JEJAK KERETA DI TANAH PANTURA
Pantai utara atau yang lebih akrab
dipanggil Pantura adalah suatu kawasan di Pulau Jawa yang terbentang
disepanjang utara Pulau Jawa yang bersinggungan langsung dengan Laut Jawa.Pada
zaman dahulu hinga sekarang kota-kota yang masuk dalam kawasan tersebutterkenal
dengan kekayaan alamnya yang melimpah serta pusat-pusat perdagangannya yang
ramai. Semarang, Demak, Kudus, Jepara, Pati, Rembang, dan Tuban, adalah sedikit
contoh kota di kawasan Pantura yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Pada
zaman dahulu kota-kota tersebut tercatat memiliki beberapa komoditi perdagangan
penting, diantaranya seperti: kayu, kapuk, tras, garam, ikan, kopi, dan gula.Kekayaan
alam yang melimpah tersebut bisa dibuktikan dengan banyaknya dermaga-dermaga
laut, pabrik gula, pabrik pengolahan kayu, serta tambak garam yang tersebar
dikawasan tersebut.
Menjelang
pertengahan abad 18 banyak industri gula serta industri pengolahan hasil alam
lainnya seperti kapuk, kayu dan kopi yang mulai menjamur dikawasan Kudus hingga
Pati.Kemajuan industri yang pesat inilah yang turut mendorong mobilitas
dikawasan tersebut. Pada saat itu sempat terjadi permasalahan terkait dengan
distribusi barang hasil industri dimana belum adanya moda transportasi yang
mampu mengangkut hasil industri untuk didistribusikan ke berbagai kota di Pulau
Jawa.
Akhirnya
pada tahun 1881 sebuah perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda kala itu
yang bernama Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) mendapatkan izin dari
perintah kolonial untuk membangun jaringan kereta api dari Semarang menuju
Jatirogo Tuban yang pembangunannya dimulai secara bertahap. Pembangunan jalur
tersebut dimulai pada tahun 1881 hingga 1919 yang melintasi wilayah: Demak,
Kudus, Jepara, Pati, Joana, Rembang, Lasem, Pamotan, Jatirogo, Grobogan, Blora,
dan Cepu.Tercatat keseluruhan jalur yang berhasil dibangun oleh Samarang Joana
Stoomtram Maatschappij (SJS) pada periode tersebut seanjang 415 kilometer.
Peta Jalur
Kereta SJS Tahun 1902
Sumber: kitlv.nl
Kantor Pusat
Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) Tahun 1910
Sumber: kitlv.nl
Pada
hari Sabtu tanggal 29 Agustus 2015, selepas melakukan blusukan jalur tram di
Kota Semarang perjalanan saya lanjutkan menyusuri jejak jalur kereta api dari
Semarang menuju Lasem Rembang. Pada perjalanan kali ini saya bagi kedalam
beberapa tahap mengingat panjangnya rute yang akan saya telusuri serta
banyaknya lokasi halte dan stasiun yang akan saya cari. Tahap-tahap tersebut diantaranya
adalah: Semarang – Demak, Demak – Kudus, Kudus – Pati, Pati – Joana, Joana –
Tayu, Joana – Rembang, dan Rembang – Lasem.
Kurang
lebih pukul sembilan pagi saya mulai meninggalkan Pindrikan Semarang menuju
Demak.Menurut referensi yang saya peroleh, sepanjang jalur kereta dari Semarang
menuju Demak terdapat beberapa halte dan stasiun, diantaranya adalah: Halte
Kemijen, Halte Genuk, Halte Menangen, Halte Sayung, Halte Daleman, Halte Batu,
Halte Wonokerto, Stasiun Buyaran, Stasiun Demak, Halte Sasak, dan Stasiun
Ngaloran. Dari beberapa halte dan
stasiun tersebut tentu saja tidak semua bangunannya masih ada. Beberapa bangunan
halte ada yang sudah dirubuhkan akibat pembangunan kota.
Perjalananpun saya mulai dengan
menyusuri Jalan Pengapon yang berada tidak jauh dari lokasi gedung kantor pusat
SJS di Jalan Ronggo Warsito Semarang. Tak berapa lama berselang akhirnya saya
mulai memasuki wilayah Genuk.Disini posisi bekas jalur kereta berada di sebelah
kanan jalan.Patok milik PT. KAI pun banyak saya jumpai disepanjang
perjalanan.Diarea tersebut bekas rel sudah tidak saya jumpai.Kemungkinan besi
rel telah terkubur oleh tebalnya beton jalan raya.
Sambil berjalan pelan, saya mencoba
mencari lokasi bekas Halte Genuk yang menurut informasi yang saya peroleh kini
bangunannya telah dialihfungsikan sebagai bengkel.Tak berapa lama kemudian
akhirnya saya berhasil menemukan lokasi halte. Hampir saja saya melewatinya
karena bangunannya yang sudah tertutup
oleh besi-besi bekas. Salah satupenanda yang bisa dijadikan petunjuk
halte adalah plang milik PT. KAI yang tertancap di depan bangunan.
Setibanya di lokasi Halte Genuk,
tak ada aktivitas yang saya lihat didalamnya.Bangunan halte memang sudah
dialihfungsikan sebagai bengkel.Bahkan akibat dialihfungsikan tersebut,
bagian-bagian dalam bangunan terlihat kumuh dan rusak parah. Disisi selatan
bangunan halte juga terdapat sebuah rumah dinas yang kondisi tidak jauh berbeda
dengan kondisi halte.
Bagian Depan
Halte Genuk
Bagian Belakang
Halte Genuk
Rumah Dinas
Halte Genuk
Dari
lokasi Halte Genuk perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Demak.Kali ini
disepanjang perjalanan saya tidak menemukan tanda-tanda lokasi halte.Akhirnya
perjalanan saya tiba di wilayah Batu. Disini saya menjumpai sebuah tempat
pencucian motor dimana terdapat plang milik PT. KAI tertancap didepannya. Meskipun
disekitar area tersebut sudah didominasi oleh bangunan baru, namun perkiraan
saya lokasi tersebut adalah bekas lokasi Halte Batu.
Perkiraan Lokasi
Halte Batu
Beranjak
meninggalkan Batu perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Buyaran Demak.Disini
sesuai dengan catatan saya terdapat sebuah bangunan stasiunyang masih bisa
dijumpai.Sayapun bergegas menuju Pasar Buyaran karena asumsi saya lokasi
stasiun tidaklah jauh dari pasar.Jalanan yang macet akibat adanya kampanye
cukup menyulitkan pencarian saya waktu itu.Setibanya di Pasar Buyaran saya
tidak menjumpai bangunan yang mencirikan sebuah bangunan stasiun atau
halte.Akhirnya sayapun bertanya pada warga didekat pasar.Menurut informasi dari
beliau, letak Stasiun Buyaran berada di dekat pertigaan diseberang pasar.Beliau
menuturkan bangunannya masih ada tapi sudah tidak berwujud stasiun.melalui
informasi tersebut sayapun segera berputar arah menuju lokasi yang dimaksud.
Ternyata
bukanlah hal mudah untuk berputar arah menuju lokasi Stasiun Buyaran.Adanya
median jalan yang cukup panjang membuat saya harus berputar cukup jauh.Ditambah
lagi kondisi jalan raya yang sangat macet kala itu membuat waktu saya banyak
tersita.
Setibanya
dilokasi yang dimaksud oleh warga tadi, saya kembali kebingunan mencari letak
persis bangunan stasiun.Hal ini karena tidak ada satupun plang milik PT. KAI
yang saya jumpai disana.Akhirnya saya kembali bertanya pada seorang warga yang
kebetulan sedang menunggu seseorang didekat pertigaan Pasar Buyaran.Beliau menuturkan
bahwa bangunan bekas Stasiun Buyaran adalah toko yang ada dipinggir jalan
didekat gardu listrik.Sayapun kemudian mendatangi toko yang dimaksud.Benar saja
ternyata toko tersebut adalah bekas bangunan Stasiun Buyaran.
Didepan
bangunan toko ternyata terdapat sebuah plang milik PT. KAI yang tertutup oleh
kain spanduk.Hal inilah yang membuat saya cukup kesulitan mencari petunjuk
lokasi stasiun.Ukuran bekas bangunan Stasiun Buyaran tidaklah terlalu
besar.Bangunannya pun sebagian besar sudah mengalami perubahan.Mungkin
masyarakat sekarang sudah tidak mengenali kalau bangunan tersebut adalah
bangunan bekas stasiun.Dibagian emplasemen stasiun, saya sudah tidak menjumpai
bekas rel kereta, yang ada hanyalah patok milik PT. KAI saja.Berhubung hari
semakin siang perjalananpun saya lanjutkan menuju Kota Demak untuk mencari
lokasi bekas Stasiun Demak.
Emplasemen
Stasiun Buyaran
Bangunan Bekas
Stasiun Buyaran
Kurang
lebih dua puluh menit perjalanan dari Buyaran, perjalanan saya tiba di Kota
Demak.Disepanjang perjalanan menuju Demak, tidak ada satupun bekas rel yang
saya temukan.Hanya patok-patok milik PT. KAI saja yang menjadi penanda bekas
jalur kereta.Memasuki Kota Demak saya sempat salah ambil jalan, sehingga
memaksa saya untuk memutar arah cukup jauh.
Lokasi
bekas Stasiun Demak sangat mudah untuk ditemukan.Posisinya tidaklah jauh dari
Masjid Agung Demak.Setibanya diarea stasiun, suasana sepi meyambut kedatangan
saya.Tak nampak aktivitas yang berarti didalam bangunan stasiun yang kini telah
dimanfaatkan sebagai cafe tersebut.Bangunan Stasiun Demak bisa dikatakan cukup
megah dan kokoh.Dibagian belakang atau bagian emplasemen stasiun kondisi yang
kotor dan kumuh sangat jelas terlihat, seolah-olah menandakan lingkungannya
yang sudah tak terawat. Dibagian emplasemen saya sudah tidak menjumpai bekas
rel kereta sama sekali.
Berkeliling disekitar area stasiun,
disisi barat saya menjumpai sebuah bangunan menara air yang cukup besar dan
tinggi.Menurut saya ini adalah bangunan menara air stasiun terbesar dan
tertinggi yang pernah saya temui.Bergerak kesisi timur stasiun terdapat sebuah
bangunan gudang yang kini dimanfaatkan sebagai bengkel dan depo air isi ulang.
Bangunan gudang Stasiun Demak bisa dikatakan memiliki ukuran yang cukup besar.
Besarnya bangunan Stasiun Demak menandakan bahwa stasiun tersebut sangat sibuk
dan ramai dimasanya.
Stasiun Demak terletak di Kelurahan
Bintoro Kabupaten Demak. Pada masanya, stasiun ini melayani perjalanan kereta
apilokal dan kereta api antar kota. Stasiun ini dibangun oleh Samarang Joana
Stoomtram Maatschappij (SJS) pada tahun 1885.Di Stasiun Demak juga terdapat
jalur percabangan yang menghubungkan Demak dengan Grobogan dan Blora.
Seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya moda transportasi jalan raya, kereta api yang melintasi Demak dan
kota-kota disekitarnya mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Akhirnya pada tahun
1980-an stasiun ini resmi ditutup oleh pemerintah. Dibagian belakang stasiun
dahulu terdapat sebuah kanopi yang menutupi peron stasiun, akan tetapi kanopi
tersebut sekarang sudah dipindahkan ke Stasiun Pemalang.
Bangunan Stasiun
Demak Tampak Depan dan Samping
Emplasemen
Stasiun Demak
Stasiun Demak
Tahun 1976
Sumber: Copyright Rob Dickinson
Stasiun Demak
Tahun 1990
Sumber: Wikimapia
Bekas Bangunan Gudang Stasiun Demak
Menara Air
Stasiun Demak
Bekas Jalur
Kereta dari Stasiun Demak Menuju Ngaloran
Perjalanan
sayapun berlanjut meninggalkan Stasiun Demak.Kali ini saya beranjak menuju
Ngaloran yang mana menurut informasi yang saya peroleh disana masih terdapat
sebuah bangunan stasiun yang kini digunakan sebagai toko material.Disepanjang
Demak hingga Ngaloran posisi rel berada di kiri jalan.Hal ini berbeda dengan
bekas jalur kereta sebelumnya yang berada di sebelah kanan jalan.Posisi rel
yang berada di kiri jalan inilah yang sedikit memudahkan saya untuk menelusuri
jejak-jejak jalur kereta.
Akhirnya
perjalanan saya tiba di jalan raya Demak – Kudus.Disepanjang jalan saya masih
bisa menjumpai patok-patok milik PT. KAI yang tertancap dipinggir jalan.Setelah
cukup jauh berjalan, akhirnya saya tiba di wilayah Ngaloran.Disini saya sedikit
memperlambat perjalanan saya sembari mencari bekas bangunan Stasiun Ngaloran.
Akhirnya saya menjumpai sebuah
bangunan toko meubel dimana terdapat sebuah plang milik PT. KAI tertancap
didepannya.Awalnya saya sedikit ragu apakah bangunan tersebut benar bangunan
stasiun karena jika diamati sepintas bangunan tersebut nampak seperti bangunan
baru.Setelah saya menengok ke bagian dalam bangunan secara diam-diam, ternyata
benar bangunan tersebut adalah bekas bangunan stasiun.Hal ini saya buktikan
dengan masih adanya bilik loket tempat menjual karcis yang ada di sudut
bangunan.
Bangunan Stasiun Ngaloran kini
memang telah dialihfungsikan sebagai toko meubel.Ukuran bangunannya sendiri
bisa dikatakan lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran bangunan Halte Genuk
dan Stasiun Buyaran.Di area emplasemen stasiun, saya sudah tidak menjumpai
bekas rel jalur kereta. Menurut informasi yang pernah saya dengar, bekas rel
sepanjang jalur Demak hingga Rembang banyak yang telah dicabut saat proses
pelebaran jalan raya di tahun 2000-an.
Hari semakin siang, perjalananpun
segera saya lanjutkan menuju Kudus. Disepanjang perjalanan menuju Kudus, tercatat
ada beberapa lokasi halte dan stasiun, diantaranya adalah: Halte Njebon, Halte
Tjangkring, Halte Karanganyar, Halte Tanggulangin, Halte Jati, Stasiun Kudus,
dan Halte Bareng. Tentu saja dari beberapa halte dan stasiun tersebut tidak
semua bangunannya masih bisa dijumpai.
Emplasemen
Stasiun Ngaloran
Bilik Loket di Bekas
Stasiun Ngaloran
Bekas Jalur
Kereta di Perbatasan Kabupaten Demak
Bekas Jalur
Kereta di Kabupaten Kudus
Memasuki Kota
Kudus, bekas jalur kereta telah berubah menjadi area pejalan kaki. Disini
lagi-lagi saya sudah tidak menjumpai bekas jalur kereta, yang ada hanyalah
patok milik PT. KAI yang tertancap disepanjang jalan. Mencari lokasi Stasiun
Kudus agak cukup membingungkan bagi saya, maklum ini adalah pertama kalinya
saya blusukan di kota yang terkenal dengan jenangnya tersebut. Setelah mendapat
arahan dari seorang pengayuh becak, akhirnya saya berhasil menemukan lokasi
stasiun yang kini telah berubah menjadi pasar.
Diarea
bekas bangunan stasiun saya sempat masuk untuk melihat-lihat bagian dalam yang
kini telah dijejali oleh pedagang pasar.Stasiun Kudus memiliki area yang cukup
luas.Bekas-bekas jalur keretapun dibeberapa titik masih bisa saya jumpai
meskipun sebagian besar telah tertutup oleh bangunan baru. Dibelakang stasiun
saya sempat beristirahat sejenak sembari menikmati makan siang disebuah warung
yang ada di sana. Karena terbatasnya waktu yang saya miliki, saya tidak sempat
mencari bangunan dipo dan bangunan gudang Stasiun Kudus yang berada tak jauh
dari area stasiun.
Bekas Jalur
Kereta di Dalam Kota Kudus
Bekas
Bangunan Stasiun Kudus
Stasiun Kudus
Tahun 1936
Sumber: kitlv.nl
Bagian Dalam
Stasiun Kudus
Stasiun Kudus
Pasca Non Aktif
Sumber:
Wikipedia
Bekas Tempat
Penjualan Karcis Stasiun Kudus
Bekas Rel di
Area Stasiun Kudus
Stasiun Kudus terletak di Kelurahan
Wergu Kulon Kudus.Stasiun ini dibangun pada tahun 1883 oleh Samarang Joana
Stoomtram Maatschappij (SJS).Distasiun ini juga terdapat jalur percabangan
kereta menuju Mayong Jepara.Pada tahun 1980-an jumlah penumpang distasiun ini
mulai mengalami penurunan yang mengakibatkan stasiun harus ditutup oleh
pemerintah pada tahun 1986. Beranjak dari Stasiun Kudus perjalananpun saya
lanjutkan kembali menuju Pati.
Kereta Melintas
di Sebuah Jembatan di Kudus Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl
Kereta Berhenti
di Halte Bareng Jekulo Kudus Tahun 1976
Sumber: Copyright Rob Dickinson
Sepanjang
perjalanan menuju Pati, saya tidak menemukan bekas jejak jalur kereta yang
masih bisa saya jumpai.Cukup jauh memang jarak antara Kudus dengan
Pati.Perjalanan saya hanya didominasi oleh jalanan yang lurus yang seolah tak
ada ujungnya. Dari Kudus menuju Pati, tercatat ada beberapa halte dan stasiun
yang pernah berdiri, diantaranya adalah: Halte Kaliampo, Stasiun Pati, Halte
Gemeces, Halte Guyangan, dan Stasiun Joana.
Setelah
cukup lama menempuh perjalanan, akhirnya tiba juga saya di Kota Pati.Disini
bekas jalur kereta telah berubah menjadi jalur lambat. Sambil berjalan pelan
menelusuri jalanan kota, akhirnya saya menjumpai sebuah bangunan berarsitek
Belanda yang saya perkirakan adalah bangunan rumah dinas stasiun. dihalaman
depan rumah tersebut tertancap plang milik PT. KAI. Sembari terus melakukan
penelusuran, sayapun bertanya kepada seorang warga yang ada dipinggir jalan
mengenai letak bekas Stasiun Pati.Warga tersebut menunjukkan bahwa lokasi bekas
Stasiun Pati kini telah dirubah menjadi kawasan pertokoan yang tidak jauh dari
posisi saya.
Tak
berapa lama kemudian akhirnya saya tiba dilokasi bekas Stasiun Pati.Bangunan
Stasiun Pati memiliki ukuran yang cukup besar.Akan tetapi sayang pemanfaatan
bangunan sebagai komplek pertokoan membuat bangunan stasiun sulit untuk
dikenali meskipun bentuk aslinya masih utuh.Disekitar area stasiun, saya masih
bisa menjumpai bangunan gudang dan menara air yang berada disisi utara.
Beberapa bangunan kantor stasiunpun juga masih nampak berdiri dibelakang stasiun.
Dibagian barat stasiun, saya sempat menjumpai bekas rel yang sudah tersamarkan
oleh tanah.
Stasiun
Pati terletak di Kelurahan Margorejo Pati.Stasiun ini dibangun oleh Samarang
Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) pada tahun 1885. Stasiun ini dahulu melayani
perjalanan kereta api lokal dan antar kota. Perkembangan moda transportasi
berbasis jalan raya pada dekade 1980 membuat kereta api kalah bersaing dan
mulai ditinggalkan penumpangnya. Akhirnya pada tahun 1987 pemerintah secara
resmi menutup Stasiun Pati dengan alasan sepinya jumlah penumpang.Beranjak dari
Stasiun Pati perjalananpun saya lanjutkan menuju Joana.
Kereta Melintas
di Kaliampo Pati Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl
Bangunan Gudang
Stasiun Pati
Bangunan Stasiun
Pati
Stasiun Pati Pasca
Non Aktif
Sumber:
Wikipedia
Stasiun Pati
Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl
Jalan di Depan
Stasiun Pati Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl
Menara Air
Stasiun Pati
Jalur Kereta
Melintas di Kota Pati Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl
Sepanjang
perjalanan menuju Joana, saya sudah tidak menemukan bekas jalur kereta sama
sekali. Tak begitu jauh jarak dari Stasiun Pati menuju Joana, kurang lebih lima
belas menit perjalanan akhirnya saya tiba di Alun-Alun Joana. Menurut info yang
saya peroleh Stasiun Joana berada tidak jauh dari alun-alun kota. Tak ingin
menghabiskan banyak waktu mencari, sayapun bertanya pada seorang warga mengenai
posisi Stasiun Joana. Letak komplek stasiun memang benar tidak jauh dari
alun-alun kota, atau lebih tepatnya berada disebelah barat alun-alun.
Posisi
bangunan Stasiun Joana tidaklah berada tepat disamping jalan raya seperti
Stasiun Pati.Tetapi masuk kurang lebih 30 meter kesebuah gang.Dari kejauhan,
bangunan stasiun yang besar dan megah sudah tampak terlihat.Arsitektur bangunan
Stasiun Joana mirip dengan Stasiun Pati dan Stasiun Blora, dimana rangka
bangunannya banyak didominasi dari material kayu.Bekas bangunan stasiun kini
telah dijadikan lapangan olah raga dan area parkir oleh warga sekitar.Kondisi
bangunan stasiunpun tampak agak kurang terawat.
Bekas Bangunan
Stasiun Joana
Bagian Dalam
Stasiun Joana
Stasiun Joana
Tahun 1914
Sumber: kitlv.nl
Stasiun
Joana terletak di Kelurahan Doropayung Joana Pati.Stasiun ini dibangun pada
tahun 1884 oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS).Stasiun ini ditutup
secara resmi oleh pemerintah bebarengan dengan penutupan Stasiun Pati pada
tahun 1987 karena sepinya jumlah penumpang.Di stasiun ini terdapat jalur
percabangan menuju Tayu.
Beranjak
dari Stasiun Joana, perjalanan saya lanjutkan menuju Tayu. Dari Joana hingga
Tayu tercatat ada beberapa halte dan stasiun, diantaranya adalah: Halte
Bakaran, Halte Jetak, Halte Guyangan, Halte Kemiri, Halte Bulumanis, Halte
Mergotuhu, dan Stasiun Tayu. Jarak antara Joana hingga Tayu kurang lebih sejauh
24 kilometer. Di sekitar Alun-Alun Joana bekas jalur kereta masih bisa saya
temui.Waktu itu karena hari yang sudah terlalu sore dan harus mengejar waktu
menuju Lasem, akhirnya penelusuran ke Tayu saya batalkan.Saya hanya berhasil melakukan
penelusuran kurang lebih sejauh 2 kilometer kearah Tayu.Sayapun akhirnya
berputar arah dan langsung menuju Rembang.
Bekas Jalur
Kereta dari Juana Menuju Tayu
Selama
perjalanan menuju Rembang, posisi bekas jalur kereta berada di kanan jalan raya.Pemandangan
berupa tambak garampun mendominasi perjalanan saya.Tak bisa dibayangkan betapa
indahnya pemandangan disana jika dinikmati dari atas kereta.Angin yang
berhembus semilir serta ombak Laut Jawa yang terlihat dari kejauhan tentu saja
menjadi hiburan tersendiri.Akan tetapi sayang, hal tersebut kini tinggallah
kenangan.Sebelum memasuki wilayah Rembang, saya sempat beristirahat sejenak
disebuah masjid untuk melaksanakan sholat ashar.Lepas itu perjalanan saya
lanjtkan kembali dan tibalah saya di wilayah Kabupaten Rembang.
Tidak
jauh dari perbatasan antara Kabupaten Rembang dengan Kabupaten Pati saya
menjumpai sebuah bekas jembatan kereta api yang berada di seberang Pasar
Kaliori. Bentuk kerangka jembatan masih tampak utuh.Jembatan tersebut kini dimanfaatkan
warga sebagai jembatan penyeberangan alternatif.
Bekas Jembatan
di Kaliori
Perjalanan
sayapun berlanjut menuju Kota Rembang.Dari Stasiun Joana menuju Lasem, tercatat
ada beberapa bangunan stasiun dan halte yang pernah berdiri, diantaranya
adalah: Halte Batangan, Halte Delok, Halte Dresen, Halte Waru, Stasiun Rembang,
Halte Bangi, Halte Godo, dan Stasiun Lasem. Dari sekian stasiun dan halte yang
ada tidak semua banngunannya masih bisa dijumpai karena beberapa diantaranya
telah dirubuhkan.
Saat melintasi area tambak, saya
menjumpai sebuah rumah disebelah kanan jalan dimana dibagian depan halamannya
tertancap plang milik PT. KAI. Sayapun sempat berhenti sejenak mengamati rumah
tersebut. Asumsi saya bangunan tersebut adalah bangunan rumah dinas stasiun
karena modelnya yang mirip dengan rumah dinas stasiun pada umumnya. Tak jauh
dari rumah tersebut saya kembali menjumpai sebuah bangunan yang berada dipinggir
jalan dengan plang milik PT. KAI tertancap didepannya.Bangunan tersebut mirip
dengan bangunan stasiun zaman DKA dengan aksen lubang jendela bulat dibagian
atasnya.
Kebetulan
diarea bangunan tersebut tak satupun orang yang saya jumpai untuk dimintai
keterangan.Di bagian plang milik PT. KAI saya membaca sebuah keterangan aset
dengan kode DEK.Asumsi saya bangunan tersebut adalah bangunan Halte Delok dan
rumah dinasnya.
Perkiraan Rumah
Dinas Halte Delok
Perkiraan
Bangunan Halte Delok
Meninggalkan
Delok saya segera tancap gas menuju Kota Rembang.Waktu yang semakin sore
semakin menyulitkan saya untuk mengambil dokumentasi gambar.Akhirnya tiba juga
saya di Kota Rembang.Sebenarnya pada tahun 2012 saya pernah mengunjungi
bangunan Stasiun Rembang karena kebetulan teman kuliah saya tinggal disekitar
kompleks stasiun.Hal inilah yang sedikit memudahkan saya mencari lokasi bekas
Stasiun Rembang.
Setibanya
di komplek Stasiun Rembang, saya segera menuju ke bagian emplasemen stasiun
yang kini telah tertutup paving semen.Disebelah barat bangunan utama stasiun,
terdapat sebuah bangunan bekas dipo lokomotif dan bangunan gudang.Sayapun juga
sempat menjumpai beberapa tiang telegraf yang masih tertancap diarea
stasiun.Stasiun Rembang kini dimanfaatkan sebagai kios pertokoan.Arsitektur
bangunannya pun sangat mirip dengan Stasiun Blora yang didominasi material
kayu.
Sayapun
bergerak kearah timur.Dibagian sisi timur stasiun, saya menjumpai sebuah
bangunan yang saya perkirakan adalah bangunan dipo yang memiliki ukuran cukup
besar.Bekas tiang sinyal stasiunpun juga masih bisa saya jumpai.Di sisi timur
stasiun masih banyak saya jumpai bekas jalur rel yang mengarah ke Lasem.Bekas
jalur rel tersebut berada persis dipinggir jalan yang kemudian masuk ke perkampungan
warga.
Bangunan Bekas
Stasiun Rembang
Stasiun Rembang
Pasca Non Aktif
Sumber:
Wikipedia
Bekas Bangunan
Dipo Stasiun Rembang
Menara Air
Stasiun Rembang
Bangunan Gudang
Stasiun Rembang
Bekas Tiang
Sinyal Stasiun Rembang
Stasiun Rembang
Sumber: kitlv.nl
Kereta Melintas
di Rembang Menuju Lasem Tahun 1976
Sumber:
priyatmaja.blogspot.com
Stasiun Rembang
Tahun 1923
Sumber: kitlv.nl
Bekas Rel di
Sekitar Stasiun Rembang
Bekas Jalur
Kereta Bersilangan dengan Jalan Raya Menuju Lasem
Bekas Jalur
Kereta Menuju Lasem
Stasiun Rembang
terletak di Kecamatan Rembang, Rembang.Stasiun ini dibangun oleh Samarang Joana
Stoomtram Maatschappij (SJS) pada tahun 1900.Pada zaman dahulu stasiun ini memiliki
percabangan jalur menuju Blora. Tahun 1987 adalah tahun terakhir beroperasinya
stasiun ini karena kalah bersaing dengan angkutan lain berbasis jalan raya.
Kini bangunan stasiun digunakan sebagai pertokoan.
Tepat
pukul lima sore saya beranjak dari Stasiun Rembang menuju Lasem. Waktu yang
semakin sore membuat saya harus terburu-buru menuju Lasem. Sebenarnya
pemandangan disepanjang perjalanan sangatlah indah, akan tetapi demi mengejar
waktu hal itu saya abaikan. Jarak antara Rembang dengan Lasem kurang lebih 10
kilometer.Angin laut yang berhembus sangat kencang membuat saya harus
berhati-hati dalam mengontrol laju kendaraan.
Saat
melintasi Desa Tiremon, saya menjumpai sebuah bekas jembatan kereta yang
ukurannya tidak terlalu besar masih kokoh berdiri diseberang jalan.Dibagian
jembatan tersebut masih tampak besi rel dan bantalan kayu yang masih
asli.Jembatan tersebut kini dimanfaatkan warga sekitar sebagai jembatan
alternatif.
Bekas Jembatan
di Desa Tiremon Rembang
Perjalanan
saya akhirnya tiba di Lasem.Disini saya mulai mencari keberadaan bekas Stasiun
Lasem yang menurut cerita telah dialihfungsikan sebagai tempat parkir truk-truk
besar.Tidaklah sulit bagi saya untuk menemukan bekas Stasiun Lasem.Lokasi
stasiun yang berada tidak jauh dari jalan raya membuatnya mudah untuk
ditemukan.
Bekas area Stasiun Lasem sangatlah
luas. Disana terdapat bangunan gudang dan bangunan utama stasiun serta beberapa
rumah dinas stasiun yang beberapa diantaranya masih digunakan. Area Stasiun
Lasem kini memang telah disulap menjadi tempat parkir truk bertonase besar.Disana
bekas relpun sudah tidak bisa saya jumpai.Hari yang sudah petang membuat saya
tak bisa berlama-lama dilokasi stasiun karena saya harus segera mencari
penginapan untuk istirahat.Akhirnya dengan berat hati saya putuskan untuk
mengunjungi lagi Stasiun Lasem esok hari untuk mengambil dokumentasi.
Tak jauh dari lokasi Stasiun Lasem,
terdapat sebuah penginapan yang cukup murah dan nyaman untuk disewa.Sayapun
memutuskan untuk menginap ditempat tersebut karena esok hari saya harus
mengunjungi lagi Stasiun Lasem untuk mengambil dokumentasi yang sempat tertunda
karena hari yang sudah gelap.
Sedikit bercerita mengenai
pengalaman “mistis” yang sempat saya alami saat menginap di hotel yang saya
tempati, waktu itu kurang lebih pukul sembilan malam setelah makan malam di
sekitar Alun-Alun Lasem saya kembali ke hotel untuk beristirahat. Posisi saya
waktu itu sendirian, karena memang selama blusukan dari Semarang hingga Lasem
semua saya lakukan sendiri tanpa partner.Saat
hendak memejamkan mata tiba-tiba dari dalam kamar mandi terdengar suara gaduh
yang kemudian diikuti dengan suara wanita yang tertawa dengan nada yang
tinggi.Sayapun sontak langsung terbangun karena kaget.Sempat berfikir positif
mengenai suara tersebut yang mungkin berasal dari kamar sebelah.Sayapun keluar
kamar mengkroscek apakah benar suara tadi berasal dari kamar sebelah.Setelah
keluar kamar barulah sadar bahwa dua kabar disebelah saya ternyata kosong tak
berpenghuni.
Hal ini adalah pertama kali bagi
saya mendengar suara seperti itu.Sempat berdoa dan berfikir positif tapi semua
itu gagal.Akhirnya akibat dibayang-bayangi suara misterius yang selalu
terngiang-ngiang dikepala, sayapun tidak bisa memejamkan mata hingga pukul dua
pagi.Padahal waktu itu kondisi saya sudah sangat lelah mengingat panjangnya
perjalanan yang saya tempuh seharian.
Akhirnya karena kelelahan, tanpa
sadar sayapun tertidur pulas dengan sendirinya hingga pukul lima pagi. Tepat
pukul setengah tujuh pagi sayapun segera cek
out dari hotel dan berangkat menuju Stasiun Lasem yang jaraknya kurang
lebih hanya 100 meter dari hotel tempat saya menginap.Tiba di Stasiun Lasem,
suasana sepi segera menghampiri saya.Tak nampak aktivitas yang berarti di bekas
area stasiun.
Stasiun Lasem merupakan salah satu
stasiun terunik yang pernah saya kunjungi.Bangunannya yang berarsitek campuran
antara Tionghoa dan indische membuatnya unik dan menarik.Mungkin ini adalah
bangunan stasiun satu-satunya yang berarsitektur Tionghoa yang ada di
Indonesia.Akan tetapi sayang, bangunan stasiun yang memiliki nilai sejarah
tinggi dan berstatus sebagai bangunan cagar budaya ini tidak mendapatkan
perawatan yang layak sebagaimana mestinya.Dibeberapa titik atap stasiun ada
yang sudah rapuh dan roboh.Bahkan bangunan yang saya perkirakan sebagai
bangunan kamar mandipun sudah rusak parah.Begitu pula dengan kondisi sekitar
stasiun yang tampak kotor dan kumuh.
Stasiun Lasem terletak di Desa
Dorokandang, Lasem Rembang.Stasiun ini didirikan oleh Samarang Joana Stoomtram
Maatschappij (SJS) yang mendapat konsesi untuk membangun jalur kereta sebagai
sarana eksploitasi hasil alam pada tahun 1883-1900.Stasiun ini memiliki perpanjangan jalur hingga ke
Pamotan Rembang.
Seiring dengan ditutupnya Stasiun
Rembang pada tahun 1987 oleh pemerintah, secara otomatis membuat stasiun ini
juga ikut ditutup.Beranjak meninggalkan lokasi Stasiun Lasem, perjalananpun
saya lanjutkan kembali menuju ke Kecamatan Pamotan untuk mencari keberadaan
Stasiun Pamotan yang menurut referensi yang saya peroleh bangunannya masih ada.
Bekas Loket
Stasiun Lasem
Bekas Emplasemen
Stasiun Lasem
Bekas Bangunan
Toilet Stasiun Lasem
Bekas Bangunan
Kantor Stasiun Lasem
Stasiun Lasem
Pasca Non Aktif
Sumber:
Wikipedia
Menuju
Pamotan, disepanjang perjalanan saya disuguhi dengan pemandangan perbukitan
yang indah. Berbeda dengan perjalanan saya sebelumnya yang didominasi oleh
ramainya kendaraan Pantura, disini kondisi jalanan cenderung sepi.Pamotan
terletak kurang lebih 10 kilometer dari Lasem.Kurang lebih 15 menit perjalanan
akhirnya saya tiba di wilayah Pamotan.
Disini
saya sempat kebingungan mencari keberadaan bekas Stasiun Pamotan.Selama
diperjalanan dari Lasem tak satupun bekas jalur kereta yang saya
jumpai.Patok-patok milik PT. KAI pun juga tak ada yang saya lihat.Perkiraan
saya bekas jalur kereta dari Lasem melintasi area ladang persawahan.Saat
mencari petunjuk, saya sempat bertanya pada seorang warga mengenai dimana lokasi
Stasiun Pamotan berada. Dengan ramahnya warga tersebut menunjukkan sebuah
perempatan jalan yang dulu merupakan bekas perlintasan kereta api yang tak jauh
dari pusat desa. Saya disarankan untuk masuk gang disebelah kiri jalan dan
bertanya pada warga kampung sekitar.Melalui petunjuk tersebut sayapun segera bergegas
menuju lokasi.
Benar
saja, disekitar perempatan jalan yang dulu merupakan bekas perlintasan jalur
kereta terdapat beberapa plang milik PT. KAI yang tertancap dipinggir
jalan.Sayapun masuk kesebuah gang disisi kiri jalan.Didalam gang tersebut saya
menjumpai beberapa patok milik PT. KAI tertancap dibeberapa sudut jalan.
Akhirnya saya menjumpai bangunan rumah dinas Stasiun Pamotan yang kini masih
digunakan sebagai tempat tinggal. Disekitar rumah dinas stasiun, saya sempat berputar-putar
beberapa kali mencari bekas bangunan stasiun tapi tak kunjung membuahkan hasil.
Akhirnya ada seorang warga yang memberitahu saya bahwa lokasi bekas bangunan
stasiun berada di gang sebelah.
Ternyata
benar, setelah melakukan pencarian digang sebelah akhirnya saya menjumpai bekas
bangunan Stasiun Pamotan yang kondisinya sudah tidak terawat.Bentuk bangunan
Stasiun Pamotan merupakan bentuk bangunan stasiun di era DKA.Bekas emplasemen
stasiun dan jalur keretapun kini telah berubah menjadi jalan kampung. Disana
saya masih bisa menjumpai bilik loket dan ruang kantor stasiun. Dibagian
belakang bangunan stasiun kini dimanfaatkan warga sebagai kandang ternak,
sedangkan dibagian ruang tunggu penumpang digunakan sebagai gudang.Menurut
hipotesa saya pembangunan jalur di wilayah Pamotan selain diperuntukan untuk angkutan penumpang juga digunakan
sebagai angkutan hasil gula dari PG Pamotan dan angkutan kayu serta hasil
pertanian yang banyak dijumpai diwilayah tersebut.
Bekas Bangunan
Stasiun Pamotan
Bekas Bilik
Loket Stasiun Pamotan
Suasana Stasiun
Pamotan Tahun 1947
Sumber: kitlv.nl
Kereta Melintas
di Pamotan Tahun 1947
Sumber: kitlv.nl
Hari mulai beranjak siang,
perjalananpun saya lanjutkan kembali menuju Jatirogo Tuban Jawa
Timur.Perjalanan saya menuju Jatirogo kurang lebih sejauh 24 kilometer dari
Pamotan.Disepanjang perjalanan, saya disuguhi hamparan hutan yang masih
asri.Sempat muncul kekawatiran saat melintas diarea hutan karena lokasinya yang
benar-benar jauh dari pusat keramaian dan sepi.Ditambah lagi perjalanan saya
lakukan seorang diri.
Cukup jauh perjalanan saya menuju
Jatirogo.Kondisi jalanan yang naik turun serta berliku-liku cukup memacu
adrenalin saya.Diarea tersebut, jalur kereta melintas di area ladang dan
hutan.Dibeberapa titik saya sempat menjumpai bekas pondasi jembatan kereta yang
berdiri ditengah hutan membelah perbukitan.Jalur ini mungkin bisa dikatakan
mirip dengan jalur kereta di Kedungjati Grobogan.Beberapa rel pun sempat saya
lihat disekitar pos pengumpulan kayu milik Perhutani.Mungkin dulunya jalur yang
melintas diarea ini banyak digunakan untuk mengangkut glondongan kayu dari
hutan layaknya jalur yang ada di Blora yang pernah saya datangi.Akhirnya
perjalanan sayapun tiba di wilayah Jatirogo.
Setibanya di Jatirogo, saya mulai
menjumpai bekas pondasi jalur kereta yang berada persis dipinggir jalan.
Perjalananpun saya lanjutkan menuju pusat kecamatan. Didekat kantor polisi
Jatirogo saya mendapati bangunan-bangunan rumah dinas Stasiun Jatirogo.
Plang-plang milik PT. KAI pun juga banyak tertancap diarea tersebut. Bahkan
nama jalan disekitar lokasi tersebut menggunakan nama Jalan Stasiun.
Ternyata lokasi bekas Stasiun
Jatirogo berada di area belakang kantor polisi. Bangunannya yang besar
membuatnya mudah untuk dikenali.Setibanya di area stasiun, tak ada aktivitas
yang berarti yang saya jumpai.Bangunannya pun kosong tapi dengan kondisi yang
lebih baik jika dibandingkan dengan Stasiun Pamotan.Tampak sebuah meja billiard
berada di bekas ruang tunggu penumpang.Dibagian emplasemen stasiunpun sudah
tidak saya jumpai bekas rel kereta.
Saat saya mengambil dokumentasi
bangunan stasiun, tiba-tiba ada seorang kakek menghampiri saya.Ternyata beliau
adalah mantan masinis yang dulu mengoperasikan kereta dari Jatirogo hingga
Rembang.Beliaupun juga sempat bercerita kepada saya mengenai kondisi
perkeretaapian dimasa lalu.Beliau berkisah bahwa pada zaman dahulu sebelum
jalanan ramai oleh bus dan kendaraan pribadi, stasiun sangat ramai oleh
penumpang yang hendak bepergian.Gerbong-gerbong kereta pun banyak yang terisi
penuh.Namun setelah kedatangan bus diwilayah tersebut jumlah penumpang kereta
turun drastis dan cenderung sepi.Hal itulah yang membuat stasiun ditutup oleh
pemerintah.
Stasiun Jatirogo merupakan stasiun
paling barat di Kabupaten Tuban serta paling barat di Provinsi Jawa Timur.Stasiun
ini dibangun oleh Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) dan merupakan
stasiun terminus paling timur yang dibangun oleh SJS.Dekade 1980-an adalah
dekade terakhir stasiun ini beroperasi.Sebenarnya waktu itu ada keinginan untuk
menggali informasi lebih dari kakek tersebut.Akan tetapi sayang usianya yang
sudah senja membuat pendengaran dan ingatannya sedikit berkurang.Setelah cukup
mendapatkan informasi dari kakek tersebut, sayapun berpamitan dan segera
melanjutkan perjalanan kembali menuju Blora.
Bekas Pondasi
Jembatan Kereta di Jatirogo
Rumah Dinas
Stasiun Jatirogo
Bekas Emplasemen
Stasiun Jatirogo
Mantan Masinis
Jatirogo – Rembang
Bekas Bilik
Loket Stasiun Jatirogo
Peresmian Kereta
di Jatirogo
Sumber: kitlv.nl
Dengan berakhirnya penelusuran saya
di Stasiun Jatirogo berarti berakhir pula penelusuran saya di jalur milik
Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS).Banyak pelajaran dan ilmu yang bisa
saya dapat selama melakukan penelusuran.Merupakan sebuah harapan jika suatu
saat jalur-jalur kereta di wilayah tersebut bisa direaktivasi kembali guna
mendukung aktivitas masyarakat sekitar.
Meninggalkan Jatirogo sayapun
bergerak menuju Blora untuk melanjutkan perjalanan pulang.Selama diperjalanan
saya kembali disuguhi pemandangan hutan jati yang luar biasa indahnya.Setelah
menempuh perjalanan yang cukup lama akhirnya saya tiba di Jepon Blora.Disana
saya sempat mampir ke Stasiun Jepon untuk beristirahat sejenak.
Perjalananpun berlanjut menuju Kota
Blora.Disana saya memiliki misi untuk mampir ke bangunan dipo lokomotif Stasiun
Blora yang beberapa waktu lalu belum sempat saya sambangi.Kurang lebih 10
kilometer dari Jepon, sayapun tiba di Stasiun Blora.Saya langsung menuju area
bangunan dipo lokomotif yang terletak disebelah timur bangunan stasiun.Bekas
bangunan dipo sekarang telah dirubah menjadi gudang.Bangunannyapun tampak
kurang terawat.Dibagian atas bangunan masih terdapat tulisan identitas bangunan
dipo.Beranjak dari bangunan dipo saya kemudian menuju sisi barat Stasiun
Blora.Kali ini tujuan saya adalah mencari sarapan pagi untuk mengisi perut yang
belum saya isi semenjak dari Lasem.
Pemandangan
Hutan Jati Jatirogo - Blora
Bekas Bangunan
Stasiun Jepon
Bekas Bangunan
Dipo Stasiun Blora
Bekas Bangunan
Stasiun Blora
Setelah cukup puas mengisi perut,
perjalananpun saya lanjutkan menuju ke Kota Sragen. Sebenarnya selama
perjalanan pulang banyak bekas infrastruktur kereta api milik SJS yang masih
bisa saya temukan seperti: bangunan stasiun, tiang sinyal, pondasi jembatan,
bekas rel kereta, dan lain sebagainya. Akan tetapi karena dipetak tersebut
pernah saya telusuri dan bahas diartikel saya sebelumnya, maka saya hanya
mengambil beberpa dokumentasi dititik-titik tertentu saja.
Perjalanan pulang menuju Sragen merupakan
sebuah perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Terik matahari yang sangat
panas ditambah lagi dengan kondisi jalan yang sedikit rusak dibeberapa titik
membuat perjalanan saya bak berada di medan perang.
Melintasi Stasiun Wirosari saya
memutuskan untuk mengambil jalan pintas menuju Sragen dengan melewati wilayah
Bedug Kuwu. Disana saya teringat akan sebuah jalur percabangan yang dulu
menghubungkan Stasiun Wirosari dengan Stasiun Kradenan. Akan tetapi sayang saya
tidak berhasil menemukan bekas percabangan jalur tersebut.Kurang lebih pukul
satu siang akhirnya saya tiba di Sragen dengan selamat. Semoga dilain waktu dan
kesempatan saya bisa melakukan blusukan kembali ditempat lain dengan cerita dan
sejarah yang tak kalah menariknya. Semoga.
Bekas Pondasi
Jembatan Kereta di Ngawen Blora
Bekas Tiang
Sinyal Stasiun Wirosari Blora
Bekas Tanda
Perlintasan Kereta Stasiun Wirosari Blora
_______________
Developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
_______________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
Setuju bangunan Stasiun Lasem-nya unik. PR buat mlipir ke sana kalau jadi ke Lasem bulan depan nih ^^
BalasHapusBtw tampilan blogmu yang baru bikin tulisannya lebih enak dibaca, keep writing bro!
eh kalau kamu ke lasem mungkin kalau mampir ke rembang aku nitip fotin stasiun rembang ya....
HapusMaaf saya sedang melakukan penelitian tentang Stasiun Demak apakah anda punya informasi/gambar lain tentang stasiun demak/jalur semarang-demak-blora
BalasHapusTrimakasih
ada,
BalasHapusbeberapa sudah saya upload di artikel saya di blog ini...
ada,
BalasHapusbeberapa sudah saya upload di artikel saya di blog ini
mas prima, luar biasa - terimakasih tulisannya, menarik sekali! salam kenal
BalasHapusmas prima, luar biasa - terimakasih tulisannya, menarik sekali! salam kenal
BalasHapusTerima kasih atas atensinya.
BalasHapusTerima kasih atas atensinya.
BalasHapusSangat susah sekali kalau mau masuk ke bekas stasiun Pati karena sekarang jadi tempat karaoke dan bukanya sore hari...
BalasHapusiya pak, untuk ambil gambarnya saja juga susah karena banyak diapit bangunan
HapusOm, mau ngeralat dikit.
BalasHapusGambar dengan keterangan "Bekas Jalur Kereta dari Juana Menuju Tayu" itu bukan rel menuju Tayu, melainkan rel tersebut menuju ke pelabuhan Juwana.
Kalo rel arah Tayu sejajar dengan jalan Mangkudipuro, memotong jalan Daendles di pertigaan eks Tugu Sukun ke arah barat. Relnya sudah hilang, dulu tahun 2000 rel arah tayu masih tampak jelas di sisi selatan jalan Mangkudipuro (daerah Bakaran-Langgenharjo).
Btw, saya suka dengan postingan om, sukses selalu.
Terima kasih atas koreksi dan masukannya..😊
Hapustulisan anda sangat menarik...sukses sll mas
BalasHapusSekitar awal tahun 2008 masih terlihat sisa-sisa jalur rel mulai masuk kota rembang hingga arah lasem.pertengahan tahun 2008 mulai dilakukan pelebaran jalur pantura sehingga sisa-sisa rel itu diangkat semua. Disebelah selatan jembatan yang melintasi sungai karanggeneng ada bekas pondasi jembatan perlintasan KA. Kapan-kapan mungkin mas prima bisa kesana melihat-lihat. Sukses selalu mas.
BalasHapusSaya tertarik dengan artikel mas prima yang mengangkat tema sejarah perkereta-apian khususnya telusur jejak rel KA yang non aktif yang masih tersisa atau bahkan hilang sama sekali.
BalasHapusSaya berniat untuk memetakan kembali seluruh rel KA di Jawa, Sumatera atau wilayah lain jika ada, oleh karenanya saya membutuhkan peta (dalam bentuk apapun) yang akan saya proses kembali dalam sebuah peta/map 3 dimensi yang bisa di akses oleh gamer Cities: Skylines khusus di Indonesia mungkin mas prima bisa membantu saya jika mas memiliki koleksi petanya dan bisa dikirim ke email saya; Iskandar.roji@gmail.com
Juga dengan senang hati jika mas prima mau bergabung dengan grup FB yang saya kelola "Cities:Skylines Nusantara (Indonesia)"
Salut buat mas prima atas kecintaannya dengan Kereta Api Indonesia & sejarahnya.
Mantap.. tulisan nya mas..
BalasHapusmas prima, saya tertarik sama tulisannya
BalasHapussaya sekarang sedang meneliti tentang kereta api semarang rembang
kalo misal mau tanya2 bolehkah?
boleh minta cpnya?
Boleh. Cp saya ad di bwah artikel saya di atas.
HapusWa: 085 725 571 790
Tulisan yang menarik, teruskan blusukan jalur mati. mantap
BalasHapusTulisan yang sangat menarik mas. Saya kelahiran Pati & rumah orang tua saya ada di belakang swalayan Ada, di jalan pemuda. Rel kereta sekarang sudah ditimbun/ditutup. Yg di depan swalayan Ada, posisi rel ada di bawah trotoar.
BalasHapusAlun-alun kota Pati dulu terpisah oleh rel kereta, menjadi sisi utara & selatan. Rel kereta sekarang ditimbun tanah sehingga alun-alun pati menjadi satu dan terlihat rata seperti sekarang.
Sampai saya lulus SMA tahun 1997, stasiun puri, pati masih utuh, tidak seperti sekarang yg sudah menjadi kafe/ tempat karaoke. Teman SMA saya ada yg pernah tinggal di kompleks stasiun puri, pati karena bapaknya pegawai PJKA kalo ngga salah.
Saya sempat melihat kereta api yg melintas tahun 1985-an. Tahun segitu kereta sudah jarang lewat. Satu rangkaian kereta hanya 1-2 gerbong saja.
Terima kasih mas atas infonya
HapusPenelusuran ini pakai motor apa mobil Mas ?
BalasHapus