Selasa, 09 Juni 2015

KERETA PENGANGKUT KAYU KPH CEPU

MENGENANG “CEPU LOCO TOUR”
           
Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah.Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor datangnya bangsa penjajah di Indonesia.Berbagai wilayah di Indonesia dianugerahi kekayaan yang melimpah ruah seolah tak terbatas tak pernah ada habisnya. Salah satu wilayah yang terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya adalah Cepu yang terletak di Kabupaten Blora. Cepu adalah sebuah wilayah kecil yang terletak paling ujung dari Provinsi Jawa Tengah yang menjadi saksi bisu betapa besarnya eksploitasi Bangsa Belanda kala itu menguras sumber daya alam yang ada disana.
Sejarah mencatat bahwa pada zaman dahulu diakhir abad 18, Cepu adalah kota terpencil yang masih didominasi oleh hutan dan rawa. Penduduknya masih sedikit dan bahkan pembangunan di kawasan tersebut bisa dikatakan belum terlalu maju.Pada masa itu belum ada sarana transportasi yang menghubungkan Cepu dengan daerah-daerah lainnya. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memerintahkan perusahaan swasta kereta api Hindia Belanda pertama yaitu Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij (NISM) untuk membangun jalur kereta api dari Semarang menuju Surabaya melintasi Cepu, yang diharapkan jalur tersebut akan menyambung dengan jalur milik SS dengan rute Surabaya – Malang yang telah dibuka pada tahun 1879.
Permintaan itu ditolak oleh NISM dengan alasan bahwa diwilayah Cepu masih sedikit jumlah penduduknya dan dirasa kurang menguntungkan.Seiring dengan berjalannya waktu, di kawasan Cepu ternyata banyak ditemukan cadangan minyak bumi yang melimpah ruah.Dan pada tahun 1893 dilakukanlah pengeboran minyak bumi pertama.Mengetahui hal itu sikap NISM langsung berubah drastis, NISM melihat potensi yang luar biasa yang bisa menguntungkan perusahaannya. Akhirnya NISM resmi mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api dari Semarang hingga Surabaya melintasi Cepu. Pada tahun 1902 Stasiun Cepu milik NISM diresmikan dengan memiliki 4 jalur kereta.
Seiring berjalannya waktu, Cepu mulai berubah dari wilayah yang sepi menjadi wilayah yang ramai dengan pendatang, baik pribumi maupun orang-orang Belanda kala itu.Perusahaan-perusahaan milik Belanda pun mulai banyak bermunculan di wilayah Cepu.Salah satu perusahaan yang berdiri kala itu adalah Perusahaan Jawatan Kehutanan Hindia Belanda.Perusahaan tersebut mengelola kekayaan hutan yang ada di wilayah Cepu dan sekitarnya.Untuk mendukung aktivitas eksploitasi hasil hutan, perusahaan tersebut membangun jaringan berbasis rel untuk mengangkut hasil kayu dari kawasan hutan. Beberapa referensi menyebutkan bahwa panjang jalur kereta api pengangkut kayu tersebut sepanjang 120 kilometer. 
Cepu semakin maju. Hal ini juga menarik perusahaan kereta api Hindia Belanda yang lain seperti Samarang Joana Stoomtram (SJS) untuk membangun jalur kereta api melintasi Cepu. Tepatnya pada tanggal 1 Februari 1903, SJS meresmikan stasiun milik mereka yang berada di wilayah Cepu. Jaringan kereta api yang dibangun SJS ini terhubung dengan jalur kereta api milik Jawatan Kehutanan Hindia Belanda disebelah timur laut, Jalur kereta api milik NIS disebelah timur, dan jalur kereta api milik SJS yang menghubungkan Blora dan Cepu di arah utara.
Seiring dengan kemajuan zaman yang diikuti dengan kemajuan moda transportasi darat yang berbasis jalan raya, sarana transportasi berbasis rel mulai ditinggalkan. Pada tahun 1974 jalur kereta api menuju Stasiun Cepu yang di miliki oleh SJS resmi ditutup. Penutupan ini juga dilakukan disemua jaringan kereta api peninggalan SJS. Selain itu sarana kereta api untuk mengangkut kayu pun juga sedikit demi sedikit mulai di tinggalkan karena telah digantikan oleh truk. Pada tahun 1978, pemerintah menjadikan kereta angkutan kayu sebagai angkutan wisata dengan nama “loco tour” selain menjalankan fungsi utamanya mengangkut kayu.
Kini waktu telah berlalu. Zaman telah berubah.Jaringan kereta pengangkut kayu tersebut telah ditinggalkan. Yang tersisa hanyalah besi-besi rel yang telah tertutup rumput ilalang serta lebatnya hutan Cepu yang menjadi saksi bisu betapa kayanya Cepu dimasa lalu.

Pembangunan Jalur Kereta di Blora Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl 

Peresmian Stasiun Cepu NIS Tahun 1902
Sumber: kitlv.nl

Proses Penambangan Minyak Bumi di Cepu Tahun 1910
Sumber: kitlv.nl

 Sejarah yang luar biasa dari Kota Cepu membuat saya tertarik untuk menelusuri jejak peninggalan kereta api yang ada di kota tersebut. Pada tanggal 1 Juni 2015 bertepatan dengan hari libur nasional saya berkunjung ke Kota Cepu untuk mengeksplorasi sejarah yang mengagumkan dari kota yang terkenal dengan kayu dan minyaknya itu.Blusukan saya kali ini saya khususkan pada jalur kereta pengangkut kayu yang ada di wilayah Cepu.
Perjalanan kali ini saya mulai dari Kota Sragen kurang lebih pada pukul 6 pagi.Rute yang saya ambil menuju Cepu adalah via Ngawi – Bojonegoro – Cepu.Sepanjang perjalanan saya disuguhi hamparan hutan yang membentang luas seolah tak ada habisnya.Cuaca yang terik serta kondisi jalan yang bergelombang dibeberapa titik menjadi warna tersendiri dalam perjalanan saya kali ini. Hal ini mirip dengan blusukan yang pernah saya lakukan di Kedung Jati dimana kondisi geografis dan alamnya sama.
Kurang lebih dua jam perjalanan, akhirnya tepat pukul 8 pagi saya mulai memasuki wilayah Cepu. Kondisi didalam Kota Cepu sendiri diluar bayangan saya, sangat ramai dengan aktivitas masyarakatnya.Selain itu, ramainya Kota Cepu juga didominasi oleh aktivitas pertambangan minyak milik Pertamina. Dibeberapa sudut kota, banyak bangunan megah milik Pertamina yang berdiri.

 Memasuki Kota Cepu

Tujuan saya yang pertama adalah mencari lokasi KPH Cepu dimana menurut referensi yang saya baca disanalah lokasi kereta pengangkut kayu milik Perhutani disimpan.Sebenarnya blusukan saya ke Cepu ini tidak memiliki persiapan yang banyak.Bahkan peta lokasi tempat blusukan saya pun juga tidak saya persiapkan.Alhasil saya cukup bingung mencari lokasi KPH Cepu.Ramainya jalan raya, serta banyaknya jalan yang bercabang membuat saya harus berhati-hati dalam mencari petunjuk.
Kala itu saya hanya mengandalkan insting sebagai penunjuk jalan.Tak disangka, insting saya kali ini berkata benar.Tanpa disengaja sayapun tiba di area milik Perhutani yang merupakan tujuan saya.Terus berjalan, akhirnya saya tiba disebuah pos penjagaan milik Perhutani. Didepan bangunan pos terdapat jalur kereta api yang menurut dugaan saya adalah jalur kereta pengangkut kayu. Jalur kereta tersebut mengarah ke arah timur dan arah barat dengan posisi berada di samping jalan raya.Akhirnya saya memutuskan untuk memulai blusukan dari titik tersebut.Blusukan pertama saya lakukan kearah timur menyusuri rel yang mulai masuk ke dalam perkampungan warga.
Berjalan mengikuti rel, akhirnya saya tiba disebuah jembatan yang ukurannya lumayan besar berdiri ditengah rimbunnya perkebunan jati milik warga.Kali ini perjalanan saya terhenti sejenak.Jembatan tersebut ternyata tidak bisa dilalui kendaraan bermotor.Alhasil saya harus memutar arah untuk mencapai seberang jembatan.Setibanya diseberang jembatan setelah memutar arah yang lumayan jauh, kali ini perjuangan saya belum berakhir. Kondisi batu ballast yang terbuat dari batu kapur dengan ukuran yang cukup besar memaksa saya untuk turun dari motor. Akhirnya saya harus berjalan kaki untuk mencapai jembatan tersebut.
Kondisi jembatan masih bisa dikatakan bagus.Beberapa kayu bantalan rel pun juga masih nampak baru.Dugaan saya mungkin jalur ini sempat diperbaiki saat ada kunjungan Gubernur Jawa Tengah beberapa bulan lalu ke KPH Cepu.  Menurut berita yang saya baca, waktu itu Gubernur Jawa Tengah mengunjungi KPH Cepu selain kunjungan kerja juga ingin menjadikan jalur kereta milik KPH Cepu ini sebagai icon destinasi wisata Jawa Tengah. Bahkan waktu itu Gubernur juga sempat menjajal kereta wisata milik Perhutani tersebut meskipun akhirnya batal karena kereta nya anjlok saat baru berjalan beberapa meter.

Jembatan Tampak Samping

 Jembatan Tampak Depan

Suasana di jembatan tersebut menurut saya cukup menyeramkan karena sepi dan agak jauh dari pemukiman warga.Tak jauh dari lokasi jembatan, terdapat sebuah tugu batas provinsi antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.Sayapun segera bergegas meninggalkan lokasi jembatan tersebut untuk melanjutkan perjalan kembali.Jalur kereta yang saya ikuti memanjang memasuki pemukiman warga hingga ke persawahan yang berada di seberang kampung. Sebelum memasuki area persawahan, saya kembali menjumpai jembatan, akan tetapi dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Di lokasi tersebut saya berhenti sejenak sembari beristirahat dan mengamati kondisi jalan yang akan saya lewati nanti apakah bisa dilalui dengan motor atau tidak. Maklum saja didepan saya posisi rel sudah merangsek ke tengah sawah dengan kondisi jalan yang tidak bisa di prediksi.
Kebetulan waktu itu ada seorang ibu-ibu paruh baya yang lewat disamping saya.Dengan sopan saya mencegat ibu tersebut untuk menanyakan beberapa informasi. Ibu tersebut sedikit bercerita mengenai jalur kereta api milik Perhutani itu. Beliau menceritakan bahwa dulu jalur ini selain ramai untuk angkutan kayu juga ramai untuk angkutan wisatawan mancanegara.Tapi sekarang jalur kereta sudah lama tidak di gunakan sehingga banyak yang rusak.Bahkan ibu tersebut menyarankan saya untuk mendatangi rumah masinis yang berada tak jauh dari lokasi kami berbincang-bincang untuk menanyakan informasi lebih jauh mengenai sejarah jalur ini. Karena terbatasnya waktu, akhirnya saya urungkan niat saya untuk mampir ke rumah sang masinis.
Ibu itupun berpamitan kepada saya karena sudah ditunggu anaknya dirumah.Sayapun juga harus bergegas melanjutkan perjalanan kembali.Sebelum berpisah, ibu tersebut menyarankan saya untuk melihat pabrik kayu yang ada diseberang.Dengan penuh semangat dan modal nekad, saya pun memberanikan diri menerjang areal persawahan melanjutkan perjalanan menuju lokasi pabrik kayu.

Kondisi Rel Sebelum Memasuki Areal Persawahan

Kondisi Jembatan Tampak Samping


Kondisi Jembatan Tampak Dari Atas

            Tiba juga saya diarea persawahan.Diarea tersebut saya menjumpai beberapa warga yang sedang menggembala kambing dan mencari rumput.Di area persawahan tersebut jalur kereta bercabang menjadi dua jalur kurang lebih sepanjang 30 meter. Mungkin pada zaman dulu lokasi tersebut adalah titik persimpangan kereta yang akan masuk dan keluar pabrik kayu yang berada tak jauh dari area tersebut.
            Tiba juga saya di kawasan pabrik kayu.suasana teduh dan sejukpun segera saya rasakan. Pohon-pohon yang besar dan kokoh mendominasi area tersebut seolah menjadi payung pelindung dari teriknya matahari siang itu. Saya berhenti sejenak sembari mengamati arah jalur kereta api. Ternyata disana terdapat banyak sekali jalur kereta.Jika dimisalkan, kawasan tersebut ibarat seperti emplasemen stasiun.Ada dua cabang utama yang ada di titik dimana saya berhenti, yang pertama menuju ke hutan dan yang kedua adalah menuju ke kawasan penyimpanan kayu.Waktu itu saya putuskan untuk menyusuri rel yang menuju ke area penyimpanan kayu milik Perhutani saja, karena untuk jalur menuju kehutan sangat beresiko.

Jalur Menuju Pabrik Kayu

Jalur Menuju ke Hutan

Jalur Kanan Menuju Lokasi Penyimpanan Kayu

            Sampai di pintu masuk lokasi penyimpanan kayu, saya agak ragu apakah area tersebut bisa dimasuki secara bebas atau hanya karyawan saja.Beberapa saat kemudian saya melihat beberapa warga memasuki area tersebut dengan bebas, sayapun memutuskan untuk ikut dengan warga.Memasuki area penyimpanan kayu, saya melihat banyak sekali percabangan rel menuju kesebuah ladang dimana disana tersimpan ribuan kayu glondongan milik Perhutani.Pandangan saya tertuju pada sebuah gerbong kereta yang terletak dibawah pohon yang besar. Saya pun segera turun dari motor dan menghampiri bekas gerbong tersebut.
            Bukanlah hal yang mudah untuk mencapai lokasi gerbong itu berada.Lebatnya rumput serta ancaman hewan liar perlu menjadi perhatian tersendiri.Sayapun juga harus waspada dengan pengawas yang mungkin saja bisa mencurigai saya sebagai pencuri, karena suasana dilokasi tersebut sangatlah sepi.Akhirnya saya pun bisa menjangkau lokasi gerbong tersebut berada.Gerbong tersebut memiliki bentuk seperti gerbong pengangkut ballast.Saya kurang tahu persis fungsi gerbong itu dulunya. Disamping gerbong saya juga menemukan sebuah roda kereta api tergeletak didekat tumpukan-tumpukan kayu.

Lokasi Penyimpanan Kayu Perhutani

Bekas Gerbong di Area Penyimpanan Kayu

Bekas Roda Kereta di Area Penyimpanan Kayu
  
            Beranjak dari lokasi gerbong pertama yang saya jumpai, dari kejauhan saya kembali melihat sebuah gerbong teronggok di bawah pohon dengan dibalut tanaman liar yang menutupinya.Saya pun segera meluncur menuju gerbong kedua.Ternyata tidak seperti yang saya banyangkan, untuk menjangkau lokasi gerbong kedua ternyata lebih sulit dari gerbong pertama.Banyak tanaman berduri yang tumbuh disekeliling gerbong.Selain itu seluruh permukaan tanah yang tertutup oleh tanaman semak-semak menjadi ketakutan tersendiri bagi saya karena ancaman hewan liar seperti ular mungkin saja bisa mengintai.
Dikawasan penyimpanan kayu tersebut saya juga banyak menjumpai bangunan kecil yang terbuat dari kayu yang berdiri dimasing-masing jalur kereta.Bentuk bangunannya sendiri mirip seperti bangunan pos keamanan. Dugaan saya, bangunan tersebut dulu digunakan untuk mengawasi kereta api di masing-masing jalurnya. 

Bangunan Pos di Masing-Masing Jalur Kereta

Bekas Gerbong Pengangkut Kayu

Pabrik Kayu

            Perjalanan pun saya lanjutkan kembali. Kali ini saya kembali ke titik start saya tadi untuk menjelajahi jalur yang mengarah ke barat. Berjalan pelan ke arah barat, jalur yang saya ikuti tersebut kemudian bercabang ke dua arah.Arah pertama yaitu lurus ke barat menuju Kota Cepu. Sedangkan arah yang kedua adalah berbelok kekanan menuju perumahan dinas milik Perhutani. Sayapun mengambil arah kekanan. Dititik percabangan tersebut terdapat sebuah pos penjagaan yang dulunya mungkin digunakan untuk pos pemindah wesel jalur kereta, karena di depan bangunan tersebut saya masih menjumpai wesel pemindah jalur. 

Titik Percabangan Jalur Kereta
           
            Bergerak masuk kekanan, suasana teduh segera saya rasakan.Rimbunnya pepohonan serta semilirnya angin menjadi keistimewaan tersendiri bagi saya. Sayapun mulai memasuki area perumahan dinas milik Perhutani. Disana terdapat banyak rumah dinas, akan tetapi tidak semuanya berpenghuni. Hanya beberapa rumah saja yang saya lihat memiliki penghuni.Ini lah yang membuat lingkungan diarea tersebut tampak sepi. Saya terus berjalan mengikuti arah jalur kereta yang berdiri tepat di depan perumahan dinas tersebut. Suasananya sungguh menyenangkan. Bisa dibayangkan zaman dulu ketika jalur ini masih aktif digunakan untuk mengangkut kayu, pasti suasanyanya ramai akan lalu lintas kereta.

Jalur Kereta Masuk ke Area Perumahan Dinas Perhutani


Jalur Kereta Berada di Depan Perumahan Dinas Perhutani

            Perjalanan saya menyusuri rel kereta ternyata mengantarkan saya menuju stasiun kereta milik Perhutani.Disana terdapat dua percabangan jalur yang masing-masing jalurnya menuju ke dalam emplasemen stasiun. Beberapa gerbong terparkir di dalam bangunan kayu yang sengaja didirikan untuk melindungi gerbong dari panas dan hujan, akan tetapi disana juga terdapat beberapa gerbong yang terparkir di luar tergeletak dibawah pepohonan. Diarea tersebut terdapat sebuah bangunan besar yang terbuat dari kayu yang khusus menyimpan lokomotif-lokomotif tua milik Perhutani.Akan tetapi sayang bangunan tersebut tertutup rapat, sehingga saya hanya bisa menyaksikannya dari luar saja.
            Area yang saya kunjungi tersebut adalah lokasi start dari Cepu Loco Tour. Disana terdapat sebuah bangunan kecil yang terletak disamping kantor pengelola milik Perhutani sebagai tempat transit wisatawan. Kedatangan saya kali ini agaknya kurang beruntung, karena kedatangan saya bertepatan dengan hari libur, seluruh area tersebut tertutup sehingga saya hanya bisa melihat koleksi kereta milik Perhutani dari halaman luarnya saja.

Jalur Satu Menuju Emplasemen

Jalur Dua Menuju Emplasemen


Bekas Gerbong di Emplasemen

Bangunan Penyimpan Lokomotif

Bekas Gerbong di Sisi Selatan Emplasemen

Kantor Pengelola Cepu Loco Tour

Perjalanan pun saya lanjutkan keseberang jalan.Disana terdapat semak belukar yang cukup lebat yang ternyata menutupi serangkaian gerbong kereta milik Perhutani.Sungguh sangat disayangkan memang, gerbong-gerbong tersebut tak terawat dengan baik.Saya pun mencoba memasuki area tersebut dengan melewati perkebunan jagung milik warga.Disana saya mencoba menaiki sebuah gerbong tangki yang sudah berkarat yang menandakan bahwa gerbong tersebut sudah lama tak digunakan.Tak mudah bagi saya untuk menaiki gerbong tersebut. Banyaknya tanaman liar serta posisi gerbong yang cukup tinggi membuat saya harus mencari cara untuk bisa menaikinya. Dengan berbagai cara sayapun akhirnya bisa naik keatas gerbong tersebut.
Pemandangan dari atas gerbong pun sangat memprihatinkan.Hampir semua rangkaian gerbong sudah tertutup oleh tanaman semak belukar.Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian pihak terkait untuk melakukan perawatan dan pelestarian. Sebenarnya aset-aset kereta api yang dimiliki oleh Perhutani ini jika dilakukan manajemen pengelolaan serta promosi yang baik akan memiliki potensi yang sangat besar dan mampu memberikan pemasukan yang cukup menggiurkan bagi Perhutani. Mungkin KPH Cepu bisa meniru cara yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu yang mampu memanfaatkan asset-aset yang dimilikinya menjadi sarana wisata yang menarik serta menguntungkan.


Bekas Gerbong di Sisi Selatan

            Waktu mulai beranjak siang, akhirnya perjalanan saya menelusuri jejak kereta api pengangkut kayu milik KPH Cepu pun harus berakhir. Saya pun segera melanjutkan perjalanan pulang.Saat keluar dari area KPH Cepu saya menemukan beberapa papan aset milik PT. KAI yang tertancap di pinggir jalan.Saya baru teringat bahwa dulu jalur kereta pengangkut kayu terhubung dengan jalur kereta yang lain untuk distribusi kayu keberbagai wilayah. Tak mau melewatkan kesempatan ini, sayapun mencoba menelusuri kemana bekas jalur kereta itu menuju.
            Sayapun berjalan pelan sembari mengikuti patok-patok milik PT. KAI yang banyak tertancap di pinggir jalan.Patok yang digunakan pun masih patok lama, mungkin karena belum diganti oleh PT. KAI.Bekas besi rel sudah tidak bisa saya temui.Asumsi saya bahwa besi-besi rel telah dicabut saat jalur tersebut di nonaktifkan.
            Saya terus mengikuti petunjuk yang bisa saya temukan.Akhirnya petunjuk tersebut mengantarkan saya pada sebuah jalan di dalam Kota Cepu.Jalan tersebut bernama Jalan Stasiun Cepu Kota. Saya agak kaget dengan nama jalan tersebut, karena setahu saya disekitar area tersebut tidak terdapat stasiun. Asumsi saya bahwa dulu disekitar titik tersebut terdapat bekas stasiun kereta api seperti hal nya yang pernah saya temui di wilayah Wonogiri dan Sleman, dimana nama jalan menggunakan nama yang berhubungan dengan kereta api untuk mengenang keberadaan kereta api di wilayah tersebut.
            Sayapun berhenti sejenak didepan sebuah plang milik PT. KAI mencoba mengingat-ingat sesuatu yang mengkin bisa menjadi petunjuk bagi saya.Maklum saja, blusukan saya ke Cepu kali ini memang tidak berbekal informasi yang banyak.Mengamati area sekitar saya siapa tahu bisa menemukan petunjuk, saya menemukan sesuatu yang aneh pada bangunan yang berdiri dibelakang saya.Tepat dibelakang saya terdapat sebuah bangunan pertokoan yang terbuat dari kayu yang bentuknya sangat familiar bagi saya.Karena suasananya sangat ramai dan banyak tambahan bangunan baru saya agak sulit mengidentifikasinya.Dan akhirnya saya tersadar, itu adalah bangunan stasiun.Bentuk desainnya mirip dengan bangunan Stasiun Godong dan Stasiun Blora.
            Sayapun langsung berputar arah dan menghampiri bangunan tersebut.Dugaan saya semakin diperkuat dengan adanya plang milik PT. KAI yang tertancap didepan bangunan tersebut.Menurut saya bangunan tersebut adalah bangunan Stasiun Cepu Kota milik SJS. Hal ini sejalan dengan informasi yang pernah saya dapat bahwa SJS juga membangun jaringan kereta api dari Blora menuju Cepu.

Bekas Jalur Kereta di Sebuah Gang Menuju Kota Cepu

Bekas Jalur Kereta di Depan Gedung Pusdiklat Pertamina

Bekas Emplasemen Belakang Stasiun Cepu Kota Milik SJS

Bekas Emplasemen Depan Stasiun Cepu Kota Milik SJS
           
            Perjalanan saya lanjutkan kembali dengan mengikuti patok milik PT. KAI dengan harapan saya masih bisa menemukan petunjuk lain. Penelusuran saya sampai pada sebuah pasar yang kondisinya cukup ramai siang itu. Didepan pasar terdapat sebuah jembatan yang tidak terlalu besar dimana disana saya masih bisa melihat bekas besi kerangka jembatan kereta api yang terletak sejajar dengan jalan raya.
            Berjalan ke arah selatan, saya mulai kehilangan petunjuk.Patok-patok serta plang milik PT. KAI pun sudah tidak saya jumpai lagi. Sayapun terus melanjutkan perjalanan dengan harapan akan menemukan petunjuk lagi, hingga akhirnya saya tiba di jembatan yang melintasi Sungai Bengawan Solo. 
Diatas Sungai Bengawan Solo, terdapat empat jembatan yang melintas diatasnya. Dua jembatan untuk perlintasan kereta api dimana menurut asumsi saya jembatan pertama adalah bangunan peninggalan NIS dan satu jembatan lagi merupakan jembatan baru saat pembangunan doble track di jalur utara. Jembatan ketiga adalah jembatan untuk lalu lintas kendaraan bermotor, serta jembatan ke empat dengan ukuran yang lebih kecil yang sekarang sudah tidak digunakan lagi karena rusak yang menurut saya adalah jembatan bekas perlintasan kereta api. Saya mencoba menelusuri bekas jembatan yang sudah rusak tak terpakai tersebut. Diujung jembatan saya menemukan patok dari besi rel keretaapi tertancap. Banyaknya lubang diatas jembatan serta rapuhnya besi penyangga jembatan mengakibatkan jembatan tersebut ditutup demi alasan keamanan.Diatas jembatan pun kini hanya didominasi oleh masyarakat yang memancing ikan di Sungai Bengawan Solo.

Bekas Jembatan Kereta di Depan Pasar Cepu

 Bekas Jembatan yang Melintas Diatas Sungai Bengawan Solo

           
Setelah melintasi Sungai Bengawan Solo, saya sudah tidak menjumpai petunjuk apapun yang berkaitan dengan kereta api. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Mungkin dilain waktu saya akan menelusuri kembali jejak kereta api di Cepu dengan berbekal informasi yang lebih lengkap tentunya. Kurang lebih dua jam perjalanan akhirnya saya tiba kembali di Kota Sragen.Banyak hal menarik serta pelajaran yang berharga yang bisa diambil dari blusukan saya kali ini.Semoga dilain kesempatan saya bisa melakukan blusukan kembali di tempat ini untuk menemukan jejak-jejak yang belum bisa saya ungkap. Semoga.

-----------------------------------------------------------------------
artikel ini dikembangkan oleh: blusukanpabrikgula.blogspot.com
-----------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / FB, MAIL: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama

7 komentar:

  1. ws gk kopen broooo ,,, prihatin

    BalasHapus
  2. sangat disayangkan jalur ini tidak terurus...pdahal potensi ckup besar...
    mungkin pihak perhutani cepu bisa menggandeng swasta (dalam negeri/luar negeri) untuk mengolah potensi ini
    semoga perhutani Cepu "kreatif" memanfaatkan aset yg ada untuk pelestarian dan "tambahan" income perhutani sendiri
    memang tidak mudah merubah mindset "plat merah" untuk maju dan memperoleh margin, tapi harus dicoba

    semoga ada Pimpinan Perhutani khususnya di Cepu yang punya inovasi terhadap aset langka ini

    salam

    BalasHapus
  3. Investigasi yang good..good...good.... Original, artistic & indegenious....top markotop laah..
    Mohon izin nyumbang saran demi peningkatan dan pengembangan tulisan (agar semakin hebat & dahsyat), boleh yaa? Begini:
    1. Sebaiknya selalu konsisten untuk menggunakan "di" sebagai kata depan dan awalan pasif secara berbeda. Contoh "di" sebagai kata depan: di depan, di jalan, di stasiun, di Cepu. Artinya "di" sebagai kata depan selalu menunjukkan tempat. Penulisannya terpisah dari kata benda/ tempat yang dimaksud. Sedangkan contoh "di" sebagai awalan pasif: dilihat, dijumpai, dilakukan, dipakai. Sebagai awalan/ imbuhan yang menunjukkan kata kerja pasif, penulisannya dilekatkan dengan kata kerja yang mendapat imbuhan, alias tidak terpisah.
    2. Untuk mengawali kalimat baru, setelah titik di akhir kalimat sebelumnya, sebaiknya diberi jarak 2 ketuk space bar. Sedangkan untuk koma, beri jarak 1 ketuk space bar sebelum menulis kata berikutnya. Memang tidak ada kaidah EYD yang mengatur cara penulisan kalimat semacam ini, tetapi demi baiknya ya toh? Lihat saja cara saya menuliskan komen ini. Lebih kelihatan jelas wal gamblang, ya toh?

    Begitulah sumbang saran saya. Demi bagusnya penulisan, ya toh?
    Sungguh minta ampun deh yaw, saya merasa I'm blessed and grateful menemukan blog tentang jalur perKAan jadul seperti ini.
    Terima kasih

    BalasHapus
  4. Menariik sekali blusukan di areal
    kereta api lama Indonesia. Lanjutkan!

    BalasHapus
  5. foto terakhir jembatan yang melintasi Bengawan itu bukan bekas jembatan kereta, setelah jembatan depan pasar itu rel kereta lurus ke arah stasiun cepu yang masih aktif

    BalasHapus
  6. Sayang banget, jika jalur tsb du aktifkan kembali tuk jalur wisata sejarah dan jalur penghubung, menuju desa2 kecil disana....sungguh sangat di sayangkan...ttp swmangat mas infonya keren

    BalasHapus
  7. Monggo mampir di Bojonegoro, min...
    Di Bojonegoro juga ada bekas² jalur rel milik Perhutani. ��

    BalasHapus