MELACAK JEJAK TRAM KOTA SEMARANG
Sebagai
kota pertama di Indonesia dimana kereta api pernah dibangun untuk pertama
kalinya, Semarang memang banyak memiliki sejarah panjang yang berhubungan
dengan moda transportasi berbasis rel ini. Pembangunan jalur kereta api pertama
dari Kemijen Semarang menuju ke Desa Tanggung Grobogan sejauh 28 kilometer pada
tahun 1864 seolah menjadi tonggak penting bagi Kota Semarang bahwa kota
tersebut layak dijuluki sebagai kota asal kereta api di Indonesia.
Tercatat
ada beberapa perusahaan kereta api yang pernah membangun jaringan kereta di
Kota Semarang, diantaranya adalah: NIS (Nederlands Indische Spoorweg
Maatschappij) yang membangun jalur kereta api dari Semarang hingga Solo, SCS
(Samarang Cheribon Stoomtram Maatschappij) yang membangun jalur kereta api dari
Semarang Poncol hingga Cirebon, dan SJS (Samarang Joana Stoomtram Maatschappij)
yang membangun jaringan kereta tram di Kota Semarang serta jaringan kereta dari
Semarang Jurnatan hingga Jatirogo Tuban. Dari ketiga perusahaan kereta tersebut
dua diantara memiliki kantor pusat di Semarang, yaitu NIS (Nederlands Indische
Spoorweg Maatschappij) yang berkantor pusat di gedung Lawang Sewu dan SJS
(Samarang Joana Stoomtram Maatschappij) yang berkantor pusat di Jalan Ronggo
Warsito Semarang.
Keberadaan
tram di Kota Semarang di akhir abad 18 sebagai angkutan kota turut memberikan
warna tersendiri bagi kemajuan kota yang kala itu ramai oleh aktivitas
perdagangan dan bisnis. Tercatat ada beberapa wilayah di Semarang yang pernah
dilayani oleh jaringan tram, yaitu: Jomblang, Banjir Kanal Barat, dan
Pindrikan. Semua aktivitas tram terpusat di Stasiun Sentral SJS atau Stasiun
Jurnatan. Menurut catatan sejarah, jalur tram pertama yang dibangun di Kota
Semarang adalah jalur dari Stasiun Jurnatan hingga Halte Jomblang yang dibuka
pada tanggal 1 Desember 1881.
Pada
tahun 1882 hingga 1940, tram menjadi angkutan masal andalan bagi warga
Semarang. Jaringannya yang terhubung dengan pusat-pusat perekonomian seperti
pasar menjadikan tram ramai digunakan oleh warga Semarang kala itu. Seiring
berjalannya waktu, tak lama dari tahun 1940-an jalur tram di Kota Semarang
ditutup oleh SJS dengan alasan penghematan. Lokomotif-lokomotif penarik tram
pun kemudian dipindahkan ke Surabaya. Kini jalur tram di Kota Semarang sudah
musnah tak tersisa terkubur oleh tebalnya aspal jalan raya. Yang tersisa kini hanyalah
beberapa tiang telegraf yang dulu digunakan sebagai alat komunikasi antar halte
atau stasiun. Sejarah panjang tram di Kota Semarang inilah yang menarik saya
untuk menelusuri jejak-jejak jalur tram yang dulu pernah menjadi primadona bagi
warga Semarang.
Pada
hari Sabtu tanggal 29 Agustus 2015, kebetulan saya memiliki agenda untuk
melakukan blusukan di jalur milik SJS yang berada di Semarang hingga Lasem
Rembang. Akan tetapi dengan alasan efisiensi waktu dan biaya, saya juga turut
memasukkan jalur tram Kota Semarang kedalam agenda blusukan saya. As usual perjalanan blusukan saya kali
ini saya mulai dari Kota Solo. Kurang lebih pukul setengah enam pagi saya
berangkat menuju Semarang. Perjalanan saya kali ini memang saya awali lebih
pagi mengingat banyaknya lokasi yang akan saya kunjungi serta jarak yang cukup
jauh yang akan saya tempuh. Kurang lebih pukul delapan pagi saya mulai memasuki
wilayah Semarang.
Tujuan
pertama saya di Semarang adalah di Jomblang untuk menelusuri jejak jalur tram
dari Halte Jomblang hingga Stasiun Sentral Jurnatan. Empat setengah tahun
tinggal di Semarang membuat saya dengan mudah menemukan lokasi tersebut.
Akhirnya tak lama kemudian saya tiba di Jomblang. Jika merujuk pada peta lawas
buatan Belanda, nama Jomblang menurut saya mengacu pada nama bukit atau gunung
yang berada di wilayah tersebut yang bernama Gunung Jomblang.
Disekitar
area yang saya perkirakan adalah bekas lokasi Halte Jomblang tak ada satupun jejak
bekas tram yang bisa saya temui. Semua jalur tram telah tertutup dengan aspal
jalan raya. Bangunan stasiun atau haltepun jelas sudah tidak ada. Jika melihat
foto lawas halte Jomblang, posisi bangunan halte berada tepat di jalan raya.
Diarea tersebut patok milik PT. KAI pun juga tidak saya jumpai. Perjalananpun kemudian
saya lanjutkan menuju Stasiun Sentral Jurnatan melewati Jalan MT. Haryono yang
dulunya dilalui jalur tram dari Halte Jomblang menuju Stasiun Sentral Jurnatan.
Peta Jalur Tram
di Jomblang Semarang
Sumber: kitlv.nl
Perkiraan Bekas
Lokasi Halte Jomblang
Jalur Tram di
Jomblang Tahun 1927
Sumber: kitlv.nl
Halte Jomblang
Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl
Bekas Jalur Tram
di Jalan MT. Haryono menuju Jurnatan
Jalur Tram
Didepan Pasar Peterongan
Sumber: kitlv.nl
Setelah menempuh
jarak yang tidak begitu jauh dari Jomblang, akhirnya perjalanan saya tiba di
kawasan Pasar Jurnatan Semarang yang dahulu merupakan bekas lokasi Stasiun
Sentral Jurnatan berdiri. Diarea pasar, satu-satunya petunjuk yang bisa saya
temui hanyalah patok milik PT. KAI saja. Sayapun mencoba masuk kearea Pasar
Jurnatan yang kini telah didominasi oleh barisan toko-toko bertingkat dengan
harapan bisa menemukan beberapa petunjuk. Didalam area pasar, saya sudah tidak
menjumpai bekas-bekas rel maupun petunjuk lain yang berhubungan dengan kereta
api.
Jika melihat peta lawas Stasiun
Sentral Jurnatan, terdapat beberapa cabang jalur kereta menuju kebeberapa
wilayah, yaitu: menuju Demak, menuju Hotel Centrum, menuju Jomblang, menuju
Stasiun Pindrikan, menuju Halte Banjir Kanal, dan menuju kekawasan Kota Lama.
Stasiun Jurnatan didirikan oleh SJS pada tahun 1882 sebagai stasiun pusat.
Seiring dengan pesatnya layanan kereta api yang dilakukan oleh SJS, maka pada
tahun 1913 Stasiun Jurnatan yang mulanya hanya berupa bangunan kayu direnovasi
total menjadi bangunan yang berkerangka besi. Tahun 1974 adalah tahun terakhir
stasiun tersebut beroperasi. Kemudian pada waktu itu pemerintah mengubah area
stasiun menjadi kawasan terminal bus. Pada tahun 1986 bangunan Stasiun Jurnatan
dibongkar dan diganti dengan bangunan pertokoan.
Peta Stasiun
Sentral Jurnatan
Sumber: kitlv.nl
Pasar
Jurnatan Semarang
Area Pasar
Jurnatan Semarang
Stasiun Sentral
Jurnatan Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl
Stasiun Sentral Jurnatan
Tahun 1927
Sumber: kitlv.nl
Dipo Lokomotif
SJS Tahun 1916
Sumber: kitlv.nl
Bekas jalur Tram
menuju Demak
Bekas Jalur Tram
Menuju Hotel Centrum
Beranjak dari area Pasar Jurnatan,
perjalanan saya lanjutkan menuju ke Banjir Kanal Barat untuk mencari bekas
lokasi Halte Banjir Kanal. Sayapun menuju ke Jalan Pemuda Semarang karena
menurut peta yang saya miliki jalur tram dahulu melintasi jalan tersebut
sebelum berbelok ke Stopplaats Bulu.
Dari Stasiun Sentral Jurnatan jalur tram bergerak menuju Jalan Bodjong atau
Jalan Pemuda melintas diatas Kali Semarang yang berada didekat Pasar Johar.
Disepanjang Jalan Pemuda, saya sudah tidak menjumpai bekas-bekas jalur tram.
Begitu pula dengan patok milik PT. KAI yang tidak satupun saya jumpai.
Setibanya di samping gedung Lawang
Sewu, jalur tram menurut peta berbelok ke kanan atau ke arah barat menuju Bulu
dan kemudian berakhir di Banjir Kanal. Zaman dahulu sebelum ada pembangunan
Tugu Muda, jalur tram memang memotong area tersebut yang masih berupa tanah lapang.
Setibanya di Bulu atau tepatnya di Pasar Bulu saya hanya bisa memperkirakan
lokasi Stopplaats Bulu yang menurut
perkiraan saya berada di depan area Pasar Bulu. Perjalananpun saya lanjutkan
menuju ke Banjir Kanal dengan menyusuri Jalan Sugijapranata. Jika melihat pada
peta lawas buatan Belanda, sebenarnya disepanjang Jalan Sugijapranata dahulu
terdapat tiga stopplaats atau tempat
pemberhentian kereta. Namun perkiraan saya, ketiga stopplaats tersebut tidak memiliki fisik bangunan melainkan hanya
plang penanda saja.
Perkiraan Tram
Melintas di Kali Semarang Tahun 1916
Sumber: kitlv.nl
Tram Berhenti
Didekat Pasar Johar Semarang
Sumber:
semarang.nl
Jalur Tram di
Jalan Bodjong (Pemuda)
Sumber: Tropen
Museum
Tram Melintas di
Jalan Bodjong (Pemuda) Tahun 1911
Sumber: kitlv.nl
Bekas Jalur Tram
Disamping Gedung Lawang Sewu Jalan Pemuda
Tram Melintas di
Samping Gedung Lawang Sewu
Sumber: kitlv.nl
Jalur Tram dari
jalan Bodjong menuju Stopplaast Bulu
Sumber: Tropen Museum
Perkiraan Lokasi
Stopplaast Bulu
Peta Jalur Tram
Bulu – Banjir Kanal
Sumber: kitlv.nl
Akhirnya
perjalanan saya tiba di area Banjir Kanal Barat yang terletak di Jalan
Kokrosono. Disini lagi-lagi saya juga tidak menemukan petunjuk keberadaan tram
yang masih tersisa. Yang tampak diarea tersebut hanyalah deretan pertokoan dan
rumah penduduk yang memadati sisi jalan. Jika merujuk pada peta, posisi Halte
Banjir Kanal terletak disebelah kanan jalan. Hal tersebut berarti lokasi halte
kini telah berubah menjadi pemukiman warga yang berada disana.
Beranjak
dari Banjir Kanal, perjalananpun saya lanjutkan menuju Pindrikan untuk mencari
bekas lokasi Stasiun Pindrikan. Kali ini perjalanan saya tidak semulus
perjalanan sebelumnya. Saya sempat tersesat beberapa kali saat mencari daerah
Pindrikan. Setelah bertanya kepada beberapa orang yang saya jumpai dipinggir
jalan, akhirnya saya berhasil menemukan lokasi daerah Pindrikan yang ternyata
tidaklah jauh dari Stasiun Semarang Poncol.
Setibanya
di Pindrikan atau tepatnya di Jalan Indrapasta, saya mulai mencari keberadaan
bekas lokasi Stasiun Pindrikan. Disini lagi-lagi saya tidak menemukan petunjuk
mengenai keberadaan stasiun di area tersebut. Kawasan tersebut sekarang memang
telah didominasi oleh perumahan penduduk dan deretan ruko yang sangat padat.
Akhirnya berhubung perut yang sudah semakin lapar karena belum sarapan pagi
ditambah kepala yang semakin pusing mencari bekas lokasi Stasiun Pindrikan yang
tidak kunjung ketemu, sayapun memutuskan untuk sarapan di sebuah kaki lima
diarea tersebut.
Sembari
menyantap lontong opor yang cukup lezat, sayapun mencoba bertanya-tanya kepada
penjual makanan tersebut mengenai Stasiun Pindrikan dengan harapan beliau
mengetahui hal tersebut. Ternyata saya bertanya pada orang yang tepat. Beliau
adalah warga asli Pindrikan yang secara turun temurun keluarganya tinggal
diwilayah tersebut.
Beliau
berkisah bahwa dulu almarhumah ibunya pernah mengatakan bahwa di sekitar area
rumahnya yang terletak di Gang Abimanyu ramai oleh aktivitas kereta tram.
Beliau menuturkan bahwa hal tersebut sudah sangat lama sekali, bahkan sebelum
beliau lahir. Sebelum banyak bangunan baru yang ada di kawasan Pindrikan, dulu
masih bisa dijumpai beberapa potongan besi rel kereta api. Saat saya menanyakan
bangunan stasiun beliau hanya menyebut bekas rumah tetangganya yang dulu
menurut beliau adalah kawasan Stasiun Pindrikan. Beliau pun juga menuturkan
bahwa nama Pindrikan sendiri berasal dari nama orang Belanda yaitu Vederica.
Perkiraan Lokasi
Halte Banjir Kanal
Peta Stasiun
Pindrikan
Sumber: kitlv.nl
Perkiraan Bekas
Kawasan Stasiun Pindrikan
Selepas sarapan
pagi sayapun beranjak meninggalkan Pindrikan untuk melanjutkan perjalanan
kembali. Tak lupa saya berterima kasih kepada ibu penjual lontong opor yang
telah banyak memberikan informasi kepada saya mengenai keberadaan Stasiun
Pindrikan. Banyak sekali pelajaran yang bisa saya dapat selama perjalanan
menelusuri jejak tram di Kota Semarang ini. Peran tram sebagai alat
transportasi kota dimasa lalu turut andil dalam mendukung kemajuan Kota
Semarang sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan. Tram mungkin tidak akan hadir lagi di Kota Semarang. Namun
sejarah panjang tram dimasa lalu sebagai sarana transportasi rakyat yang
terintegrasi, bisa dijadikan pembelajaran bagi pemerintah dan pihak terkait
dalam menyediakan sarana transportasi publik yang layak dan lebih baik lagi.
Hari semakin siang, perjalananpun
saya lanjutkan menuju Demak untuk menelusuri jejak jalur kereta milik SJS
disepanjang Semarang hingga Rembang. Penelusuran saya di jalur kereta Semarang
– Rembang akan saya bahas dalam tulisan saya di judul yang berbeda.
Pegawai SJS
Tahun 1916
Sumber: kitlv.nl
___________________________________________________
Developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
___________________________________________________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
29 Agustus kemarin saya juga berpetualang menelusuri jalur trem Semarang, tapi mulai dari sekitar Pasar Johar sampai Kokrosono (Banjirkanal Barat). :D
BalasHapusTanggal 22 Agustus saya juga menelusuri jalur trem Jomblang - Jurnatan - Pengapon: http://phinemo.com/menelusuri-jalur-trem-semarang-tempo-dulu/
Sedikit mengoreksi beberapa keterangan:
"Perkiraan Tram Melintas di Kali Semarang Tahun 1916" ---> Foto itu sepertinya bukan Kali Semarang, tapi suatu sungai di daerah Demak, cmiiw
"Tram Melintas di Jalan Bodjong (Pemuda) Tahun 1911" ---> Foto itu bukan di Jl. Pemuda (Bodjong) tapi di Jl. Pandanaran (Pieter Sijhoftlaan). Tahun kemungkinan 1914 karena jalur trem itu jalur non-permanen hanya untuk Koloniale Tentoonstelling (1914)
Maaf..itu sudah benar jalan pemuda...jelas itu bangunan toko oen yg sekarang masih ada
Hapusterima kasih atas koreksinya.
BalasHapusuntuk keterangan foto sungai tersebut saya dasarkan pada keterangan yang ada di leiden yang saya sesuiakan dengan lebar kali semarang yang tidak terlalu besar. disitu juga saya cantumnya "perkiraan" karena itu baru sebatas analisis saya.
untuk yang tram di jalan bodjong itu juga saya dasarkan pada keterangan yang ada di leiden yang menyebutkan demikian.
artikel yang saya tulis memang masih sebatas analisis saya, butuh penelusuran lebih lanjut memang karena terbatasnya waktu dan informasi yang saya milik.
terimaksih sarannya :)
Sudah bener kog mas..itu toko oen jalan pemuda
Hapusitu gauge tram SJS beda dng yg punya NIS ya mas? ada koneksi rel antara SJS dng NIS ga sih?
BalasHapussetahu saya gauge nya sama, cuma struktur rel nya saja yang beda.
BalasHapusdekade 80-an saat jalur semarang-lasem masih aktif, jalur sjs terkoneksi dengan jalur nis via semarang tawang-semarang gudang-halte tambaksari-halte genuk-hingga lasem.
beda struktur rel maksudnya, kalau untuk jaringan sjs lebih ke rel untuk tram atau kereta ringan. dulu (tahun 80-an) hanya lokomotif disesel jenis tertentu yang bisa melintas (yang memiliki tonase yang tidak terlalu berat).
perhatikan juga foto jalur sjs yang tidak menggunakan balas, berneda dengan nis yang menggunakan balas
untuk jaringan SJS yang terkoneksi dengan NIS ada di beberapa titik diantaranya: st semarang gudang-halte genuk, st gundih-st ngrombo, st wirosari-st kradenan, st cepu kota sjs-st cepu nis, st ngrombo-st purwodadi. silakan buka beberapa peta di artikel-artikel saya, disana terdapat beberapa koneksi jalur kereta
Wah saya baru baca postingan ini setelag nonton liputan ttg sejarah trem di komp*astv. makasih bgt infonya bermanfaat, memenuhi rasa penasaran sy ttg trem di Semarang :))
BalasHapusItu yang dimaksud sodara hanin jalan pandanaran adalah foto yang dibawah gambar toko oen. Foto yg ada dokar nya itu. Itu gedung warna putih khan masih ada, yg kmrn jadi gedung posko kemenangan untuk paslon walikota semarang.
BalasHapus