwa dahulu dilokasi sekitar Alfamart yang ada disekitar area tersebut banyak tram yang berhenti untuk menaikturunkan penumpang dan bersilang.
Menurut info dari beliau, seiring dengan berjalannya waktu bangunan Stasiun Kendalpayak mulai dirobohkan. Bekas jalur keretanyapun juga telah tertimbun oleh aspal saat terjadi pelebaran jalan raya. Dari Stasiun Kendalpayak inilah bekas jalur tram mulai berpindah kesebelah kiri jalan dan masuk kedalam hutan menuju Sempalwadak. Saat saya menyusuri bekas jalur tersebut, saya juga menjumpai sebuah jembatan yang sangat tinggi yang dulunya merupakan jembatan lori yang kini digunakan masyarakat sebagai jembatan penyeberangan. Jika kita jeli, sebenarnya di sebelah jembatan tersebut masih tampak sebuah pondasi jembatan yang menurut saya adalah bekas jembatan tram menuju Sempalwadak.


Bekas Jalur Tram Menuju Gadang



 Rumah Dinas di Kendalpayak

Perkiraan Area Emplasemen Halte Kendalpayak

Bangunan Halte Kendalpayak
Sumber: Universitiet Leiden

Bekas Jalur Kereta dari Kendalpayak Menuju Sempalwadak


Bekas Jembatan Lori di Kendalpayak

Jembatan Tram di Kendalpayak

            Perjalanan saya lanjutkan menuju Sempalwadak. Dari Kendalpayak lokasi jalur tram mulai masuk kedalam hutan. Hal ini dikarenakan kondisi medan yang mulai sedikit landai. Sebelum memasuki wilayah Sempalwadak posisi rel mulai berada disamping jalan raya lagi atau tepatnya berada disebelah kiri jalan. Disekitar area tersebut bekas jalur tram masih bisa dijumpai, namun tidak begitu banyak.
            Akhirnya perjalanan saya tiba di Sempalwadak. Jika melihat peta posisi pemberhentian Sempalwadak, lokasinya berada agak masuk dari jalan raya atau tepatnya disudut sebuah pertigaan jalan. Secara teliti saya mencoba mencari lokasi tersebut. Akhirnya saya menemukan lokasi dimana dahulu terdapat pemberhentian Sempalwadak. Pemberhentian Sempalwadak memang lokasinya berada diarea perkampungan. Dahulu jalur tram diarea tersebut terhubung dengan Pabrik Gula (Suiker Fabriek) Sempalwadak yang kini sudah non aktif dan kalau tidak salah area Pabrik Gula tersebut telah diambil alih oleh PG Kebun Agung.

Peta Lokasi Stopplast Sempalwadak
Sumber: kitlv.nl


Rel Menuju Sempalwadak Mulai Memasuki Hutan

Bekas Jalur Tram Menjadi Hutan Menuju Sempalwadak (Kanan) dan Tampak Plang Milik PT. KAI

Bekas Jalur Tram Disekitar Pemberhentian Sempalwadak


Perkiraan Area Pemberhentian Sempalwadak


Bekas Lokasi Pabrik Gula Sempalwadak


Bekas Rel Menuju Bululawang

            Meninggalkan Sempalwadak perjalanan saya lanjutkan menuju Bululawang. Diarea tersebut bekas jalur tram masih banyak terlihat. Lokasinya masih berada di sebelah kiri jalan. Beruntung aspal jalan raya belum terlalu menutup bekas jalur tram diarea tersebut. Tak lama meninggalkan Sempalwadak perjalanan saya akhirnya tiba di Bululawang. Lokasi pertama yang saya tuju adalah Pasar Bululawang, karena menurut info yang saya dapatkan bekas Stasiun Bululawang berada tepat diarea pasar.
            Tak lama bagi saya mencari lokasi bekas Stasiun Bululawang, akhirnya saya menemukan bangunan Stasiun. Lokasinya kurang lebih berada dibelakang pasar. Bangunannya memang tidak begitu besar. Diemplasemen stasiun saya masih bisa menjumpai bekas jalur kereta yang telah tertutup oleh bangunan. Stasiun Bululawang kini disewakan untuk toko kelontong. Bentuk bangunannyapun masih asli.

Peta Lokasi Stasiun Bululawang
Sumber: kitlv.nl


Bangunan Stasiun Bululawang

Stasiun Bululawang Tahun 1919
Sumber: Universitiet Leiden

Bekas Jalur Tram di Emplasemen Stasiun Bululawang

Bekas Rel dari Bululawang Menuju Krebet (Kanan)

            Meninggalkan Pasar Bululawang perjalanan saya lanjutkan menuju Krebet. Setelah Bululawang posisi rel berada diarea perkampungan yang kemudian masuk kearea sebuah pondok pesantren. Dari area pondok tersebut jalur tram kemudian berada di samping jalan raya lagi mendekatai lokasi Pabrik Gula Krebet.
            Perjalanan sayapun tiba di sekitar Pabrik Gula Krebet. Menurut info yang saya dapatkan disekitar Pabrik Gula Krebet masih terdapat bangunan halte bernama Halte Krebet. Dikarenakan pada saat saya tiba dilokasi kondisi jalan sedang semrawut dan macet parah, sayapun tidak berhasil menemukan bangunan Halte Krebet. Saya hanya bisa mengabadikan bangunan utama PG Krebet yang kini telah bertransformasi menjadi PG Krebet Baru. Adanya jalur tram diarea ini dahulu juga turut menyokong kegiatan distribusi gula PG Krebet. Akan tetapi sayang seiring berjalannya waktu semua bentuk distribusi pabrik gula telah beralih menggunakan angkutan jalan raya.


Peta Lokasi Pabrik Gula Krebet dan Jalur Tram

Halte Krebet

Sumber: Foto Milik Bapak Toteaux Horatio

Pabrik Gula Krebet Baru 

Pabrik Gula Krebet dan Tram yang Melintas Tahun 1976
Sumber: Foto Milik Rob Dickinson

Jalur Tram Didepan PG Krebet
Sumber: Universitiet Leiden

Bekas Jalur Tram Didepan PG Krebet

Perjalananpun saya lanjutkan menuju Gondanglegi. Jarak antara Krebet hingga Gondanglegi lumayan jauh. Disepanjang perjalanan bekas jalur tram berada disebelah kiri jalan. Bekas jalurnyapun masih banyak yang terlihat. Bahkan disebuah titik, saya juga menjumpai bekas persilangan antara jalur tram dengan jalur lori.
            Perjalanan saya tiba di Gondanglegi. Kali ini lokasi pertama yang saya tuju adalah Pasar Gondanglegi. Setelah mencari-cari disekitar pasar, akhirnya saya menemukan bekas bangunan Stasiun Gondanglegi yang tak jauh dari sebuah makam. Jika dilihat dari ukurannya, Stasiun Gondanglegi memang cukup besar. Hal ini dikarenakan disinilah terdapat percabangan jalur menuju kearah Kepanjen dan kearah Dampit. Stasiun Gondanglegi pada masanya cukup ramai dan sibuk. Di stasiun ini dulunya dilengkapi dengan dipo lokomotif dan menara air.
            Dibagian emplasemen stasiun. saya masih bisa menjumpai bekas peron stasiun tempat naik turunnya penumpang yang mulai tertimbun tanah. Kini bekas Stasiun Gondanglegi disewakan oleh PT. KAI sebagai tempat tinggal. Ada beberapa keluarga yang mendiami bekas bangunan stasiun tersebut.


Bekas Jalur Tram Menuju Gondanglegi

Peta Lokasi Stasiun Gondanglegi
Sumber: kitlv.nl



Bekas Bangunan Stasiun Gondanglegi

Bekas Peron Stasiun Gondanglegi


Stasiun Gondanglegi Tahun 1919
Sumber: Universitiet Leiden

Dipo Lokomotif Stasiun Gondanglegi
Sumber: Foto Milik Bapak Toteaux Horatio

Demi mengejar waktu yang mulai beranjak siang dan cuaca yang mulai mendung, perjalananpun saya lanjutkan menuju Kepanjen dan Dampit. Untuk rute selanjutnya yang akan saya telusuri adalah Gondanglegi – Kepanjen. Penelusuran saya di Kepanjen akan saya tulis pada artikel yang terpisah. Bersambung.

----------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama