MENENGOK RENOVASI MUSEUM AMBARAWA
Hampir satu jam
perjalanan saya menuju Ambarawa setelah melakukan blusukan di daerah Kemijen
Semarang untuk mencari jejak stasiun tertua di Indonesia. Tepat pukul tiga sore
akhirnya saya mendarat di Ambarawa. Suasana berbeda sentak menyambut kedatangan
saya. Sejumlah bangunan yang berada disekitar jalur rel antara Ambarawa hingga
Tuntang sudah diratakan dengan tanah. Selain itu wajah Museum ambarawa pun juga
terlihat semakin rapi.
Kebetulan saya sempat bertanya dengan
seorang warga asli Ambarawa yang menjadi juru parkir di area Museum Ambarawa
mengenai proses reaktivasi Stasiun Ambarawa. Beliau menjelaskan bahwa
penggusuran pemukiman warga di Ambarawa memang berkaitan dengan rencana
reaktivasi Stasiun Ambarawa yang akan dihubungkan dengan Stasiun Kedung Jati.
Beliau juga senang jika Stasiun Ambarawa akan dijadikan stasiun kereta regular.
Menurutnya, dengan reaktivasi stasiun otomatis akan meningkatkan ekonomi warga,
karena kawasan Ambarawa akan semakin ramai.
Setelah cukup berbincang-bincang,
saya pun melanjutkan blusukan saya ke Stasiun Ambarawa yang juga berfungsi
sebagai Museum Kereta Api Ambarawa. Tujuan saya kali ini bukanlah untuk
berwisata atau melihat koleksi museum, akan tetapi lebih melihat proses
reaktivasi Stasiun Ambarawa dan proses Renovasi Museum Ambarawa.
Sedikit berbicara mengenai sejarah
Stasiun Ambarawa, bangunan stasiun ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda
melalui perintah raja Belanda kala itu yaitu Raja Willem I pada tahun 1873.
Tujuan utama dibangunnya Stasiun Ambarawa adalah untuk kepentingan militer,
karena pada zaman dahulu Ambarawa merupakan salah satu pusat basis militer
pemerintah Hindia Belanda. Stasiun Ambarawa juga dikenal dengan nama Stasiun
Willem I, sesuai dengan nama pencetus pendiriannya. Pada zaman dahulu di
stasiun ini dilalui kereta dengan tujuan Semarang via Kedung jati, Magelang,
Jogja, Temanggung, dan Parakan. Seiring
dengan berjalannya waktu dan berkembangnya alat transportasi, Stasiun Ambarawa
mulai ditinggalkan penumpangnya. Akhirnya pada tahun 1976 Stasiun Ambarawa
resmi ditutup oleh pemerintah.
Dalam rangka melestarikan sejarah
perkeretaapian di Indonesia, maka pemerintah kala itu berinisiatif mendirikan
museum kereta api yang berfungsi sebagai tempat menyimpan peninggalan
perkeretaapian serta sarana edukasi bagi masyarakat. Akhirnya dipilihlah
Stasiun Ambarawa sebagai lokasi museum kereta api di Indonesia. Tepat pada
tanggal 6 Oktober 1976 Stasiun Ambarawa resmi berubah menjadi Museum Kereta Api
Ambarawa. Dan kini Museum Ambarawa melayani perjalanan kereta wisata ke Stasiun
Tuntang dan Stasiun Bedono.
Proses
Reaktivasi Jalur Kereta di Ambarawa
Sangat
berbeda sekali kondisi Museum Ambarawa saat ini. Dulu kondisi lokomotif serta
beberapa koleksi museum tampak tak terawat dan rusak. Lingkungan disekitar
stasiunpun juga nampak kotor. Akan tetapi setelah adanya proses renovasi ini,
kondisi museum nampak lebih rapi dan terawat. Lokomotif serta beberapa koleksi
lainnya pun juga tampak diperbaiki. Menurut informassi yang saya peroleh,
Museum Kereta Api Ambarawa akan dijadikan museum kereta api terbesar di Asia
Tenggara. Semoga rencana ini benar-benar terwujud agar masyarakat bisa mengenal
dan mengetahui sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Saat saya berkeliling di area
museum, ada hal menarik yang saya temukan disana. Ada dua buah bangunan kecil
yang terbuat dari kayu yang didirikan di samping stasiun mirip seperti bangunan
gazebo atau warung kopi. Saya penasaran dengan dua bangunan tersebut karena ada
sesuatu yang aneh dan unik yang mengusik rasa ingin tahu saya. Dugaan saya itu
pasti bangunan halte. Setelah mendekat ternyata dugaan saya benar, dua bangunan
tersebut adalah bekas bangunan halte kereta. Salah satu bangunannya adalah
bekas bangunan Halte Cicayur. Senang sekali rasanya bisa menemukan bangunan
halte disini. Halte adalah sebuah tempat yang digunakan untuk naik turunnya
penumpang kereta api selain stasiun. Halte tidak selalu memiliki bangunan,
kadang hanya berupa tempat berkumpul untuk naik dan turun penumpang kereta yang
diberi plang penanda. Selama blusukan yang pernah saya lakukan, banyak sekali
bangunan halte yang pernah saya temui dan rata-rata kondisinya kurang terawat.
Sebagai contoh halte disepanjang jalur Solo-Wonogiri.
Turn Table
Stasiun Ambarawa
Salah Satu
Gerbong Kayu Koleksi Museum Ambarawa
Loko Penarik
Tram Koleksi Museum Ambarawa
Gerbong Madura Koleksi Museum Ambarawa
Emplasemen
Stasiun Ambarawa
Bekas Bangunan Halte Cicayur
Bangunan Dipo
Lokomotif Stasiun Ambarawa
Halaman Stasiun
Ambarawa
Stasiun Ambarawa
Tahun 1890 – 1906
Sumber: kitlv.nl
Bangunan Gudang
Stasiun Ambarawa
Puas
menjelajahi isi Stasiun Ambarawa dan pertimbangan waktu yang semakin sore,
akhirnya tepat pada pukul empat sore saya pergi meninggalkan Stasiun Ambarawa
kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Kota Solo. Puas rasanya blusukan
saya kali ini, karena bisa menjangkau tiga tempat sekaligus dalam satu waktu.
Namun dibalik itu semua tersirat sedikit keprihatinan mengenai konservasi
bangunan cagar budaya yang dilakukan oleh pemerintah dimana banyak sekali
bangunan cagar budaya warisan kejayaan kereta api dimasa silam yang merana tak
terawat. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk menjaga
warisan cagar budaya yang menjadi bagian besar dari sejarah perjalanan bangsa
Indonesia.
Setelah
menempuh perjalanan kurang lebih selama dua jam, tak terasa perjalanan saya
sudah tiba di Kota Bengawan. Semoga dilain kesempatan saya bisa berkesempatan
kembali melakukan blusukan ditempat lain dengan cerita dan sejarah yang
berbeda. Semoga.
___________________________________________________
Developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
___________________________________________________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar