Jalur Lintas Stasiun Wirosari – Stasiun
Kradenan: Indahnya Bledug Kuwu dari Atas Kereta Uap
Jika mendengar nama Bledug Kuwu, pasti pikiran
kita akan membayangkan semburan lumpur panas bak lumpur Lapindo di Porong
Sidoarjo Jawa Timur. Hal tersebut memanglah benar, salah satu fenomena alam
langka tersebut memang benar ada di Kuwu Kabupaten Grobogan. Semburan lumpur
panas yang mengandung banyak mineral garam tersebut menjadi salah satu obyek
wisata wajib yang harus dikunjungi ketika berkunjung di Kabupaten Grobogan Jawa
Tengah.
Berbeda
dengan pemikiran kebanyakan orang mengenai Bledug Kuwu, Bledug Kuwu justru
mengingatkan saya akan sebuah jalur kereta yang pada zaman dahulu pernah
melintas di area semburan lumpur tersebut. Memang hal tersebut sudah jarang
diketahui orang karena area semburan Bledug Kuwu kini telah dikelilingi oleh
ladang persawahan. Sayapun mengetahui hal ini juga berdasarkan informasi dari
teman saya. Untuk mengobati rasa penasaran saya, maka saya merencanakan
blusukan di Bledug Kuwu Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Sambil
menyelam minum air, mungkin itulah peribahasa yang tepat waktu itu. Kebetulan
ada teman saya yang penasaran dengan Bledug Kuwu dan mengajak saya untuk
mengunjungi tempat tersebut. Kesempatan inipun tidak saya sia-siakan untuk
sekalian blusukan jalur mati kereta api di Kuwu yang sudah saya rencanakan
sejak dulu.
Sebenarnya
lokasi Bledug Kuwu dengan rumah saya tidaklah terlalu jauh dan bisa ditempuh
dengan waktu 1,5 jam saja, itupun dengan berkendara santai. Berangkat dari
rumah pukul delapan pagi perjalananpun saya mulai dengan mengambil rute
melewati Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Sepanjang perjalanan hutan jati dan
deretan bukit kapur menghiasi perjalanan kami. Rute dijalur ini memang sedikit
terpencil. Kondisi jalannya pun relatif sepi. Beruntung cuaca pagi itu tidak
terlalu terik sehingga kami bisa menikmati perjalanan dengan santai.
Kurang
lebih pukul setengah sepuluh pagi saya mulai memasuki Kecamatan Kradenan
Kabupaten Grobogan. Disini kondisi lalu lintas mulai ramai karena terdapat
jalan penghubung antara Grobogan dengan Cepu. Tak lama kemudian saya tiba
diarea obyek wisata Bledug Kuwu. Lokasi wisata Bledug Kuwu memang berada tepat
disamping jalan raya, sehingga pengunjung dari luar kota tidak perlu susah
payah mencari lokasi obyek wisata ini. Papan penunjuk menuju lokasi wisata
inipun banyak terpasang dibeberapa titik dan cukup jelas.
Bledug Kuwu
Sumber: Akarasa
dan Kompas
Setelah puas menikmati pesona Bledug
Kuwu, kini blusukan saya mulai. Blusukan saya kali ini adalah menelisik jalur percabangan
antara Stasiun Wirosari SJS dengan Stasiun Kradenan NIS yang bercabang di
daerah Dagangan. Sejauh yang saya ketahui di Kabupaten Grobogan sendiri
terdapat dua jalur penghubung antara Jalur kereta milik SJS dengan jalur kereta
milik NIS, yaitu di Stasiun Ngrombo kearah Simpang Lima Purwodadi dan dari
Dagangan menuju Stasiun Kradenan NIS.
Dimasa lalu wilayah Kabupaten
Grobogan dan Kabupaten Blora memang banyak didominasi area hutan jati, sehingga
tak jarang jika kita melihat peta lawas buatan Belanda kita akan menjumpai
banyak sekali decauville angkutan
kayu yang terhubung dengan jalur-jalur utama kereta api. Konektivitas antara
jalur Samarang Joana Stoomtram Maatscappij (SJS) dengan jalur milik NIS sendiri
juga merupakan sarana untuk memudahkan transportasi masyarakat dan distribusi
barang dimasa lalu.
Dari Bledug Kuwu perjalanan saya
mulai menuju Stasiun Wirosari. Kurang lebih 5 kilometer dari Bledug Kuwu
akhirnya saya tiba di Stasiun Wirosari. Masih sama seperti saat saya pertama
berkunjung di stasiun ini 2 tahun yang lalu, bangunan Stasiun Wirosari masih
dimanfaatkan sebagai toko material bangunan. Bangunan stasiun sendiri masih
asli dengan didominasi material kayu. Stasiun Wirosari merupakan salah satu
stasiun yang dibangun oleh SJS di Wirosari Kabupaten Grobogan yang dibuka pada
tahun 1894. Stasiun ini terletak dijalur lintas Purwodadi – Blora. Lokasi
stasiun sendiri persis berada disamping jalan raya. Tahun 1987 merupakan tahun
terakhir stasiun ini beroperasi. Bekas jalur kereta masih bisa ditemui
dibeberapa titik meskipun sebagian besar telah tertutup bangunan dan aspal
jalan raya. Disebelah timur stasiun ini terdapat TPK dimana dahulunya juga
terdapat percabangan jalur decauville
angkutan kayu.
Lokasi Stasiun
Wirosari
Sumber: kitlv.nl
Stasiun Wirosari
Saat Masih Aktif
Sumber: Diambil
dari Video Perjalanan Kereta Api Indonesia
Papan Nama
Stasiun Wirosari
Sumber: Diambil
dari Video Perjalanan Kereta Api Indonesia
Jalur Kereta
Menuju Stasiun Wirosari
Bekas Jalur
Kereta Tertimbun Bangunan Menuju Stasiun Wirosari
Rumah Dinas
Stasiun Wirosari
Bangunan Utama
Stasiun Wirosari
Beranjak meninggalkan Stasiun
Wirosari perjalanan saya lanjutkan menuju daerah Dagangan. Kurang lebih 100
meter meninggalkan Stasiun Wirosari, saya menjumpai percabangan jalur kearah
TPK disebelah kiri jalan. Percabangan tersebut merupakan decauville yang dahulu dilalui kereta angkutan kayu menuju hutan
jati. Diseberang jalan saya juga menjumpai bekas tiang sinyal Stasiun Wirosari
yang masih tegak berdiri.
Percabangan
Jalur ke TPK
Bekas Tiang
Sinyal Stasiun Wirosari
Terik matahari
mulai terasa membakar, perjalananpun segera saya lanjutkan menuju Dagangan.
Ternyata tak mudah mencari percabangan jalur kereta di wilayah Dagangan.
Beberapa kali saya tersesat dan menemui jalan buntu. Bahkan nyasar ke pemakaman
umum pun juga saya alami. Akhirnya setelah mencocokkan dengan peta yang saya
bawa, saya mencoba memasuki sebuah gang kecil disebuah perkampungan warga.
Jalannya tidak beraspal melainkan hanya berupa polesan semen. Takut tersesat
sayapun memastikan pada seorang warga bahwa jalan yang saya ambil adalah jalan
alternatif menuju Kuwu. Kali ini saya beruntung, jalan yang saya ambil memang
tepat dan warga tersebut menyuruh saya untuk mengikuti jalan kampung hingga bertemu jembatan.
Bekas jalur kereta diwilayah
Dagangan ini sudah sangat sulit dikenali karena telah berubah menjadi jalan
kampung. Bekas besi rel kereta maupun patok milik PT. KAI tak satupun saya
jumpai disana. Saya hanya mengandalkan peta yang saya bawa sebagai penunjuk
jalan. Jalur penghubung ini merupakan salah satu jalur yang dibangun oleh
Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) menuju Stasiun Kradenan yang
merupakan salah satu stasiun milik NIS di Grobogan. Saya belum mendapatkan
informasi secara pasti kapan jalur ini dibangun, akan tetapi asumsi saya mengatakan bahwa jalur ini
dibangun tidak lama setelah SJS merampungkan pembangunan jalur dari Purwodadi
menuju Cepu.
Percabangan
Jalur SJS di Dagangan menuju Kradenan
Pelan tapi pasti perjalanan saya
lanjutkan menyusuri jalan kampung. Sayapun juga masih belum menemukan bekas
besi rel kereta maupun patok milik PT. KAI sebagai penanda. Akan tetapi jika
dilihat dari bentuk dan lengkung jalan bisa dipastikan bahwa jalan tersebut
merupakan bekas jalur kereta api.
Tak lama kemudian saya mulai
memasuki hutan bambu. Dari kejauhan saya mulai melihat jembatan tua dengan
konstruksi baja yang melintas diatas sungai yang cukup besar. Jembatan tersebut
ternyata adalah bekas jembatan kereta api yang kini disulap warga menjadi
jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut cukup panjang dan besar. Diperlukan kehati-hatian
untuk melintas diatas jembatan tersebut karena alas jembatan hanya terbuat dari
papan kayu yang sudah mulai rapuh dan berlubang. Apalagi dimusim hujan saat ini
kondisi jalan semakin licin. Debit sungai yang besar serta arus yang kuat
menjadi ancaman tersendiri yang telah menanti dibawah. Motorpun harus kami gas
secara perlahan.
Melintas diatas jembatan tersebut
kita tidak boleh sembarangan. Lebar jembatan yang kecil membuat kita harus
antri dengan pengguna lain yang ingin menyeberang dari arah berlawanan. Sehingga
sebelum melintasi jembatan, kita harus memastikan bahwa dari arah berlawanan
tidak ada kendaraan yang sedang melintas. Berikut adalah beberapa gambar
jembatan yang berhasil saya abadikan.
Ujung Jembatan
Kondisi Jalan
Setelah Jembatan
Setelah berhasil melalui jembatan dengan
selamat, perjalananpun saya lanjutkan kembali. Saya mengira bahwa setelah
melintasi jembatan kondisi jalanan akan jauh lebih baik, tapi ternyata tidak
sesuai dengan perkiraan saya. Disebuah dusun setelah jembatan kondisi jalanan
sangat rusak parah. Ditambah kondisi yang becek membuat saya harus melajukan
motor dengan sangat hati-hati. Perjalanan saya akhirnya tiba diarea persawahan.
Disini kondisi jalanan sudah cukup baik karena sudah dipoles dengan semen.
Cuaca semakin terik, perjalananpun saya percepat menuju Kradenan.
Bekas Jalur
Kereta Menuju Kradenan
Setelah berjalan cukup jauh
menyusuri area persawahan, akhirnya saya tiba di Bledug Kuwu. Tepat disebelah
timur laut dari Bledug Kuwu atau diujung tikungan jalan raya dahulu disana
terdapat Stopplast atau pemberhentian
kereta api bernama Stopplast Bledug.
Hal ini merujuk pada peta lawas buatan Belanda yang saya miliki. Akan tetapi
disekitar area tersebut saya tidak menjumpai bekas bangunan sama sekali, yang
ada hanyalah pembatas jembatan kecil yang sudah mulai rusak. Asumsi saya Stooplast Bledug mungkin bangunannya
hanya berupa kayu sehingga sudah hilang atau lapuk dimakan usia atau mungkin
hanya berupa tanah lapang kecil tempat naik turunnya penumpang.
Lokasi Stopplast Bledug
Sumber: kitlv.nl
Perkiraan Lokasi
Stopplast Bledug
Bledug Kuwu dari
Lokasi Stopplast Bledug
Bekas Jalur
Kereta Menuju Kradenan
Perjalanan saya lanjutkan kembali
menuju Kradenan. Berhubung bekas jalur kereta dari Bledug Kuwu menuju Kradenan
becek dan penuh lumpur, sayapun memilih mengambil jalan memutar dengan
pertimbangan keselamatan. Tak lama berjalan akhirnya saya tiba di pusat
Kecamatan Kradenan. Didekat Pasar Kradenan saya mulai melihat beberapa potongan
besi kereta yang masih tampak samar dijalanan.
Tak
berapa lama kemudian saya mulai menjumpai bangunan besar mirip bangunan stasiun.
Ternyata bangunan tersebut adalah Stopplast
Kuwu. Sesuai dengan peta bahwa setelah Stopplast
Bledug menuju Kradenan terdapat satu pemberhentian kereta lagi yakni Stopplast Kuwu. Yang membuat saya
sedikit heran adalah meskipun dahulu hanya berstatus stopplast namun ukuran bangunanya cukup besar sekelas halte ataupun
stasiun. Bahkan disana juga terdapat bangunan gudang dan rumah dinas meskipun
kondisinya tidak terawat.
Setelah
saya mencari beberapa referensi saya mengambil hipotesis kenapa Stopplast Kuwu memiliki ukuran bangunan
yang cukup besar karena pada zaman dahulu pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan
pernah berpindah di Kradenan. Hal ini dikarenakan peperangan yang berkecamuk saat
masa revolusi dimana pusat Kabupaten Grobogan di Purwodadi hancur luluh lantah
oleh serangan udara Belanda. Akibat pemindahan pusat pemerintahan tersebut
mungkin bangunan Stopplats Kuwu
dirombak dan diperbesar guna mendukung roda pemerintahan kala itu.
Disekitar
area Stasiun Kuwu sudah sulit menemukan bekas jalur kereta. Bahkan dibekas
emplasemen stasiunpun kini telah berubah menjadi jalan perkampungan. Kini bekas
bangunan Stasiun Kuwu dimanfaatkan untuk usaha konveksi.
Lokasi Stopplast Kuwu
Sumber: kitlv.nl
Bekas Jalur
Kereta Menuju Stasiun Kuwu (Ke Kanan)
Bangunan Stasiun
Kuwu
Saat saya mengambil gambar di
emplasemen Stasiun Kuwu, kebetulan ada seorang warga yang menyuruh saya mampir
kerumahnya yang berada disekitar area stasiun. Demi menghormati tawarannya
sayapun mampir sejenak siapa tahu saya bisa memperoleh informasi mengenai
sejarah Stasiun Kuwu. Disaat kami mulai berbincang, ternyata perbincangan warga
tersebut lebih didominasi kearah curhat masalah hidup. Masalah yang diceritakan
adalah tingginya harga sewa yang ditetapkan oleh PJKA (sekarang PT. KAI). Beliau
berkisah sejak Stasiun Kuwu non aktif pihak PJKA mulai membuat tanah kavling
disekitar area stasiun yang kemudian disewakan kepada warga.
Beliau bercerita bahwa harga sewa
tanah yang ditetapkan oleh PT. KAI cenderung mahal dan selalu naik dari waktu
ke waktu. Dahulu sewa tanah hanya Rp 3.500,-/ m namun sekarang menjadi Rp
5.000,-/m. Bahkan sayapun juga ditunjukkan surat perjanjian sewa menyewa tanah
PT. KAI tersebut. Hal tersebut tentu sangat memberatkan bagi warga kurang mampu
seperti beliau. Beliau bingung harus menyampaikan keluh kesahnya kepada siapa.
Sebagai pihak yang tidak memiliki wewenang sayapun tidak bisa memberikan solusi.
Selain membahas masalah hidup beliau
saya juga mendapatkan informasi sedikit mengenai legenda Bledug Kuwu. Bagi
masyarakat Kuwu, lokasi Bledug Kuwu merupakan tempat yang sakral. Bahkan masyarakat
sekitar jika ingin mengadakan hajatan besar harus minta ijin terlebih dahulu pada
“simbah” yang ada di Bledug Kuwu. Sempat ada kejadian ketika tetangga beliau
yang berasal dari Madura hendak mengadakan hajatan nikahan. Malang tak dapat
ditolak, orang Madura tersebut tidak meminta ijin terlebih dahulu dan akhirnya
siempunya hajatan terkena penyakit seperti kesurupan ular dengan lidah yang
selalu menjulur keluar. Berbagai macam pengobatanpun sudah dicoba namun gagal. Akhirnya
setelah orang Madura tersebut melakukan ritual di Bledug Kuwu, dia langsung
sembuh dari penyakitnya. Percaya atau tidak percaya itulah kenyataannya. Dan hal
tersebut memang adat yang berlaku diwilayah tersebut.
Setelah cukup mendengarkan kisah
dari beliau, sayapun minta ijin pamit untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini
perjalanan saya lanjutkan menuju lokasi terakhir yaitu Stasiun Kradenan. Tepat
didepan Pasar Kuwu terdapat bekas jalur kereta yang berbelok masuk kedalam
gang. Sayapun mengikuti bekas jalur tersebut. Diarea tersebut saya mulai
menjumpai banyak patok milik PT. KAI sebagai penanda bekas jalur kereta.
Bekas Jalur
Kereta dari Stasiun Kuwu Menuju Kradenan
Bekas Jalur
Kereta Menjadi Jalan Kampung
Setelah menyusuri
jalanan kampung, akhirnya saya tiba di jalan raya Grobogan – Cepu. Sesuai
dengan peta yang saya bawa, bekas jalur kereta menuju Stasiun Kradenan berada
tepat diutara jalan raya. Lumayan, kali ini penelusuran saya sedikit mudah. Disepanjang
jalan saya sudah tidak menjumpai bekas rel kereta karena telah tertutup beton
jalan raya. Akan tetapi saya masih bisa menjumpai beberapa patok milik PT. KAI
dan bekas jembatan kereta api.
Akhirnya perjalanan saya tiba di
Stasiun Kradenan. Tepat diseberang stasiun saya menjumpai dua buah jalur kereta
sebelum masuk ke area stasiun. Namun bekas jalur tersebut sudah samar oleh tanah.
Tiba di halaman stasiun suasana sepi menyambut kedatangan saya. Meskipun bangunan
Stasiun Kradenan masih tampak kokoh akan tetapi kondisi bangunan tersebut agak
kurang terawat. Bahkan rumah dinasnya pun sudah banyak yang rusak. Rumputpun tampak
lebat tumbuh dihalaman stasiun.
Lokasi Stasiun
Kradenan
Sumber: kitlv.nl
Bekas Jalur
Kereta Sebelum Masuk Stasiun Kradenan
Lokasi
Persilangan Jalur Kereta dengan Jalan Raya di Depan Stasiun Kradenan
Bekas Rel dari
Kuwu Masuk ke Stasiun Kradenan Disebelah Timur
Bangunan Stasiun
Kradenan
Stasiun Kradenan merupakan salah
satu stasiun yang dibangun oleh NIS yang berada diantara jalur dari Purwodadi
menuju Cepu. Selain memiliki percabangan menuju Stasiun Wirosari, di stasiun
ini dahulu juga memiliki percabangan decauville
kearah selatan menuju Crewek sebagai jalur angkutan kayu. Stasiun Kradenan
merupakan salah satu stasiun bersejarah diwilayah Grobogan. Hal ini dikarenakan
pada saat perang lokasi ini pernah menjadi sasaran pengeboman pasukan Hindia
Belanda yang menghancurkan bangunan stasiun serta banyak menewaskan masyarakat
pribumi pada waktu itu. Berikut adalah kisah pengeboman Stasiun Kradenan dimasa
lalu yang saya kutip dari baltyra.com.
“Antara akhir tahun 1945
atau awal tahun 1946 Desa Kradenan dibom. Desa Kradenan terletak di Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Saya tidak menemukan tanggal pasti
kapan kejadian pengeboman ini. Saya menduga pengeboman ini berhubungan dengan
kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia. Mungkin berhubungan dengan kejadian 10
November di Surabaya.
Beginilah cerita yang
saya dapatkan dari emak, engkong dan mama saya:
Pasar Kradenan mulai
ramai. Emak sedang bersiap untuk pergi ke pasar. Semua dagangan telah disiapkan
sore sebelumnya. Sungali dan dua kuli lainnya sudah siap untuk mengantar
dagangan tersebut ke pasar. Namun mama rewel dan menangis terus. Saat itu mama
berumur sekitar 5 tahunan. Emak mencoba untuk menenangkan mama. Namun mama
terus saja menangis. Hal tersebut membuat emak jengkel. Dia memerintahkan
Sungali dan dua kuli lainnya untuk segera berangkat ke pasar. Sementara emak
masih berupaya untuk menenangkan mama. Tiba-tiba BUMMMM, ledakan keras
terdengar dari arah stasiun kereta dan BUMMMM – BUMMMMM terdengar dua ledakan
lainnya terjadi di jalan kearah pasar di dekat gudang depo. Emak segera berlari
keluar. Engkong yang sadar bahwa ada bahaya besar, segera mencegah emak untuk
keluar rumah.
Tiga buah bom besar
jatuh. Stasiun kereta hancur. Gudang kereta api yang kami sebut depo lolos dari
bom. Dua bom yang sepertinya diarahkan ke depo, jatuh di jalan pasar yang penuh
manusia. Jalan menuju pasar melewati halaman gudang depo kereta api, sehingga
para pedagang yang sedang mengangkut dagangan dan orang kampung yang sedang
menuju pasar menjadi korban. Dua kuli yang membawa dagangan emak hancur lebur
tubuhnya, sementara Sungali selamat karena dia berangkat agak lambat. ”Kami tak
bisa menemukan mayatnya. Hanya beberapa gumpal daging yang tersisa. Bahkan ada
beberapa daging yang berada di atas pohon trembalo. Banyak korbannya”, kata
emak saya saat dia menceritakan peristiwa tersebut.
Berbagai versi mengapa
Desa Kradenan dibom adalah karena tentara Sekutu ingin menghancurkan jaringan
kereta api (stasiun dan depo) yang merupakan alat tarnsportasi minyak dari
Cepu. Ada juga yang mengatakan bahwa pengeboman tersebut sebenarnya ingin
menghancurkan Tempat Penimbunan Kayu (TPK) yang merupakan sumber ekonomi RI,
tetapi meleset. TPK terletak sekitar 150 meter dari jalan pasar yang dibom.
Cerita lainnya mengatakan bahwa Sekutu menduga para pejuang bersembunyi di
rerimbunan pohon-pohon trembesi yang ada di TPK. Mana yang benar? Saya tidak
mendapatkan info yang sahih tentang hal ini.
Di tempat dimana bom
tersebut jatuh kini didirikan Tugu Pahlawan. Tugu ini dibangun pada tahun 1958.
Seingat saya, dulu tertera tanggal pengeboman, tetapi kini tanggal tersebut
telah hilang.
Beberapa hari setelah
peristiwa pengeboman, ada perintah untuk masing-masing rumah membuat lubang
persembunyian yang diatasnya ditutup dengan batang pisang. Engkong membuat
lubang yang cukup besar disamping toko. Begitu ada suara pesawat terbang,
mereka berhamburan sembunyi di lubang tersebut.
Suatu hari saat Pak Haji
Nurrohmad berkunjung ke toko engkong, tiba-tiba ada suara pesawat. Keluarga
engkong lari ke lubang, sementara Pak Haji malah keluar. Akibatnya dia
tertembak di bagian pantatnya. Darah menghambur. Setelah pesawat menghilang,
engkong menarik Pak Haji yang kesakitan ke dalam lubang persembunyian.
Dilepasnya baju mama dan dipakai untuk menyumbat luka di bagian pantat Pak
Haji. Pada saat maghrib Pak Haji dipikul di atas dipan untuk diantar ke rumah
Pak Mantri Jasman, suami bidan Dinah. Sejak itu Pak Haji sangat sayang kepada
mama. Bahkan mama dianggapnya anaknya sendiri. Setiap lebaran, mama selalu
mendapat baju baru dari Pak Haji. (http://baltyra.com/2012/01/27/pengeboman-stasiun-keradenan)
Untuk mengenang
peristiwa besar yang pernah terjadi di Stasiun Kradenan, dibangunanlah sebuah monumen
berbentuk peluru yang terbuat dari kayu sebagai pengingat kejadian tersebut. Kini
peristiwa tersebut sudah banyak dilupakan oleh masyarakat. Bahkan kondisi monument
kayu tersebut tampak tidak terawat.
Monumen Didepan Halaman Stasiun Kradenan
Dengan tibanya saya di Stasiun
Kradenan, maka berakhir pula perjalanan blusukan saya menelusuri bekas jalur kereta
antara Stasiun Wirosari hingga Stasiun Kradenan. Meskipun singkat, namun
blusukan kali ini sangat seru serta banyak pengalaman dan ilmu baru yang saya
dapatkan. Semoga kedepan akan ada pengalaman dan ilmu baru lagi yang lebih
menarik. Salam.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / FB, EMAIL: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar