DJELAJAH DJALOER SPOOR BERSAMA KOTA
TOEA MAGELANG
Dalam rangka memperingati hari ulang
tahun PT. KAI yang ke 70 tahun, Komunitas Kota Toea Magelang kembali mengadakan
acara rutin tahunan bertajuk jelajah jalur sepur yang tahun ini adalah acarayang
ke empat kalinya. Pada tahun ini rute yang diambil adalah jalur kereta apidari
Stasiun Bedono hingga Stasiun Ambarawa atau Museum Kereta Api Ambarawa.
Sedikit menyinggung sejarah
pembangunan jalur kereta api diwilayah Ambarawa hingga Secang, jalur ini
dibangun diawal abad 19 atau tahun 1900-an dimana merupakan salah satu jalur
kereta api termahal yang pernah dibuat oleh perusahaan kereta api Hindia
Belanda Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Bagaimana tidak, jalur
yang hanya memiliki panjang sejauh kurang lebih 28 kilometer tersebut
menghabiskan biaya sebesar f 390.000
dan harus mengerahkan 3.000 pekerja setiap hari untuk mengerjakannya. Angka
tersebut sangatlah mahal jika dibandingkan dengan pembangunan jalur kereta yang
pernah dilakukan oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) yang
membangun jalur dari Blora hingga Cepu sejauh kurang lebih 30 kilometer dengan
biaya f 50.000 serta jalur dari Blora
hingga Rembang sejauh kurang lebih 29 kilometer dengan biaya hanyaf 45.000.
Mahalnya
pembangunan jalur kereta api dari Ambarawa hingga Secang ini cukup beralasan.
Kondisi geografis yang berbukit-bukit memberikan kesulitan tersendiri dalam
proses pembangunannya. Tak ayal jika dalam proses pembangunan jalur tersebut
banyak bukit yang harus dibelah untuk mendapatkan gradient jalur kereta yang
sesuai. Pembangunan jalur kereta api diwilayah Ambarawa tidaklah lepas dari
peran Ho Tjong An. Beliau adalah seorang pemborong berdarah Tionghoa yang
tercatat pernah membangun jalur kereta api milik beberapa perusahaan Hindia
Belanda, seperti: Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Samarang Ceribon
Stoomtram Maatschappij (SCS) dan Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij
(NIS).
Kereta dari
Stasiun Willem I Menuju Jogja
Sumber: kitlv.nl
Jalur Kereta di
Ambarawa Tahun 1900-an
Sumber: kitlv.nl
Tanggal 13
Agustus 2015 adalah hari pelaksanaan jelajah jalur sepur 4 yang diadakan oleh
Komunitas Kota Toe Magelang. Acara kali ini masih sama dengan tahun kemarin
dimana mengambil titik kumpul di daerah Boton Magelang. Kurang lebih pukul
setengah tiga dini hari saya berangkat menuju Magelang dengan menggunakan bus
melalui Terminal Tirtonadi Solo.Pada kesempatan ini saya memangsengaja
berangkat lebih awal untuk menghindari kejadian yang pernah saya alami tahun
kemarin dimana saya hampir saja terlambat dan ditinggal rombongan karena
lambatnya bus yang saya naiki.
Berniat berangkat lebih pagi menuju
Magelang agar tidak terlambat, ternyata saya tiba di Magelang kepagian.Tepat
pukul setengah lima pagi bus yang mengantarkan saya sudah tiba di Terminal
Tidar Magelang. Sempat bingung hal apa yang akan saya lakukan disana karena
hari yang masih petang. Setelah melaksanakan sholat subuh sayapun mengisi waktu
senggang saya dengan tidur diemperan terminal.
Setelah hari mulai terang sayapun
pergi menuju Boton dengan menaiki angkutan kota. Sudah lama tidak menyambangi
Kota Magelang membuat perjalanan saya menuju Boton dengan menggunakan angkot
bak city tour. Bagaimana tidak, jalur
angkot yang cukup panjang menuju Boton serta indahnya pemandangan Kota Magelang
yang di kelilingi perbukitan serta bangunan-bangunan tua yang menghiasi kotamembuat
saya betah berada didalam angkot. Ditambah lagi dengan keramahan penumpang
didalam angkot yang membuat saya seolah-olah berada di kota sendiri.
Akhirnya tiba juga saya di
Boton.Suasana dititik kumpul terlihat belum begitu ramai.Hanya beberapa peserta
saja yang tampak sudah hadir. Setelah melakukan registrasi saya sempatkan untuk
bercakap-cakap dengan peserta lain yang berasal dari beberapa kota sembari
menunggu waktu pemberangkatan menuju Bedono. Waktu telah menunjukkan pukul
setengah delapan pagi.Pemberangkatan menuju Bedono pun semakin dekat.Tahun ini
jumlah peserta mencapai seratusan orang, lebih banyak dari tahun kemarin yang
hanya mencapai 75-an orang.
Setelah mendapatkan pengarahan dari
panitia dan doa bersama, kami pun berangkat menuju Stasiun Bedono yang terletak
di Kabupaten Semarang dengan menggunakan angkot yang telah disediakan oleh
panitia. Kurang lebih ada 10 angkot yang telah disediakan panitia untuk
mengangkut peserta.
Foto Bersama
Perserta Jelajah Jalur Sepur 4 di Boton Magelang
Sumber: Kota Toea Magelang
Peserta Bersiap
Menuju Bedono Menggunakan Angkot
Kurang lebih empat puluh lima menit
perjalanan, kamipun tiba di komplek Stasiun Bedono. Ini adalah ketiga kalinya
saya mengunjungi stasiun ini.Bangunan stasiun kini tampak lebih bagus dari
sebelumnya.Bahkan lingkungan diarea stasiunpun juga lebih indah dan tertata
rapi.Disini peserta diberi waktu untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan
perjalanan menuju Halte Jambu dengan berjalan kaki.
Stasiun Bedono adalah stasiun kecil
yang terletak di Kabupaten Semarang.Stasiun ini didirikan oleh Nederlands
Insdische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan resmi dibuka untuk umum pada tahun
1905. Diarea stasiun terdapat beberapa alat penunjang perkeretaapian seperti turn table atau meja putar lokomotif,
tempat penampungan air untuk bahan bakar kereta, serta alat wesel yang masih
bisa dijumpai di emplasemen stasiun.
Diarea Stasiun, bangunan yang tidak
saya jumpai adalah rumah dinas stasiun. Lazimnya disebuah stasiun terdapat
fasilitas rumah dinas yang diperuntukkan bagi kepala maupun pegawai stasiun,
namun hal tersebut tidak saya temui di Stasiun Bedono. Sayapun menanyakan hal
tersebut kepada salah satu petugas yang ada disana. Beliau bercerita bahwa
dahulu sebenarnya terdapat beberapa rumah dinas stasiun yang pernah berdiri,
salah satunya berada disamping bangunan stasiun. Akan tetapi pada dekade 70-an
bangunan rumah dinas dihancurkan oleh oknum yang kini hanya menyisakan
pondasinya saja. Sementara untuk bangunan rumah dinas lainnya dirubuhkan dan
dirubah menjadi sekolah yang berada tak jauh dari Stasiun Bedono. Satu-satunya
bangunan rumah dinas stasiun yang masih utuh kini dimanfaatkan sebagai kantor
sekolah.
Diemplasemen Stasiun Bedono, saya
sempat berdiskusi dengan kepala stasiun mengenai beberapa stopplast dan halte yang pernah berdiri di petak Ambarawa – Bedono.
Menurut keterangan beliau, beberapa stopplast
memang pernah berdiri di petak tersebut, namun hal tersebut pada masanya hanya
digunakan sebagai penanda pembangunan jalur tersebut yang dilakukan secara
bertahap.Sempat juga saya menunjukkan foto lawas Halte Jambu dimana beliau
menceritakan bahwa foto yang saya miliki tersebut adalah masa dimana Halte
Jambu belum digunakan untuk angkutan penumpang dan barang.
Stasiun
Bedono
Rumah
Dinas Stasiun Bedono
Bekas
Pondasi Rumah Dinas Stasiun Bedono
Peserta
Jelajah Jalur Sepur 4 di Stasiun Bedono
Sumber:
Kota Toea Magelang
Waktu telah menunjukkan pukul 9
pagi.Rombongan pun segera bergegas melanjutkan perjalanan menuju Halte Jambu
dengan berjalan kaki.Jika melihat peta lawas tahun 1909, terdapat sebuah stopplast di wilayah Tempuran sebelum
Halte Jambu.Stopplast adalah sebuah
tempat pemberhentian kereta yang lebih kecil daripada halte.Biasanya stopplast hanya diberi penanda berupa
plang tanpa memiliki bangunan.
Berjalan pelan menyusuri rel
bergerigi, kamipun di manjakan dengan pemandangan alam yang begitu
indah.Pepohonan yang hijau serta deretan perumahan pendudukpun turut menemani
perjalanan kami.Disepanjang jalur kereta masih banyak dijumpai tiang telegraf
yang sudah tidak terpakai.Kami juga sempat berpapasan dengan beberapa warga
yang sedang mengangkut rumput untuk pakan ternak mereka dengan menggunakan
troli yang didorong diatas jalur kereta.Di titik tertentu terdapat jalur kereta
yang melintas ditengah dan diatas bukit. Bahkan ada spot jalur kereta yang bersinggungan dengan jalan raya yang
menyajikan panorama yang sangat indah.
Jalur Kereta
dari Bedono Menuju Jambu
Peta Jalur
Kereta dari Bedono Menuju Jambu
Jalur rel bergerigi adalah jalur kereta
langka yang tidak disembarang tempat bisa dijumpai.Di Indonesia sendiri hanya
terdapat dua wilayah saja yang memiliki jalur kereta bergerigi, yaitu di
Ambarawa dan di Lembah Anai Sumatra.Sedangkan di Asia tercatat hanya dua Negara
saja yang memiliki jenis rel seperti ini, yaitu Indonesia dan India.Rel
bergerigi sangat dibutuhkan kereta yang melintas di wilayah dengan gradient menanjak.Saat
melintas direl bergerigi posisi lokomotifpun mendorong gerbong bukan menarik
gerbong.Di Ambarawa sendiri jalur kereta bergerigi telah vakum selama kurang
lebih empat tahun.Beberapa alasan menjadi penyebab kereta tidak melintas
dijalur tersebut.
Titik Awal Rel
Bergerigi dari Bedono Menuju Jambu
Titik Awal Rel
Beregerigi di Bedono Tahun 1939
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven
Pemanfaatan
Jalur Kereta oleh Warga Sekitar
Jalur
Kereta Bersinggungan dengan Jalan Raya
Kereta Menuju
Ambarawa Tahun 1939
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven
Kereta Menuju
Jambu Tahun 1939
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven
Perkiraan Lokasi
Stopplast Tempuran
Setelah cukup jauh berjalan,
rombongan memutuskan untuk beristirahat sejenak dibawah jembatan penyeberangan
yang melintas diatas rel. Sambil mengisi tenaga dengan menyantap bekal
masing-masing, panitia juga sempat menjelaskan beberapa sejarah penting yang
pernah terjadi di jalur yang kami lewati tersebut.Waktu semakin siang, kamipun
bergegas untuk melanjutkan perjalanan kembali menuju Halte Jambu.
Disepanjang perjalanan menuju Jambu,
perjalanan kami dihiasi oleh ladang persawahan yang luas dengan latar belakang
pegunungan yang sangat indah.Hembusan angin yang semilir menjadi bonus
tersendiri dalam perjalanan kami. Setibanya di wilayah Jambu kami mulai
melintasi jembatan-jembatan kereta api yang melintas di atas sungai. Kamipun
harus berhati-hati dan waspada karena jembatan tersebut memiliki ketinggian
yang cukup tinggi.Setelah lelah melangkah, akhirnya Halte Jambu sudah nampak
dari kejauhan.Semangat kamipun kembali memuncak tak sabar ingin segera
menyambangi dan beristirahat di Halte Jambu.
Setibanya di Halte Jambu peserta
dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa indah di sekitar bangunan halte.
Disini peserta dibagikan buah semangka segar sebagai penghilang dahaga yang
telah disediakan oleh panitia. Halte Jambu pada masanya digunakan sebagai
tempat naik turun penumpang.Selain itu halte ini juga menjadi tempat untuk
mengubah posisi lokomotif yang hendak menuju Bedono dengan posisi mendorong
gerbong.Di daerah Jambu pula jalur rel bergerigi berakhir.
Saat beristirahat melepas lelah saya
sempat berbincang-bincang dengan salah seorang petugas dari PT. KAI mengenai
Halte Jambu.Beliau menjelaskan bahwa bangunan Halte Jambu masih asli, yang
dibuat pada masa pendudukan Belanda meskipun telah mengalami beberapa perubahan.Hal
ini diluar prediksi saya karena saya sempat berpikir bahwa bangunan halte
adalah bangunan baru yang dibuat pada masa DKA. Disekitar lokasi bangunan halte
saya masih menjumpai rumah dinas yang masih berdiri. Bahkan rumah dinas
tersebut masih dimanfaatkan sebagai tempat tinggal dan kondisinya masih terawat
dengan baik. Setelah cukup melepas lelah, rombonganpun kembali melanjutkan
perjalanan menuju pemberhentian terakhir di Stasiun Ambarawa.
Jembatan Kereta
Menuju Jambu
Peserta Melintas
di Sebuah Jembatan di Jambu
Peserta Jelajah
Beristirahat di Halte Jambu
Halte Jambu
Tahun 1890-1906
Sumber: kitlv.nl
Bangunan Utama
Halte Jambu
Rumah Dinas
Halte Jambu
Beranjak meninggalkan Halte Jambu
rombonganpun bergerak menuju Stasiun Ambarawa.Kali ini perjalanan di dominasi
oleh barisan perumahan penduduk yang berada disebelah kiri kanan jalur
kereta.Cuaca yang panas dan terik menjadi tantangan tersendiri dalam etape
terakhir ini.
Merujuk pada peta lawas buatan
Belanda, dari Halte Jambu hingga Stasiun Ambarawa terdapat dua lokasi stopplast, yaitu Stopplast Karangkepoh dan Stopplast Ampin Wetan. Selama diperjalanan ini pula
jembatan-jembatan kereta banyak kami jumpai.Di etape terakhir ini, rombongan
banyak yang mulai terbecah menjadi kelompok-kelompok kecil.Tenaga yang sudah
banyak terkuras dan kondisi kaki yang sudah mulai lelah melangkah membuat
banyak peserta yang memperlambat langkah mereka.
Kurang lebih setelah menempuh 4
kilometer perjalanan, kami mulai memasuki wilayah Ambarawa.Dari kejauhan mulai
terlihat tiang sinyal milik Stasiun Ambarawa yang sudah karatan yang menjadi
penanda bahwa lokasi stasiun sudah tidak jauh lagi. Semangat kamipun mulai
menggebu-gebu tak sabar ingin segera mencapai garis finish.
Peta Jambu –
Ambarawa Tahun 1909
Sumber: kitlv.nl
Peserta Melintas
di Atas Sebuah Jembatan Menuju Ambarawa
Jalur
Kereta dan Bekas Tiang Telegraf Menuju Ambarawa
Perkiraan Lokasi
Stopplast Karangkepoh
Jembatan-Jembatan
Kereta Menuju Ambarawa
Perkiraan Lokasi
Stopplast Ampin Wetan
Tiang Sinyal
Stasiun Ambarawa
Sebuah Kereta
dari Stasiun Ambarawa Menuju Bedono Tahun 1938
Sumber: Copy Right Gerry Verhoeven
Akhirnya
rombongan mulai memasuki area Stasiun Ambarawa atau Willem I. Disini peserta
diberi waktu untuk beristirahat dan menikmati koleksi Museum KeretaApi Ambarawa
hingga pukul 3 sore. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk memanjakan kaki
yang sejak pagi kerja keras menaklukkan jalur kereta api dari Bedono hingga
Ambarawa. Disini saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu petugas
museum. Saya sempat menanyakan rencana peresmian Museum Kereta Api Ambarawa pada tanggal 28 September kelak yang
rencananya akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Beliau menjelaskan kemungkinan rencana
pada tanggal 28 September kelak masih bersifat soft launching yang hanya akan dihadiri oleh Menteri Perhubungan.
Hal ini dikarenakan masih banyaknya kekurangan-kekurangan di bagian museum yang
perlu diperbaiki.Koleksi museum pun juga belum seratus persen lengkap, ujar
beliau. Beliau juga sempat memberikan gambaran kepada saya mengenai konsep
museum kedepannya dimana akan ditempatkan beberapa bekas bangunan halte kereta
dari beberapa tempat termasuk halte disepanjang Solo-Wonogiri yang akan
dipindah ke Museum Ambarawa serta taman sinyal dan beberapa koleksi pendukung
lainnya.
Diharapkan proses revitalisasi
Museum Kereta Api Ambarawa akan selesai seratus persen pada bulan Mei tahun
2016yang bertepatan dengan ulang tahun Stasiun Ambarawa. Melihat sejarah
Stasiun Ambarawa, pendirian stasiun ini diprakarsai oleh raja Belanda kala itu
yang bernama Raja Willem I pada tahun 1873.Stasiun tersebut merupakan
perpanjangan jalur dari Kedungjati dengan tujuan utama pembangunannya adalah
untuk kepentingan militer, karena pada zaman dahulu Ambarawa adalah salah satu
wilayah basis militer Hindia Belanda. Stasiun inipun dahulu terkenal dengan
nama Stasiun Willem I, sesuai dengan nama pemrakarsanya. Seiring dengan
berjalannya waktu, Stasiun Ambarawa pun ditutup oleh pemerintah pada tahun 1976
karena sepinya jumlah penumpang.Akhirnya pada tanggal 6 Oktober 1976 Stasiun
Ambarawa resmi dialihfungsikan sebagai museum kereta api oleh pemerintah.
Selain berdiskusi mengenai
pengembangan komplek Museum Kereta Api Ambarawa, saya juga sempat menanyakan
rencana reaktivasi jalur kereta api dari Ambarawa menuju Magelang. Beliau
menjelaskan bahwa rencana tersebut sebenarnya sudah dibuat oleh PT. KAI dan rencananya
pembangunan jalur kereta api menuju Magelang akan selesai pada tahun 2020.
Tetapi beliau juga menerangkan bahwa kemungkinan rencana tersebut akan molor
seperti rencana reaktivasi jalur kereta api di wilayah Semarang – Demak – Kudus
dan Kedungjati – Tuntang yang terkendala masalah Amdal.
Banyak pelajaran dan informasi
berharga yang saya ambil dari diskusi ini.Meskipun rencana reaktivasi jalur kereta api di beberapa wilayah banyak yang akan
mengalami keterlambatan, tapi beliau menjelaskan bahwa untuk wilayah di Jawa
Tengah menjadi salah satu prioritas utama dalam rencana reaktivasi jalur kereta
api. Harapan saya semoga rencana tersebut bisa terlaksana dengan baik dan tepat
waktu, sehingga banyak masyarakat di berbagai daerah yang bisa menikmati
layanan kereta api.
Salah Satu
Bangunan Gudang Stasiun Ambarawa
Bangunan Stasiun
Ambarawa
Stasiun Ambarawa
Tahun 1890-1906
Sumber: kitlv.nl
Peron Stasiun
Ambarawa
Peserta Jelajah
Jalur Sepur di Museum Ambarawa
Sumber: Kota
Toea Magelang
Tak terasa waktu telah menunjukkan
pukul 3 sore.Itu artinya peserta harus meninggalkan Museum Kereta Api Ambarawa
untuk melanjutkan perjalanan pulang kembali menuju Magelang. Waktu itu saya
memutuskan untuk memisahkan diri dari rombongan karena saya memilih pulang
kembali ke Solo via Terminal Bawen Semarang untuk menghemat waktu. Banyak
pelajaran dan pengalaman berharga yang saya peroleh selama perjalanan kali ini.
Semoga tahun depan saya bisa memiliki kesempatan mengikuti acara ini lagi
dengan pengalaman yang tak kalah serunya. Semoga.
____________
developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
____________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB : primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
Sangar tenan bahasamu.Menggebu-gebu tidak sabar ingin segera mencapai finish :D :D linkmu tak backlink nang blog-ku. Oke :D
BalasHapusOk.
Hapusmksih bro
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusStasiun Jambu pernah dibuat shooting film Ateng Minta Kawin (1974)
BalasHapusPanoramanya terasa nyaman dan asri
silahkan langsung cek di menit 8:25
https://www.youtube.com/watch?v=Xaz_2aNAmG0