Selasa, 31 Maret 2015

JALUR MATI KOTA KENDAL

  JALUR MATI DALAM KOTA KENDAL: TERKUBUR DALAM TEBALNYA ASPAL PANTURA


Sabtu tanggal 21 Maret 2015 bertepatan dengan libur hari raya Nyepi, saya kembali berkesempatan melakukan blusukan jalur mati lagi. Entah ini blusukan saya yang keberapa, tapi blusukan saya kali ini tentu saja ditempat yang berbeda dengan tantangan yang berbeda pula. Tujuan saya kali ini adalah mencari jejak jalur mati dalam Kota Kendal. Sedikit berbicara mengenai jalur mati di petak Kota Kendal, dahulu di dalam Kota Kendal pernah dilewati jalur kereta api yang menghubungkan antara Stasiun Kaliwungu dengan Stasiun Kalibodri via Stasiun Kendal. Jalur tersebut dibangun oleh salah satu perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda yaitu Samarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Sekitar tahun 1970 hingga 1980-an karena sarana kereta yang sudah tua dan banyaknya angkutan jalan raya yang mulai beroperasi, membuat kereta api mulai ditinggalkan dan ditutuplah jalur tersebut karena menurunnya jumlah penumpang.
            Perjalanan saya kali ini seperti biasa mengambil titik start dari Kota Solo. Kurang lebih pukul enam pagi perjalanan saya mulai menuju Kota Kendal. Blusukan saya kali ini sedikit berbeda dengan blusukan-blusukan saya sebelumnya karena ada beberapa tempat yang akan saya kunjungi dalam satu waktu blusukan. Tempat-tempat lain yang akan saya kunjungi dalam perjalanan kali ini selain Kendal adalah Kota Semarang untuk mencari jejak stasiun pertama di Indonesia dan Ambarawa untuk menengok proses reaktivasi Stasiun Ambarawa dan proses pemugaran Museum Kereta Api Ambarawa.
            Tujuan pertama saya adalah Kota Kendal. Sesampainya di Semarang saya menyempatkan terlebih dahulu untuk mampir ke Kecamatan Gunung Pati untuk menengok bekas kampus almamater saya disana. Berlanjut meninggalkan Gunung Pati, perjalanan saya lanjutkan menyusuri jalanan pantura menuju Kota Kendal. Kurang lebih pukul setengah sepuluh pagi saya mulai memasuki Kota Kendal. Perjalanan berlanjut mencari lokasi Stasiun Kaliwungu sebagai titik awal blusukan saya. Dalam blusukan saya kali ini ada beberapa stasiun dan halte kereta yang akan menjadi target pencarian saya, yaitu: Stasiun Kaliwungu, Halte Brangsong, Halte Cangkring, Halte Kendal Alun-Alun, Stasiun Kendal, Halte Patebon, Halte Pegadon, dan Stasiun Kalibodri.
            Menuju ke wilayah Kaliwungu, pencarian saya akan keberadaan Stasiun Kaliwungu ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Padahal Stasiun Kaliwungu masih menyandang stasus sebagai salah satu stasiun aktif di Kendal. Kesulitan saya ini cukup beralasan, papan petunjuk stasiun yang kecil dengan tulisan yang sudah tidak terlalu ketara serta lokasi stasiun yang ditutupi oleh pemukiman padat penduduk membuat saya harus tersesat berkali-kali. Berkat petunjuk dari seorang warga yang sempat saya tanyai dipinggir jalan, akhirnya saya berhasil menemukan keberadaan stasiun Kaliwungu yang berada tak jauh dari Pasar Kaliwungu.

Stasiun Kaliwungu

            Tiba di Stasiun Kaliwungu saya bergabung bersama warga sekitar yang kebetulan sedang bermain disekitar emplasemen stasiun. Saya berusaha mencari titik percabangan jalur menuju Halte Brangsong yang berada di sebelah barat laut Stasiun Kaliwungu. Pencarian saya kali ini tidak membuahkan hasil, saya tidak bisa menemukan bekas titik percabangan jalur kearah Brangsong. Namun saya bisa memperkirakan dimana titik percabangan jalur itu berada, yakni di sebelah barat laut berdekatan dengan posisi Pasar Kaliwungu. Bekas percabangan jalur menuju Brangsong mungkin sudah dicabut saat proses pembuatan double track di Kaliwungu.

Perkiraan Percabangan Jalur ke Brangsong Arah Barat Laut

Beranjak meninggalkan Stasiun Kaliwungu, perjalanan saya lanjutkan kearah Brangsong. Selepas melewati Pasar Kali Wungu, tepatnya disebelah kanan jalan, saya mulai menjumpai bekas jalur kereta yang secara keseluruhan kondisinya masih utuh. Hanya dibeberapa titik saja bekas rel tampak melengkung dan patah. Saya mencoba mengikuti kemana jalur tersebut mengarah. Sesuai prediksi saya, bekas rel tersebut mengarah menuju Brangsong. Hal yang membuat saya heran disini adalah sepanjang jalur menuju Brangsong tak ada satupun patok milik PT. KAI yang saya jumpai. Hal ini berbeda sekali dengan jalur-jalur lain yang pernah saya kunjungi dimana setiap jengkal jalur selalu ditandai oleh patok milik PT. KAI, baik patok beton maupun patok besi. Ketiadaan patok tersebut merupakan kesulitan tersendiri bagi saya untuk melacak jejak bekas jalur kereta.
            Bekas jalur rel yang bersebelahan dengan jalan raya ini mengingatkan saya akan jalur mati di sepanjang Grobogan hingga Blora. Perbedaannya, bekas rel di jalur Kendal ini sebagian besar kondisinya masih utuh. Akhirnya bekas jalur kereta menuntun saya ke pertigaan Brangsong yang mengarah ke Kota Kendal. Selepas pertigaan Brangsong, saya sudah tidak bisa menjumpai bekas jalur kereta. Asumsi saya, bekas jalur kereta telah tertutup aspal jalan raya yang tebal.

Bekas Rel Menuju Brangsong

            Didaerah Brangsong saya berusaha mencari keberadaan Halte Brangsong. Sambil berjalan pelan tak satupun bangunan yang menyerupai bangunan halte atau stasiun bisa saya temukan. Akhirnya disekitar Pasar Brangsong saya mencoba bertanya pada seorang nenek yang kebetulan berada di pinggir jalan. Saya menanyakan mengenai keberadaan lokasi Halte Brangsong. Jawaban mengejutkan saya dapatkan dari nenek tersebut yang menurut saya adalah warga asli Brangsong. Beliau mengatakan bahwa di Brangsong tidak pernah ada bangunan stasiun atau halte, satu-satunya stasiun terdekat hanyalah Stasiun Kaliwungu. Saya sempat bingung akan jawaban nenek tersebut karena berbeda dengan referensi yang saya miliki.
            Saya sempat melogika jawaban nenek tersebut. Jika memang benar di Brangsong tidak pernah ada stasiun atau halte hal itu mungkin bisa terjadi karena jarak antara Brangsong dengan Kaliwungu tidaklah terlalu jauh, bahkan bisa dikatakan dekat. Tapi jika referensi yang saya peroleh benar, itu juga bisa terjadi karena pada zaman dahulu jarak antara stasiun atau halte memang tidak terlalu jauh untuk mengakomodasi penumpang. Entah mana yang benar semua itu perlu untuk dikaji lebih lanjut lagi.
            Meninggalkan Brangsong perjalanan saya lanjutkan menuju Kota Kendal. Disepanjang perjalanan sebenarnya ada halte yang saya lewati yaitu Halte Cangkring, akan tetapi saya tidak berhasil menemukannya. Mungkin bangunan halte sudah lama dirubuhkan. Memasuki Kota Kendal tepatnya dijalan Soekarno-Hatta, diseberang jalan saya menemukan petunjuk keberadaan jalur kereta yaitu berupa bekas jembatan kereta yang diatasnya telah dibangun jembatan baru. Jika kita tidak teliti, kita mungkin tidak akan menyadari keberadaan jembatan tersebut.

Bekas Jembatan Kereta di Soekarno - Hatta

Bekas Jembatan Tampak Samping

            Bekas jalur kereta di dalam Kota Kendal memang sudah terkubur oleh aspal jalan raya. Jembatan tersebutlah yang menjadi salah satu bukti bahwa di dalam Kota Kendal pernah dilalui jalur kereta api. Mungkin jika jalur tersebut masih hidup, kondisinya akan sama seperti jalur kereta yang ada di Solo. Jika dilihat dari kondisi fisik jembatan kondisinya masih kokoh dan kuat. Mungkin dahulu pemerintah setempat sengaja mempertahankan jembatan tersebut sebagai tanda bahwa di dalam Kota Kendal pernah dilalui kereta api.
Perjalanan saya lanjutkan menuju Alun-Alun Kota Kendal untuk melacak keberadaan Halte Kendal Alun-Alun. Setibanya di alun-alun, saya tidak menemukan petunjuk apapun. Saya hanya bisa memperkirakan bahwa disekitar alun-alun itulah dulunya pernah berdiri Halte Kendal Alun-Alun. Hal ini mirip dengan Kota Magelang yang juga memiliki stasiun atau halte yang berada di alun-alun kota namun keberadaannya juga sama-sama telah hilang tak berbekas.
Banyaknya bekas jalur kereta api yang hilang di Kota Kendal menurut saya diakibatkan karena pembangunan kota yang terus berkembang. Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki posisi strategis karena lokasinya yang tepat berada di jalur pantai utara (pantura). Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya telah mengubur bekas jalur kereta peninggalan SCS tersebut.

Perkiraan Lokasi Halte Kendal Alun-Alun

Berlanjut meninggalkan Alun-Alun Kota Kendal saya segera tancap gas menuju Stasiun Kendal. Tidak lah sulit bagi saya untuk menemukan Stasiun Kendal karena lokasinya yang tepat berada disamping jalan raya. Lokasi Stasiun Kendal tepatnya berada di jalan Brigjen Sudiarto Kelurahan Langenharjo. Posisinya berada di kanan jalan dengan papan nama identitas stasiun yang cukup besar. Diseberang jalan saya juga masih bisa menjumpai rumah dinas kepala stasiun yang kosong tak berpenghuni.
Jika dilihat dari kondisi bangunannya, Stasiun Kendal masih nampak terawat dengan balutan cat warna putih bersih. Bekas relpun masih bisa kita temukan di emplasemen stasiun. Saya memperkirakan bahwa disana dulu terdapat tiga jalur kereta. Disamping bangunan stasiun saya juga masih bisa menemukan bekas water toren atau menara air yang dahulu digunakan untuk menampung air untuk mengisi loko-loko uap. Kini Stasiun  Kendal dimanfaatkan sebagai rest area dan terminal pemberhentian truk-truk bermuatan besar.

Bekas Bangunan Stasiun Kendal

Stasiun Kendal Tempo Dulu
Sumber: kitlv.nl

Emplasemen Stasiun Kendal

Bekas Menara Air Stasiun Kendal

Rumah Dinas Kepala Stasiun Kendal

Beranjak meninggalkan Stasiun Kendal, perjalanan saya lanjutkan menuju daerah Petebon. Sepanjang perjalanan dari Stasiun Kendal menuju Patebon saya tidak menjumpai bekas rel kereta yang masih terlihat. Memasuki daerah Patebon tepatnya di pertigaan lampu merah sebelum PG Cepiring, saya menjumpai bekas rel yang melintas di depan rumah warga tertimbun aspal setebal 20 cm mengarah menuju Pegadon. Asumsi awal saya mungkin benar, bahwa rel dalam Kota Kendal sebenarnya masih ada namun telah tertimbun oleh tebalnya aspal jalan raya.
            Perjalanan saya akhirnya tiba di daerah Pegadon. Sesuai dengan prediksi saya sebelumnya, disini banyak sekali bekas rel yang masih utuh yang bisa saya jumpai seperti halnya dengan bekas rel yang ada di Kaliwungu. Mungkin karena ketebalan aspal di Pegadon tidak setebal aspal dalam Kota Kendal dan lebar jalan raya yang tidak begitu lebar mengakibatkan bekas rel masih bisa saya temui.
            Ada hal menarik yang saya temui di perbatasan Pegadon dengan Patebon. Saya menemukan sebuah persimpangan antara jalur kereta api dengan jalur decauville milik PG Cepiring. Selain itu saya juga menemukan sebuah percabangan jalur kereta yang menurut hipotesis saya percabangan tersebut menuju kearah PG Cepiring yang dulu digunakan sebagai jalur angkutan tetes tebu. Didaerah Pegadon posisi rel berada disebelah kiri jalan jika kita dari arah Kota Kendal. Posisi rel mirip sekali dengan jalur mati yang ada di daerah Wirosari menuju Blora.

Persimpangan Jalur Kereta dengan Decauville PG Cepiring

Bekas Jalur Angkutan Tetes Tebu PG Cepiring

Disana saya juga sempat mencari jejak dari jalur lori atau decauville milik PG Cepiring. Jika dibandingkan dengan kondisi bekas rel kereta, bekas jalur lori sudah jarang bisa di temui. Jalur lori tersebut mengarah ke perkebunan yang ada disekitar kawasan tersebut. Mungkin pada zaman dulu area tersebut memang kawasan perkebunan tebu milik PG Cepiring. Kini bekas decauville telah berubah menjadi gang dan jalan kampung serta jalan setapak menuju sawah.

Bekas Jalur Kereta Menuju Pasar Pegadon

Perjalanan saya lanjutkan menuju Pasar Pegadon. Sebenarnya sebelum sampai di Pasar Pegadon saya sempat beberapa kali tersesat karena minimnya papan penunjuk jalan. Akhirnya tiba juga saya di Pasar Pegadon. Saya berjalan pelan untuk mencari bangunan bekas Halte Pegadon, dimana sesuai dengan pengalaman saya bangunan stasiun biasanya terletak di dekat pasar. Banyak sekali bangunan tua berarsitektur Belanda dan Tionghoa yang ada disekitar pasar. Akan tetapi tak satupun bangunan yang saya jumpai yang mirip dengan bangunan stasiun ataupun halte. Bahkan papan milik PT. KAI pun juga tak saya jumpai. Yang saya jumpai hanyalah bekas rel kereta yang masih utuh berdiri memanjang di samping pasar. Asumsi saya mungkin bangunan stasiun atau halte sudah dibongkar seiring dengan pembangunan dan perkembangan pasar.

Bekas Rel di Sekitar Pasar Pegadon

Bekas Jalur Kereta Tertutup Semak Menuju Stasiun Kalibodri

Perpotongan Jalur Menuju Stasiun Kalibodri

Kurang lebih dua kilometer meninggalkan Pasar Pegadon, saya menemukan bekas rel yang memotong jalan raya. Sayapun mencoba mengikuti bekas jalur tersebut yang melintas di pekarangan belakang rumah warga. Kondisi jalur keretapun sudah rusak dan banyak tertutup oleh semak belukar. Ternyata jalur yang saya ikuti tersebut menuntun saya ke Stasiun Kalibodri. Disana saya masih bisa menjumpai titik percabangan rel menuju ke Kendal meskipun bekas rel di area stasiun sudah tertimbun dengan tanah.
Kurang lebih pukul setengah dua belas siang perjalanan saya berakhir di Stasiun Kalibodri. Masih banyak sekali informasi-informasi penting yang belum bisa saya dapatkan selama perjalan blusukan saya kali ini. Mungkin lain kali saya bisa blusukan di petak ini lagi untuk mengungkap hal-hal penting mengenai sejarah jalur mati dalam Kota Kendal.

Perkiraan Percabangan Jalur Menuju Kendal

Stasiun Kalibodri

Beranjak meninggalkan Stasiun Kalibodri perjalanan saya lanjutkan menuju Kota Semarang untuk mencari jejak stasiun pertama di Indonesia. Blusukan saya mencari jejak stasiun pertama di Indonesia akan saya bahas dalam tulisan saya di judul yang berbeda. 

________________
Artikel ini dikembangkan oleh: blusukanpabrikgula.blogspot.com
________________

PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama     















16 komentar:

  1. pegadon ya kalau gak salah? saya sendiri juga bingung mana yang benar....
    kalau salah mungkin bisa saya edit nanti...

    BalasHapus
  2. Sebenarnya halte cangkring itu masih ada dan utuh bangunannya yg terletak didepan pasar cangkring tetapi jalur kereta sudah hilang tertimbun aspal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas infonya
      Kalau misal punya fotonya dan berkenan bisa di share ke email saya
      primautama@ymail.com

      Hapus
    2. Terima kasih atas infonya
      Kalau misal punya fotonya dan berkenan bisa di share ke email saya
      primautama@ymail.com

      Hapus
  3. Gunung pati? Unnes kah? Hehehe

    BalasHapus
  4. Di pendopo kendal/di kantor bupati yg berada di belakang pendopo (sy lupa pastinya) ada foto alun-alun kendal jaman dulu 60-70an. Ada foto kereta api berhenti di halte alun-alun kendal yg letaknya seberang timur masjid agung(sekarang pertokoan kendal permai)

    BalasHapus
  5. Halte Kendal ada di lokasi Kantor Pos Sekarang. Saya ada fotonya : https://www.facebook.com/groups/1211107758919411

    BalasHapus
  6. Di pegandon kselatan terus ada jembatan bekas jembatan lori, juga, saya masih penasaran dengan sejarahnya, di desa wonosari, dri bentuknya model gantung kya jmbtan jaman blanda

    BalasHapus
  7. Di pegandon kselatan terus ada jembatan bekas jembatan lori, juga, saya masih penasaran dengan sejarahnya, di desa wonosari, dri bentuknya model gantung kya jmbtan jaman blanda

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Saya penasaran dengan referefer penulis, yang mengatakan soal keberadaan halte cangkring dan halte brangsong. Karena setahu saya sebagai orang kendal asli dan sudah bertanya pada orang sepuh, memang di wilayah situ tidak ada halte atau stopplaats sama sekali.

    BalasHapus