JALUR
MATI DALAM KOTA KENDAL: TERKUBUR DALAM TEBALNYA ASPAL PANTURA
Sabtu
tanggal 21 Maret 2015 bertepatan dengan libur hari raya Nyepi, saya kembali
berkesempatan melakukan blusukan jalur mati lagi. Entah ini blusukan saya yang
keberapa, tapi blusukan saya kali ini tentu saja ditempat yang berbeda dengan
tantangan yang berbeda pula. Tujuan saya kali ini adalah mencari jejak jalur
mati dalam Kota Kendal. Sedikit berbicara mengenai jalur mati di petak Kota
Kendal, dahulu di dalam Kota Kendal pernah dilewati jalur kereta api yang
menghubungkan antara Stasiun Kaliwungu dengan Stasiun Kalibodri via Stasiun
Kendal. Jalur tersebut dibangun oleh salah satu perusahaan kereta api swasta
Hindia Belanda yaitu Samarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Sekitar
tahun 1970 hingga 1980-an karena sarana kereta yang sudah tua dan banyaknya
angkutan jalan raya yang mulai beroperasi, membuat kereta api mulai
ditinggalkan dan ditutuplah jalur tersebut karena menurunnya jumlah penumpang.
Perjalanan saya kali ini seperti
biasa mengambil titik start dari Kota
Solo. Kurang lebih pukul enam pagi perjalanan saya mulai menuju Kota Kendal.
Blusukan saya kali ini sedikit berbeda dengan blusukan-blusukan saya sebelumnya
karena ada beberapa tempat yang akan saya kunjungi dalam satu waktu blusukan.
Tempat-tempat lain yang akan saya kunjungi dalam perjalanan kali ini selain
Kendal adalah Kota Semarang untuk mencari jejak stasiun pertama di Indonesia
dan Ambarawa untuk menengok proses reaktivasi Stasiun Ambarawa dan proses
pemugaran Museum Kereta Api Ambarawa.
Tujuan pertama saya adalah Kota
Kendal. Sesampainya di Semarang saya menyempatkan terlebih dahulu untuk mampir
ke Kecamatan Gunung Pati untuk menengok bekas kampus almamater saya disana.
Berlanjut meninggalkan Gunung Pati, perjalanan saya lanjutkan menyusuri jalanan
pantura menuju Kota Kendal. Kurang lebih pukul setengah sepuluh pagi saya mulai
memasuki Kota Kendal. Perjalanan berlanjut mencari lokasi Stasiun Kaliwungu sebagai
titik awal blusukan saya. Dalam blusukan saya kali ini ada beberapa stasiun dan
halte kereta yang akan menjadi target pencarian saya, yaitu: Stasiun Kaliwungu,
Halte Brangsong, Halte Cangkring, Halte Kendal Alun-Alun, Stasiun Kendal, Halte
Patebon, Halte Pegadon, dan Stasiun Kalibodri.
Menuju ke wilayah Kaliwungu,
pencarian saya akan keberadaan Stasiun Kaliwungu ternyata tidak semudah yang
saya bayangkan. Padahal Stasiun Kaliwungu masih menyandang stasus sebagai salah
satu stasiun aktif di Kendal. Kesulitan saya ini cukup beralasan, papan
petunjuk stasiun yang kecil dengan tulisan yang sudah tidak terlalu ketara
serta lokasi stasiun yang ditutupi oleh pemukiman padat penduduk membuat saya
harus tersesat berkali-kali. Berkat petunjuk dari seorang warga yang sempat
saya tanyai dipinggir jalan, akhirnya saya berhasil menemukan keberadaan
stasiun Kaliwungu yang berada tak jauh dari Pasar Kaliwungu.
Stasiun
Kaliwungu
Tiba
di Stasiun Kaliwungu saya bergabung bersama warga sekitar yang kebetulan sedang
bermain disekitar emplasemen stasiun. Saya berusaha mencari titik percabangan
jalur menuju Halte Brangsong yang berada di sebelah barat laut Stasiun
Kaliwungu. Pencarian saya kali ini tidak membuahkan hasil, saya tidak bisa
menemukan bekas titik percabangan jalur kearah Brangsong. Namun saya bisa
memperkirakan dimana titik percabangan jalur itu berada, yakni di sebelah barat
laut berdekatan dengan posisi Pasar Kaliwungu. Bekas percabangan jalur menuju
Brangsong mungkin sudah dicabut saat proses pembuatan double track di Kaliwungu.
Perkiraan Percabangan
Jalur ke Brangsong Arah Barat Laut
Beranjak
meninggalkan Stasiun Kaliwungu, perjalanan saya lanjutkan kearah Brangsong.
Selepas melewati Pasar Kali Wungu, tepatnya disebelah kanan jalan, saya mulai
menjumpai bekas jalur kereta yang secara keseluruhan kondisinya masih utuh.
Hanya dibeberapa titik saja bekas rel tampak melengkung dan patah. Saya mencoba
mengikuti kemana jalur tersebut mengarah. Sesuai prediksi saya, bekas rel
tersebut mengarah menuju Brangsong. Hal yang membuat saya heran disini adalah
sepanjang jalur menuju Brangsong tak ada satupun patok milik PT. KAI yang saya
jumpai. Hal ini berbeda sekali dengan jalur-jalur lain yang pernah saya
kunjungi dimana setiap jengkal jalur selalu ditandai oleh patok milik PT. KAI,
baik patok beton maupun patok besi. Ketiadaan patok tersebut merupakan
kesulitan tersendiri bagi saya untuk melacak jejak bekas jalur kereta.
Bekas jalur rel yang bersebelahan
dengan jalan raya ini mengingatkan saya akan jalur mati di sepanjang Grobogan
hingga Blora. Perbedaannya, bekas rel di jalur Kendal ini sebagian besar
kondisinya masih utuh. Akhirnya bekas jalur kereta menuntun saya ke pertigaan
Brangsong yang mengarah ke Kota Kendal. Selepas pertigaan Brangsong, saya sudah
tidak bisa menjumpai bekas jalur kereta. Asumsi saya, bekas jalur kereta telah
tertutup aspal jalan raya yang tebal.
Bekas Rel Menuju Brangsong
Didaerah Brangsong saya berusaha
mencari keberadaan Halte Brangsong. Sambil berjalan pelan tak satupun bangunan
yang menyerupai bangunan halte atau stasiun bisa saya temukan. Akhirnya
disekitar Pasar Brangsong saya mencoba bertanya pada seorang nenek yang
kebetulan berada di pinggir jalan. Saya menanyakan mengenai keberadaan lokasi
Halte Brangsong. Jawaban mengejutkan saya dapatkan dari nenek tersebut yang
menurut saya adalah warga asli Brangsong. Beliau mengatakan bahwa di Brangsong
tidak pernah ada bangunan stasiun atau halte, satu-satunya stasiun terdekat
hanyalah Stasiun Kaliwungu. Saya sempat bingung akan jawaban nenek tersebut
karena berbeda dengan referensi yang saya miliki.
Saya sempat melogika jawaban nenek
tersebut. Jika memang benar di Brangsong tidak pernah ada stasiun atau halte
hal itu mungkin bisa terjadi karena jarak antara Brangsong dengan Kaliwungu
tidaklah terlalu jauh, bahkan bisa dikatakan dekat. Tapi jika referensi yang
saya peroleh benar, itu juga bisa terjadi karena pada zaman dahulu jarak antara
stasiun atau halte memang tidak terlalu jauh untuk mengakomodasi penumpang.
Entah mana yang benar semua itu perlu untuk dikaji lebih lanjut lagi.
Meninggalkan Brangsong perjalanan
saya lanjutkan menuju Kota Kendal. Disepanjang perjalanan sebenarnya ada halte
yang saya lewati yaitu Halte Cangkring, akan tetapi saya tidak berhasil
menemukannya. Mungkin bangunan halte sudah lama dirubuhkan. Memasuki Kota
Kendal tepatnya dijalan Soekarno-Hatta, diseberang jalan saya menemukan
petunjuk keberadaan jalur kereta yaitu berupa bekas jembatan kereta yang
diatasnya telah dibangun jembatan baru. Jika kita tidak teliti, kita mungkin
tidak akan menyadari keberadaan jembatan tersebut.
Bekas Jembatan Kereta di Soekarno - Hatta
Bekas Jembatan
Tampak Samping
Bekas jalur kereta di dalam Kota
Kendal memang sudah terkubur oleh aspal jalan raya. Jembatan tersebutlah yang
menjadi salah satu bukti bahwa di dalam Kota Kendal pernah dilalui jalur kereta
api. Mungkin jika jalur tersebut masih hidup, kondisinya akan sama seperti
jalur kereta yang ada di Solo. Jika dilihat dari kondisi fisik jembatan
kondisinya masih kokoh dan kuat. Mungkin dahulu pemerintah setempat sengaja
mempertahankan jembatan tersebut sebagai tanda bahwa di dalam Kota Kendal
pernah dilalui kereta api.
Perjalanan saya lanjutkan menuju Alun-Alun
Kota Kendal untuk melacak keberadaan Halte Kendal Alun-Alun. Setibanya di
alun-alun, saya tidak menemukan petunjuk apapun. Saya hanya bisa memperkirakan
bahwa disekitar alun-alun itulah dulunya pernah berdiri Halte Kendal Alun-Alun.
Hal ini mirip dengan Kota Magelang yang juga memiliki stasiun atau halte yang
berada di alun-alun kota namun keberadaannya juga sama-sama telah hilang tak
berbekas.
Banyaknya bekas jalur kereta api yang
hilang di Kota Kendal menurut saya diakibatkan karena pembangunan kota yang
terus berkembang. Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki posisi
strategis karena lokasinya yang tepat berada di jalur pantai utara (pantura). Pembangunan
infrastruktur seperti jalan raya telah mengubur bekas jalur kereta peninggalan
SCS tersebut.
Perkiraan Lokasi Halte Kendal Alun-Alun
Berlanjut
meninggalkan Alun-Alun Kota Kendal saya segera tancap gas menuju Stasiun
Kendal. Tidak lah sulit bagi saya untuk menemukan Stasiun Kendal karena
lokasinya yang tepat berada disamping jalan raya. Lokasi Stasiun Kendal
tepatnya berada di jalan Brigjen Sudiarto Kelurahan Langenharjo. Posisinya
berada di kanan jalan dengan papan nama identitas stasiun yang cukup besar.
Diseberang jalan saya juga masih bisa menjumpai rumah dinas kepala stasiun yang
kosong tak berpenghuni.
Jika
dilihat dari kondisi bangunannya, Stasiun Kendal masih nampak terawat dengan
balutan cat warna putih bersih. Bekas relpun masih bisa kita temukan di
emplasemen stasiun. Saya memperkirakan bahwa disana dulu terdapat tiga jalur
kereta. Disamping bangunan stasiun saya juga masih bisa menemukan bekas water toren atau menara air yang dahulu
digunakan untuk menampung air untuk mengisi loko-loko uap. Kini Stasiun Kendal dimanfaatkan sebagai rest area dan terminal pemberhentian
truk-truk bermuatan besar.
Bekas Bangunan Stasiun Kendal
Stasiun Kendal Tempo Dulu
Sumber: kitlv.nl
Emplasemen Stasiun Kendal
Bekas Menara Air Stasiun Kendal
Rumah Dinas
Kepala Stasiun Kendal
Beranjak
meninggalkan Stasiun Kendal, perjalanan saya lanjutkan menuju daerah Petebon.
Sepanjang perjalanan dari Stasiun Kendal menuju Patebon saya tidak menjumpai
bekas rel kereta yang masih terlihat. Memasuki daerah Patebon tepatnya di
pertigaan lampu merah sebelum PG Cepiring, saya menjumpai bekas rel yang
melintas di depan rumah warga tertimbun aspal setebal 20 cm mengarah menuju
Pegadon. Asumsi awal saya mungkin benar, bahwa rel dalam Kota Kendal sebenarnya
masih ada namun telah tertimbun oleh tebalnya aspal jalan raya.
Perjalanan saya akhirnya tiba di
daerah Pegadon. Sesuai dengan prediksi saya sebelumnya, disini banyak sekali
bekas rel yang masih utuh yang bisa saya jumpai seperti halnya dengan bekas rel
yang ada di Kaliwungu. Mungkin karena ketebalan aspal di Pegadon tidak setebal
aspal dalam Kota Kendal dan lebar jalan raya yang tidak begitu lebar
mengakibatkan bekas rel masih bisa saya temui.
Ada
hal menarik yang saya temui di perbatasan Pegadon dengan Patebon. Saya
menemukan sebuah persimpangan antara jalur kereta api dengan jalur decauville milik PG Cepiring. Selain itu
saya juga menemukan sebuah percabangan jalur kereta yang menurut hipotesis saya
percabangan tersebut menuju kearah PG Cepiring yang dulu digunakan sebagai
jalur angkutan tetes tebu. Didaerah Pegadon posisi rel berada disebelah kiri
jalan jika kita dari arah Kota Kendal. Posisi rel mirip sekali dengan jalur
mati yang ada di daerah Wirosari menuju Blora.
Persimpangan Jalur Kereta dengan Decauville PG Cepiring
Bekas Jalur Angkutan
Tetes Tebu PG Cepiring
Disana
saya juga sempat mencari jejak dari jalur lori atau decauville milik PG Cepiring. Jika dibandingkan dengan kondisi
bekas rel kereta, bekas jalur lori sudah jarang bisa di temui. Jalur lori
tersebut mengarah ke perkebunan yang ada disekitar kawasan tersebut. Mungkin
pada zaman dulu area tersebut memang kawasan perkebunan tebu milik PG Cepiring.
Kini bekas decauville telah berubah
menjadi gang dan jalan kampung serta jalan setapak menuju sawah.
Bekas Jalur
Kereta Menuju Pasar Pegadon
Perjalanan
saya lanjutkan menuju Pasar Pegadon. Sebenarnya sebelum sampai di Pasar Pegadon
saya sempat beberapa kali tersesat karena minimnya papan penunjuk jalan.
Akhirnya tiba juga saya di Pasar Pegadon. Saya berjalan pelan untuk mencari
bangunan bekas Halte Pegadon, dimana sesuai dengan pengalaman saya bangunan
stasiun biasanya terletak di dekat pasar. Banyak sekali bangunan tua
berarsitektur Belanda dan Tionghoa yang ada disekitar pasar. Akan tetapi tak
satupun bangunan yang saya jumpai yang mirip dengan bangunan stasiun ataupun
halte. Bahkan papan milik PT. KAI pun juga tak saya jumpai. Yang saya jumpai
hanyalah bekas rel kereta yang masih utuh berdiri memanjang di samping pasar.
Asumsi saya mungkin bangunan stasiun atau halte sudah dibongkar seiring dengan
pembangunan dan perkembangan pasar.
Bekas Rel di Sekitar Pasar Pegadon
Bekas Jalur
Kereta Tertutup Semak Menuju Stasiun Kalibodri
Perpotongan
Jalur Menuju Stasiun Kalibodri
Kurang
lebih dua kilometer meninggalkan Pasar Pegadon, saya menemukan bekas rel yang memotong
jalan raya. Sayapun mencoba mengikuti bekas jalur tersebut yang melintas di
pekarangan belakang rumah warga. Kondisi jalur keretapun sudah rusak dan banyak
tertutup oleh semak belukar. Ternyata jalur yang saya ikuti tersebut menuntun
saya ke Stasiun Kalibodri. Disana saya masih bisa menjumpai titik percabangan
rel menuju ke Kendal meskipun bekas rel di area stasiun sudah tertimbun dengan
tanah.
Kurang
lebih pukul setengah dua belas siang perjalanan saya berakhir di Stasiun
Kalibodri. Masih banyak sekali informasi-informasi penting yang belum bisa saya
dapatkan selama perjalan blusukan saya kali ini. Mungkin lain kali saya bisa
blusukan di petak ini lagi untuk mengungkap hal-hal penting mengenai sejarah
jalur mati dalam Kota Kendal.
Perkiraan
Percabangan Jalur Menuju Kendal
Stasiun
Kalibodri
Beranjak
meninggalkan Stasiun Kalibodri perjalanan saya lanjutkan menuju Kota Semarang
untuk mencari jejak stasiun pertama di Indonesia. Blusukan saya mencari jejak
stasiun pertama di Indonesia akan saya bahas dalam tulisan saya di judul yang
berbeda.
________________
Artikel ini dikembangkan oleh: blusukanpabrikgula.blogspot.com
________________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama