MENGENANG “CEPU LOCO TOUR”
Indonesia
adalah Negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah.Hal ini lah
yang menjadi salah satu faktor datangnya bangsa penjajah di Indonesia.Berbagai
wilayah di Indonesia dianugerahi kekayaan yang melimpah ruah seolah tak
terbatas tak pernah ada habisnya. Salah satu wilayah yang terkenal akan
kekayaan sumber daya alamnya adalah Cepu yang terletak di Kabupaten Blora. Cepu
adalah sebuah wilayah kecil yang terletak paling ujung dari Provinsi Jawa
Tengah yang menjadi saksi bisu betapa besarnya eksploitasi Bangsa Belanda kala
itu menguras sumber daya alam yang ada disana.
Sejarah
mencatat bahwa pada zaman dahulu diakhir abad 18, Cepu adalah kota terpencil
yang masih didominasi oleh hutan dan rawa. Penduduknya masih sedikit dan bahkan
pembangunan di kawasan tersebut bisa dikatakan belum terlalu maju.Pada masa itu
belum ada sarana transportasi yang menghubungkan Cepu dengan daerah-daerah
lainnya. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memerintahkan perusahaan swasta
kereta api Hindia Belanda pertama yaitu Nederlandsch Indische Spoorweg
Maatschapij (NISM) untuk membangun jalur kereta api dari Semarang menuju
Surabaya melintasi Cepu, yang diharapkan jalur tersebut akan menyambung dengan
jalur milik SS dengan rute Surabaya – Malang yang telah dibuka pada tahun 1879.
Permintaan
itu ditolak oleh NISM dengan alasan bahwa diwilayah Cepu masih sedikit jumlah
penduduknya dan dirasa kurang menguntungkan.Seiring dengan berjalannya waktu,
di kawasan Cepu ternyata banyak ditemukan cadangan minyak bumi yang melimpah
ruah.Dan pada tahun 1893 dilakukanlah pengeboran minyak bumi pertama.Mengetahui
hal itu sikap NISM langsung berubah drastis, NISM melihat potensi yang luar
biasa yang bisa menguntungkan perusahaannya. Akhirnya NISM resmi mengajukan
proposal pembangunan jalur kereta api dari Semarang hingga Surabaya melintasi
Cepu. Pada tahun 1902 Stasiun Cepu milik NISM diresmikan dengan memiliki 4
jalur kereta.
Seiring
berjalannya waktu, Cepu mulai berubah dari wilayah yang sepi menjadi wilayah
yang ramai dengan pendatang, baik pribumi maupun orang-orang Belanda kala
itu.Perusahaan-perusahaan milik Belanda pun mulai banyak bermunculan di wilayah
Cepu.Salah satu perusahaan yang berdiri kala itu adalah Perusahaan Jawatan
Kehutanan Hindia Belanda.Perusahaan tersebut mengelola kekayaan hutan yang ada
di wilayah Cepu dan sekitarnya.Untuk mendukung aktivitas eksploitasi hasil
hutan, perusahaan tersebut membangun jaringan berbasis rel untuk mengangkut
hasil kayu dari kawasan hutan. Beberapa referensi menyebutkan bahwa panjang jalur
kereta api pengangkut kayu tersebut sepanjang 120 kilometer.
Cepu
semakin maju. Hal ini juga menarik perusahaan kereta api Hindia Belanda yang
lain seperti Samarang Joana Stoomtram (SJS) untuk membangun jalur kereta api
melintasi Cepu. Tepatnya pada tanggal 1 Februari 1903, SJS meresmikan stasiun
milik mereka yang berada di wilayah Cepu. Jaringan kereta api yang dibangun SJS
ini terhubung dengan jalur kereta api milik Jawatan Kehutanan Hindia Belanda
disebelah timur laut, Jalur kereta api milik NIS disebelah timur, dan jalur
kereta api milik SJS yang menghubungkan Blora dan Cepu di arah utara.
Seiring
dengan kemajuan zaman yang diikuti dengan kemajuan moda transportasi darat yang
berbasis jalan raya, sarana transportasi berbasis rel mulai ditinggalkan. Pada
tahun 1974 jalur kereta api menuju Stasiun Cepu yang di miliki oleh SJS resmi
ditutup. Penutupan ini juga dilakukan disemua jaringan kereta api peninggalan
SJS. Selain itu sarana kereta api untuk mengangkut kayu pun juga sedikit demi
sedikit mulai di tinggalkan karena telah digantikan oleh truk. Pada tahun 1978,
pemerintah menjadikan kereta angkutan kayu sebagai angkutan wisata dengan nama
“loco tour” selain menjalankan fungsi
utamanya mengangkut kayu.
Kini
waktu telah berlalu. Zaman telah berubah.Jaringan kereta pengangkut kayu
tersebut telah ditinggalkan. Yang tersisa hanyalah besi-besi rel yang telah
tertutup rumput ilalang serta lebatnya hutan Cepu yang menjadi saksi bisu
betapa kayanya Cepu dimasa lalu.
Pembangunan
Jalur Kereta di Blora Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl
Peresmian
Stasiun Cepu NIS Tahun 1902
Sumber: kitlv.nl
Proses
Penambangan Minyak Bumi di Cepu Tahun 1910
Sumber: kitlv.nl
Sejarah
yang luar biasa dari Kota Cepu membuat saya tertarik untuk menelusuri jejak peninggalan
kereta api yang ada di kota tersebut. Pada tanggal 1 Juni 2015 bertepatan
dengan hari libur nasional saya berkunjung ke Kota Cepu untuk mengeksplorasi
sejarah yang mengagumkan dari kota yang terkenal dengan kayu dan minyaknya itu.Blusukan
saya kali ini saya khususkan pada jalur kereta pengangkut kayu yang ada di
wilayah Cepu.
Perjalanan
kali ini saya mulai dari Kota Sragen kurang lebih pada pukul 6 pagi.Rute yang
saya ambil menuju Cepu adalah via Ngawi – Bojonegoro – Cepu.Sepanjang
perjalanan saya disuguhi hamparan hutan yang membentang luas seolah tak ada
habisnya.Cuaca yang terik serta kondisi jalan yang bergelombang dibeberapa
titik menjadi warna tersendiri dalam perjalanan saya kali ini. Hal ini mirip
dengan blusukan yang pernah saya lakukan di Kedung Jati dimana kondisi
geografis dan alamnya sama.
Kurang
lebih dua jam perjalanan, akhirnya tepat pukul 8 pagi saya mulai memasuki
wilayah Cepu. Kondisi didalam Kota Cepu sendiri diluar bayangan saya, sangat
ramai dengan aktivitas masyarakatnya.Selain itu, ramainya Kota Cepu juga
didominasi oleh aktivitas pertambangan minyak milik Pertamina. Dibeberapa sudut
kota, banyak bangunan megah milik Pertamina yang berdiri.
Memasuki
Kota Cepu
Tujuan
saya yang pertama adalah mencari lokasi KPH Cepu dimana menurut referensi yang
saya baca disanalah lokasi kereta pengangkut kayu milik Perhutani disimpan.Sebenarnya
blusukan saya ke Cepu ini tidak memiliki persiapan yang banyak.Bahkan peta
lokasi tempat blusukan saya pun juga tidak saya persiapkan.Alhasil saya cukup
bingung mencari lokasi KPH Cepu.Ramainya jalan raya, serta banyaknya jalan yang
bercabang membuat saya harus berhati-hati dalam mencari petunjuk.
Kala
itu saya hanya mengandalkan insting sebagai penunjuk jalan.Tak disangka,
insting saya kali ini berkata benar.Tanpa disengaja sayapun tiba di area milik
Perhutani yang merupakan tujuan saya.Terus berjalan, akhirnya saya tiba
disebuah pos penjagaan milik Perhutani. Didepan bangunan pos terdapat jalur
kereta api yang menurut dugaan saya adalah jalur kereta pengangkut kayu. Jalur
kereta tersebut mengarah ke arah timur dan arah barat dengan posisi berada di
samping jalan raya.Akhirnya saya memutuskan untuk memulai blusukan dari titik
tersebut.Blusukan pertama saya lakukan kearah timur menyusuri rel yang mulai
masuk ke dalam perkampungan warga.
Berjalan
mengikuti rel, akhirnya saya tiba disebuah jembatan yang ukurannya lumayan
besar berdiri ditengah rimbunnya perkebunan jati milik warga.Kali ini
perjalanan saya terhenti sejenak.Jembatan tersebut ternyata tidak bisa dilalui
kendaraan bermotor.Alhasil saya harus memutar arah untuk mencapai seberang
jembatan.Setibanya diseberang jembatan setelah memutar arah yang lumayan jauh,
kali ini perjuangan saya belum berakhir. Kondisi batu ballast yang terbuat dari
batu kapur dengan ukuran yang cukup besar memaksa saya untuk turun dari motor. Akhirnya
saya harus berjalan kaki untuk mencapai jembatan tersebut.
Kondisi
jembatan masih bisa dikatakan bagus.Beberapa kayu bantalan rel pun juga masih
nampak baru.Dugaan saya mungkin jalur ini sempat diperbaiki saat ada kunjungan
Gubernur Jawa Tengah beberapa bulan lalu ke KPH Cepu. Menurut berita yang saya baca, waktu itu
Gubernur Jawa Tengah mengunjungi KPH Cepu selain kunjungan kerja juga ingin
menjadikan jalur kereta milik KPH Cepu ini sebagai icon destinasi wisata Jawa
Tengah. Bahkan waktu itu Gubernur juga sempat menjajal kereta wisata milik
Perhutani tersebut meskipun akhirnya batal karena kereta nya anjlok saat baru
berjalan beberapa meter.
Jembatan
Tampak Samping
Jembatan
Tampak Depan
Suasana
di jembatan tersebut menurut saya cukup menyeramkan karena sepi dan agak jauh
dari pemukiman warga.Tak jauh dari lokasi jembatan, terdapat sebuah tugu batas
provinsi antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.Sayapun segera bergegas meninggalkan
lokasi jembatan tersebut untuk melanjutkan perjalan kembali.Jalur kereta yang
saya ikuti memanjang memasuki pemukiman warga hingga ke persawahan yang berada
di seberang kampung. Sebelum memasuki area persawahan, saya kembali menjumpai
jembatan, akan tetapi dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Di lokasi
tersebut saya berhenti sejenak sembari beristirahat dan mengamati kondisi jalan
yang akan saya lewati nanti apakah bisa dilalui dengan motor atau tidak. Maklum
saja didepan saya posisi rel sudah merangsek ke tengah sawah dengan kondisi
jalan yang tidak bisa di prediksi.
Kebetulan
waktu itu ada seorang ibu-ibu paruh baya yang lewat disamping saya.Dengan sopan
saya mencegat ibu tersebut untuk menanyakan beberapa informasi. Ibu tersebut
sedikit bercerita mengenai jalur kereta api milik Perhutani itu. Beliau
menceritakan bahwa dulu jalur ini selain ramai untuk angkutan kayu juga ramai
untuk angkutan wisatawan mancanegara.Tapi sekarang jalur kereta sudah lama
tidak di gunakan sehingga banyak yang rusak.Bahkan ibu tersebut menyarankan
saya untuk mendatangi rumah masinis yang berada tak jauh dari lokasi kami
berbincang-bincang untuk menanyakan informasi lebih jauh mengenai sejarah jalur
ini. Karena terbatasnya waktu, akhirnya saya urungkan niat saya untuk mampir ke
rumah sang masinis.
Ibu
itupun berpamitan kepada saya karena sudah ditunggu anaknya dirumah.Sayapun
juga harus bergegas melanjutkan perjalanan kembali.Sebelum berpisah, ibu
tersebut menyarankan saya untuk melihat pabrik kayu yang ada diseberang.Dengan
penuh semangat dan modal nekad, saya pun memberanikan diri menerjang areal
persawahan melanjutkan perjalanan menuju lokasi pabrik kayu.
Kondisi
Rel Sebelum Memasuki Areal Persawahan
Kondisi
Jembatan Tampak Samping
Kondisi
Jembatan Tampak Dari Atas
Tiba juga saya diarea
persawahan.Diarea tersebut saya menjumpai beberapa warga yang sedang
menggembala kambing dan mencari rumput.Di area persawahan tersebut jalur kereta
bercabang menjadi dua jalur kurang lebih sepanjang 30 meter. Mungkin pada zaman
dulu lokasi tersebut adalah titik persimpangan kereta yang akan masuk dan
keluar pabrik kayu yang berada tak jauh dari area tersebut.
Tiba juga saya di kawasan pabrik
kayu.suasana teduh dan sejukpun segera saya rasakan. Pohon-pohon yang besar dan
kokoh mendominasi area tersebut seolah menjadi payung pelindung dari teriknya
matahari siang itu. Saya berhenti sejenak sembari mengamati arah jalur kereta
api. Ternyata disana terdapat banyak sekali jalur kereta.Jika dimisalkan,
kawasan tersebut ibarat seperti emplasemen stasiun.Ada dua cabang utama yang
ada di titik dimana saya berhenti, yang pertama menuju ke hutan dan yang kedua
adalah menuju ke kawasan penyimpanan kayu.Waktu itu saya putuskan untuk
menyusuri rel yang menuju ke area penyimpanan kayu milik Perhutani saja, karena
untuk jalur menuju kehutan sangat beresiko.
Jalur
Menuju Pabrik Kayu
Jalur
Menuju ke Hutan
Jalur
Kanan Menuju Lokasi Penyimpanan Kayu
Sampai di pintu masuk lokasi
penyimpanan kayu, saya agak ragu apakah area tersebut bisa dimasuki secara
bebas atau hanya karyawan saja.Beberapa saat kemudian saya melihat beberapa
warga memasuki area tersebut dengan bebas, sayapun memutuskan untuk ikut dengan
warga.Memasuki area penyimpanan kayu, saya melihat banyak sekali percabangan
rel menuju kesebuah ladang dimana disana tersimpan ribuan kayu glondongan milik
Perhutani.Pandangan saya tertuju pada sebuah gerbong kereta yang terletak
dibawah pohon yang besar. Saya pun segera turun dari motor dan menghampiri
bekas gerbong tersebut.
Bukanlah hal yang mudah untuk
mencapai lokasi gerbong itu berada.Lebatnya rumput serta ancaman hewan liar
perlu menjadi perhatian tersendiri.Sayapun juga harus waspada dengan pengawas
yang mungkin saja bisa mencurigai saya sebagai pencuri, karena suasana dilokasi
tersebut sangatlah sepi.Akhirnya saya pun bisa menjangkau lokasi gerbong
tersebut berada.Gerbong tersebut memiliki bentuk seperti gerbong pengangkut
ballast.Saya kurang tahu persis fungsi gerbong itu dulunya. Disamping gerbong
saya juga menemukan sebuah roda kereta api tergeletak didekat tumpukan-tumpukan
kayu.
Lokasi Penyimpanan
Kayu Perhutani
Bekas Gerbong di
Area Penyimpanan Kayu
Bekas Roda
Kereta di Area Penyimpanan Kayu
Beranjak dari lokasi gerbong pertama
yang saya jumpai, dari kejauhan saya kembali melihat sebuah gerbong teronggok
di bawah pohon dengan dibalut tanaman liar yang menutupinya.Saya pun segera
meluncur menuju gerbong kedua.Ternyata tidak seperti yang saya banyangkan,
untuk menjangkau lokasi gerbong kedua ternyata lebih sulit dari gerbong
pertama.Banyak tanaman berduri yang tumbuh disekeliling gerbong.Selain itu
seluruh permukaan tanah yang tertutup oleh tanaman semak-semak menjadi
ketakutan tersendiri bagi saya karena ancaman hewan liar seperti ular mungkin
saja bisa mengintai.
Dikawasan
penyimpanan kayu tersebut saya juga banyak menjumpai bangunan kecil yang terbuat
dari kayu yang berdiri dimasing-masing jalur kereta.Bentuk bangunannya sendiri
mirip seperti bangunan pos keamanan. Dugaan saya, bangunan tersebut dulu
digunakan untuk mengawasi kereta api di masing-masing jalurnya.
Bangunan
Pos di Masing-Masing Jalur Kereta
Bekas
Gerbong Pengangkut Kayu
Pabrik
Kayu
Perjalanan pun saya lanjutkan
kembali. Kali ini saya kembali ke titik start saya tadi untuk menjelajahi jalur
yang mengarah ke barat. Berjalan pelan ke arah barat, jalur yang saya ikuti
tersebut kemudian bercabang ke dua arah.Arah pertama yaitu lurus ke barat
menuju Kota Cepu. Sedangkan arah yang kedua adalah berbelok kekanan menuju
perumahan dinas milik Perhutani. Sayapun mengambil arah kekanan. Dititik
percabangan tersebut terdapat sebuah pos penjagaan yang dulunya mungkin
digunakan untuk pos pemindah wesel jalur kereta, karena di depan bangunan
tersebut saya masih menjumpai wesel pemindah jalur.
Titik
Percabangan Jalur Kereta
Bergerak masuk kekanan, suasana
teduh segera saya rasakan.Rimbunnya pepohonan serta semilirnya angin menjadi
keistimewaan tersendiri bagi saya. Sayapun mulai memasuki area perumahan dinas
milik Perhutani. Disana terdapat banyak rumah dinas, akan tetapi tidak semuanya
berpenghuni. Hanya beberapa rumah saja yang saya lihat memiliki penghuni.Ini
lah yang membuat lingkungan diarea tersebut tampak sepi. Saya terus berjalan
mengikuti arah jalur kereta yang berdiri tepat di depan perumahan dinas
tersebut. Suasananya sungguh menyenangkan. Bisa dibayangkan zaman dulu ketika
jalur ini masih aktif digunakan untuk mengangkut kayu, pasti suasanyanya ramai
akan lalu lintas kereta.
Jalur
Kereta Masuk ke Area Perumahan Dinas Perhutani
Jalur
Kereta Berada di Depan Perumahan Dinas Perhutani
Perjalanan saya menyusuri rel kereta
ternyata mengantarkan saya menuju stasiun kereta milik Perhutani.Disana
terdapat dua percabangan jalur yang masing-masing jalurnya menuju ke dalam
emplasemen stasiun. Beberapa gerbong terparkir di dalam bangunan kayu yang
sengaja didirikan untuk melindungi gerbong dari panas dan hujan, akan tetapi
disana juga terdapat beberapa gerbong yang terparkir di luar tergeletak dibawah
pepohonan. Diarea tersebut terdapat sebuah bangunan besar yang terbuat dari
kayu yang khusus menyimpan lokomotif-lokomotif tua milik Perhutani.Akan tetapi
sayang bangunan tersebut tertutup rapat, sehingga saya hanya bisa
menyaksikannya dari luar saja.
Area yang saya kunjungi tersebut
adalah lokasi start dari Cepu Loco Tour. Disana terdapat sebuah
bangunan kecil yang terletak disamping kantor pengelola milik Perhutani sebagai
tempat transit wisatawan. Kedatangan saya kali ini agaknya kurang beruntung,
karena kedatangan saya bertepatan dengan hari libur, seluruh area tersebut
tertutup sehingga saya hanya bisa melihat koleksi kereta milik Perhutani dari
halaman luarnya saja.
Jalur
Satu Menuju Emplasemen
Jalur
Dua Menuju Emplasemen
Bekas
Gerbong di Emplasemen
Bangunan
Penyimpan Lokomotif
Bekas Gerbong di Sisi Selatan
Emplasemen
Kantor Pengelola
Cepu Loco Tour
Perjalanan
pun saya lanjutkan keseberang jalan.Disana terdapat semak belukar yang cukup
lebat yang ternyata menutupi serangkaian gerbong kereta milik Perhutani.Sungguh
sangat disayangkan memang, gerbong-gerbong tersebut tak terawat dengan
baik.Saya pun mencoba memasuki area tersebut dengan melewati perkebunan jagung
milik warga.Disana saya mencoba menaiki sebuah gerbong tangki yang sudah
berkarat yang menandakan bahwa gerbong tersebut sudah lama tak digunakan.Tak
mudah bagi saya untuk menaiki gerbong tersebut. Banyaknya tanaman liar serta
posisi gerbong yang cukup tinggi membuat saya harus mencari cara untuk bisa
menaikinya. Dengan berbagai cara sayapun akhirnya bisa naik keatas gerbong
tersebut.
Pemandangan
dari atas gerbong pun sangat memprihatinkan.Hampir semua rangkaian gerbong
sudah tertutup oleh tanaman semak belukar.Hal ini tentunya perlu menjadi
perhatian pihak terkait untuk melakukan perawatan dan pelestarian. Sebenarnya
aset-aset kereta api yang dimiliki oleh Perhutani ini jika dilakukan manajemen
pengelolaan serta promosi yang baik akan memiliki potensi yang sangat besar dan
mampu memberikan pemasukan yang cukup menggiurkan bagi Perhutani. Mungkin KPH
Cepu bisa meniru cara yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu yang mampu memanfaatkan
asset-aset yang dimilikinya menjadi sarana wisata yang menarik serta
menguntungkan.
Bekas
Gerbong di Sisi Selatan
Waktu mulai
beranjak siang, akhirnya perjalanan saya menelusuri jejak kereta api pengangkut
kayu milik KPH Cepu pun harus berakhir. Saya pun segera melanjutkan perjalanan
pulang.Saat keluar dari area KPH Cepu saya menemukan beberapa papan aset milik
PT. KAI yang tertancap di pinggir jalan.Saya baru teringat bahwa dulu jalur
kereta pengangkut kayu terhubung dengan jalur kereta yang lain untuk distribusi
kayu keberbagai wilayah. Tak mau melewatkan kesempatan ini, sayapun mencoba
menelusuri kemana bekas jalur kereta itu menuju.
Sayapun berjalan pelan sembari
mengikuti patok-patok milik PT. KAI yang banyak tertancap di pinggir
jalan.Patok yang digunakan pun masih patok lama, mungkin karena belum diganti
oleh PT. KAI.Bekas besi rel sudah tidak bisa saya temui.Asumsi saya bahwa
besi-besi rel telah dicabut saat jalur tersebut di nonaktifkan.
Saya terus mengikuti petunjuk yang
bisa saya temukan.Akhirnya petunjuk tersebut mengantarkan saya pada sebuah
jalan di dalam Kota Cepu.Jalan tersebut bernama Jalan Stasiun Cepu Kota. Saya
agak kaget dengan nama jalan tersebut, karena setahu saya disekitar area
tersebut tidak terdapat stasiun. Asumsi saya bahwa dulu disekitar titik
tersebut terdapat bekas stasiun kereta api seperti hal nya yang pernah saya
temui di wilayah Wonogiri dan Sleman, dimana nama jalan menggunakan nama yang
berhubungan dengan kereta api untuk mengenang keberadaan kereta api di wilayah
tersebut.
Sayapun berhenti sejenak didepan
sebuah plang milik PT. KAI mencoba mengingat-ingat sesuatu yang mengkin bisa
menjadi petunjuk bagi saya.Maklum saja, blusukan saya ke Cepu kali ini memang
tidak berbekal informasi yang banyak.Mengamati area sekitar saya siapa tahu
bisa menemukan petunjuk, saya menemukan sesuatu yang aneh pada bangunan yang
berdiri dibelakang saya.Tepat dibelakang saya terdapat sebuah bangunan
pertokoan yang terbuat dari kayu yang bentuknya sangat familiar bagi
saya.Karena suasananya sangat ramai dan banyak tambahan bangunan baru saya agak
sulit mengidentifikasinya.Dan akhirnya saya tersadar, itu adalah bangunan
stasiun.Bentuk desainnya mirip dengan bangunan Stasiun Godong dan Stasiun
Blora.
Sayapun langsung berputar arah dan
menghampiri bangunan tersebut.Dugaan saya semakin diperkuat dengan adanya plang
milik PT. KAI yang tertancap didepan bangunan tersebut.Menurut saya bangunan
tersebut adalah bangunan Stasiun Cepu Kota milik SJS. Hal ini sejalan dengan
informasi yang pernah saya dapat bahwa SJS juga membangun jaringan kereta api
dari Blora menuju Cepu.
Bekas
Jalur Kereta di Sebuah Gang Menuju Kota Cepu
Bekas Jalur
Kereta di Depan Gedung Pusdiklat Pertamina
Bekas Emplasemen
Belakang Stasiun Cepu Kota Milik SJS
Bekas Emplasemen
Depan Stasiun Cepu Kota Milik SJS
Perjalanan saya lanjutkan kembali
dengan mengikuti patok milik PT. KAI dengan harapan saya masih bisa menemukan
petunjuk lain. Penelusuran saya sampai pada sebuah pasar yang kondisinya cukup
ramai siang itu. Didepan pasar terdapat sebuah jembatan yang tidak terlalu
besar dimana disana saya masih bisa melihat bekas besi kerangka jembatan kereta
api yang terletak sejajar dengan jalan raya.
Berjalan ke arah selatan, saya mulai
kehilangan petunjuk.Patok-patok serta plang milik PT. KAI pun sudah tidak saya
jumpai lagi. Sayapun terus melanjutkan perjalanan dengan harapan akan menemukan
petunjuk lagi, hingga akhirnya saya tiba di jembatan yang melintasi Sungai
Bengawan Solo.
Diatas
Sungai Bengawan Solo, terdapat empat jembatan yang melintas diatasnya. Dua
jembatan untuk perlintasan kereta api dimana menurut asumsi saya jembatan
pertama adalah bangunan peninggalan NIS dan satu jembatan lagi merupakan
jembatan baru saat pembangunan doble
track di jalur utara. Jembatan ketiga adalah jembatan untuk lalu lintas
kendaraan bermotor, serta jembatan ke empat dengan ukuran yang lebih kecil yang
sekarang sudah tidak digunakan lagi karena rusak yang menurut saya adalah
jembatan bekas perlintasan kereta api. Saya mencoba menelusuri bekas jembatan
yang sudah rusak tak terpakai tersebut. Diujung jembatan saya menemukan patok
dari besi rel keretaapi tertancap. Banyaknya lubang diatas jembatan serta
rapuhnya besi penyangga jembatan mengakibatkan jembatan tersebut ditutup demi
alasan keamanan.Diatas jembatan pun kini hanya didominasi oleh masyarakat yang
memancing ikan di Sungai Bengawan Solo.
Bekas
Jembatan Kereta di Depan Pasar Cepu
Bekas Jembatan
yang Melintas Diatas Sungai Bengawan Solo
Setelah
melintasi Sungai Bengawan Solo, saya sudah tidak menjumpai petunjuk apapun yang
berkaitan dengan kereta api. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Mungkin
dilain waktu saya akan menelusuri kembali jejak kereta api di Cepu dengan
berbekal informasi yang lebih lengkap tentunya. Kurang lebih dua jam perjalanan
akhirnya saya tiba kembali di Kota Sragen.Banyak hal menarik serta pelajaran
yang berharga yang bisa diambil dari blusukan saya kali ini.Semoga dilain
kesempatan saya bisa melakukan blusukan kembali di tempat ini untuk menemukan
jejak-jejak yang belum bisa saya ungkap. Semoga.
-----------------------------------------------------------------------
artikel ini dikembangkan oleh: blusukanpabrikgula.blogspot.com
-----------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / FB, MAIL: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
ws gk kopen broooo ,,, prihatin
BalasHapussangat disayangkan jalur ini tidak terurus...pdahal potensi ckup besar...
BalasHapusmungkin pihak perhutani cepu bisa menggandeng swasta (dalam negeri/luar negeri) untuk mengolah potensi ini
semoga perhutani Cepu "kreatif" memanfaatkan aset yg ada untuk pelestarian dan "tambahan" income perhutani sendiri
memang tidak mudah merubah mindset "plat merah" untuk maju dan memperoleh margin, tapi harus dicoba
semoga ada Pimpinan Perhutani khususnya di Cepu yang punya inovasi terhadap aset langka ini
salam
Investigasi yang good..good...good.... Original, artistic & indegenious....top markotop laah..
BalasHapusMohon izin nyumbang saran demi peningkatan dan pengembangan tulisan (agar semakin hebat & dahsyat), boleh yaa? Begini:
1. Sebaiknya selalu konsisten untuk menggunakan "di" sebagai kata depan dan awalan pasif secara berbeda. Contoh "di" sebagai kata depan: di depan, di jalan, di stasiun, di Cepu. Artinya "di" sebagai kata depan selalu menunjukkan tempat. Penulisannya terpisah dari kata benda/ tempat yang dimaksud. Sedangkan contoh "di" sebagai awalan pasif: dilihat, dijumpai, dilakukan, dipakai. Sebagai awalan/ imbuhan yang menunjukkan kata kerja pasif, penulisannya dilekatkan dengan kata kerja yang mendapat imbuhan, alias tidak terpisah.
2. Untuk mengawali kalimat baru, setelah titik di akhir kalimat sebelumnya, sebaiknya diberi jarak 2 ketuk space bar. Sedangkan untuk koma, beri jarak 1 ketuk space bar sebelum menulis kata berikutnya. Memang tidak ada kaidah EYD yang mengatur cara penulisan kalimat semacam ini, tetapi demi baiknya ya toh? Lihat saja cara saya menuliskan komen ini. Lebih kelihatan jelas wal gamblang, ya toh?
Begitulah sumbang saran saya. Demi bagusnya penulisan, ya toh?
Sungguh minta ampun deh yaw, saya merasa I'm blessed and grateful menemukan blog tentang jalur perKAan jadul seperti ini.
Terima kasih
Menariik sekali blusukan di areal
BalasHapuskereta api lama Indonesia. Lanjutkan!
foto terakhir jembatan yang melintasi Bengawan itu bukan bekas jembatan kereta, setelah jembatan depan pasar itu rel kereta lurus ke arah stasiun cepu yang masih aktif
BalasHapusSayang banget, jika jalur tsb du aktifkan kembali tuk jalur wisata sejarah dan jalur penghubung, menuju desa2 kecil disana....sungguh sangat di sayangkan...ttp swmangat mas infonya keren
BalasHapusMonggo mampir di Bojonegoro, min...
BalasHapusDi Bojonegoro juga ada bekas² jalur rel milik Perhutani. ��