Kamis, 03 September 2015

TRAM SEMARANG

MELACAK JEJAK TRAM KOTA SEMARANG

Sebagai kota pertama di Indonesia dimana kereta api pernah dibangun untuk pertama kalinya, Semarang memang banyak memiliki sejarah panjang yang berhubungan dengan moda transportasi berbasis rel ini. Pembangunan jalur kereta api pertama dari Kemijen Semarang menuju ke Desa Tanggung Grobogan sejauh 28 kilometer pada tahun 1864 seolah menjadi tonggak penting bagi Kota Semarang bahwa kota tersebut layak dijuluki sebagai kota asal kereta api di Indonesia.
Tercatat ada beberapa perusahaan kereta api yang pernah membangun jaringan kereta di Kota Semarang, diantaranya adalah: NIS (Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij) yang membangun jalur kereta api dari Semarang hingga Solo, SCS (Samarang Cheribon Stoomtram Maatschappij) yang membangun jalur kereta api dari Semarang Poncol hingga Cirebon, dan SJS (Samarang Joana Stoomtram Maatschappij) yang membangun jaringan kereta tram di Kota Semarang serta jaringan kereta dari Semarang Jurnatan hingga Jatirogo Tuban. Dari ketiga perusahaan kereta tersebut dua diantara memiliki kantor pusat di Semarang, yaitu NIS (Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij) yang berkantor pusat di gedung Lawang Sewu dan SJS (Samarang Joana Stoomtram Maatschappij) yang berkantor pusat di Jalan Ronggo Warsito Semarang.
Keberadaan tram di Kota Semarang di akhir abad 18 sebagai angkutan kota turut memberikan warna tersendiri bagi kemajuan kota yang kala itu ramai oleh aktivitas perdagangan dan bisnis. Tercatat ada beberapa wilayah di Semarang yang pernah dilayani oleh jaringan tram, yaitu: Jomblang, Banjir Kanal Barat, dan Pindrikan. Semua aktivitas tram terpusat di Stasiun Sentral SJS atau Stasiun Jurnatan. Menurut catatan sejarah, jalur tram pertama yang dibangun di Kota Semarang adalah jalur dari Stasiun Jurnatan hingga Halte Jomblang yang dibuka pada tanggal 1 Desember 1881.   
Pada tahun 1882 hingga 1940, tram menjadi angkutan masal andalan bagi warga Semarang. Jaringannya yang terhubung dengan pusat-pusat perekonomian seperti pasar menjadikan tram ramai digunakan oleh warga Semarang kala itu. Seiring berjalannya waktu, tak lama dari tahun 1940-an jalur tram di Kota Semarang ditutup oleh SJS dengan alasan penghematan. Lokomotif-lokomotif penarik tram pun kemudian dipindahkan ke Surabaya. Kini jalur tram di Kota Semarang sudah musnah tak tersisa terkubur oleh tebalnya aspal jalan raya. Yang tersisa kini hanyalah beberapa tiang telegraf yang dulu digunakan sebagai alat komunikasi antar halte atau stasiun. Sejarah panjang tram di Kota Semarang inilah yang menarik saya untuk menelusuri jejak-jejak jalur tram yang dulu pernah menjadi primadona bagi warga Semarang.
Pada hari Sabtu tanggal 29 Agustus 2015, kebetulan saya memiliki agenda untuk melakukan blusukan di jalur milik SJS yang berada di Semarang hingga Lasem Rembang. Akan tetapi dengan alasan efisiensi waktu dan biaya, saya juga turut memasukkan jalur tram Kota Semarang kedalam agenda blusukan saya. As usual perjalanan blusukan saya kali ini saya mulai dari Kota Solo. Kurang lebih pukul setengah enam pagi saya berangkat menuju Semarang. Perjalanan saya kali ini memang saya awali lebih pagi mengingat banyaknya lokasi yang akan saya kunjungi serta jarak yang cukup jauh yang akan saya tempuh. Kurang lebih pukul delapan pagi saya mulai memasuki wilayah Semarang.
Tujuan pertama saya di Semarang adalah di Jomblang untuk menelusuri jejak jalur tram dari Halte Jomblang hingga Stasiun Sentral Jurnatan. Empat setengah tahun tinggal di Semarang membuat saya dengan mudah menemukan lokasi tersebut. Akhirnya tak lama kemudian saya tiba di Jomblang. Jika merujuk pada peta lawas buatan Belanda, nama Jomblang menurut saya mengacu pada nama bukit atau gunung yang berada di wilayah tersebut yang bernama Gunung Jomblang.
Disekitar area yang saya perkirakan adalah bekas lokasi Halte Jomblang tak ada satupun jejak bekas tram yang bisa saya temui. Semua jalur tram telah tertutup dengan aspal jalan raya. Bangunan stasiun atau haltepun jelas sudah tidak ada. Jika melihat foto lawas halte Jomblang, posisi bangunan halte berada tepat di jalan raya. Diarea tersebut patok milik PT. KAI pun juga tidak saya jumpai. Perjalananpun kemudian saya lanjutkan menuju Stasiun Sentral Jurnatan melewati Jalan MT. Haryono yang dulunya dilalui jalur tram dari Halte Jomblang menuju Stasiun Sentral Jurnatan.

Peta Jalur Tram di Jomblang Semarang
Sumber: kitlv.nl

Perkiraan Bekas Lokasi Halte Jomblang

Jalur Tram di Jomblang Tahun 1927
Sumber: kitlv.nl

Halte Jomblang Tahun 1900
Sumber: kitlv.nl

Bekas Jalur Tram di Jalan MT. Haryono menuju Jurnatan

Jalur Tram Didepan Pasar Peterongan
Sumber: kitlv.nl

Setelah menempuh jarak yang tidak begitu jauh dari Jomblang, akhirnya perjalanan saya tiba di kawasan Pasar Jurnatan Semarang yang dahulu merupakan bekas lokasi Stasiun Sentral Jurnatan berdiri. Diarea pasar, satu-satunya petunjuk yang bisa saya temui hanyalah patok milik PT. KAI saja. Sayapun mencoba masuk kearea Pasar Jurnatan yang kini telah didominasi oleh barisan toko-toko bertingkat dengan harapan bisa menemukan beberapa petunjuk. Didalam area pasar, saya sudah tidak menjumpai bekas-bekas rel maupun petunjuk lain yang berhubungan dengan kereta api.
            Jika melihat peta lawas Stasiun Sentral Jurnatan, terdapat beberapa cabang jalur kereta menuju kebeberapa wilayah, yaitu: menuju Demak, menuju Hotel Centrum, menuju Jomblang, menuju Stasiun Pindrikan, menuju Halte Banjir Kanal, dan menuju kekawasan Kota Lama. Stasiun Jurnatan didirikan oleh SJS pada tahun 1882 sebagai stasiun pusat. Seiring dengan pesatnya layanan kereta api yang dilakukan oleh SJS, maka pada tahun 1913 Stasiun Jurnatan yang mulanya hanya berupa bangunan kayu direnovasi total menjadi bangunan yang berkerangka besi. Tahun 1974 adalah tahun terakhir stasiun tersebut beroperasi. Kemudian pada waktu itu pemerintah mengubah area stasiun menjadi kawasan terminal bus. Pada tahun 1986 bangunan Stasiun Jurnatan dibongkar dan diganti dengan bangunan pertokoan.

Peta Stasiun Sentral Jurnatan
Sumber: kitlv.nl

Pasar Jurnatan Semarang

Area Pasar Jurnatan Semarang

Stasiun Sentral Jurnatan Tahun 1905
Sumber: kitlv.nl

Stasiun Sentral Jurnatan Tahun 1927
Sumber: kitlv.nl

Dipo Lokomotif SJS Tahun 1916
Sumber: kitlv.nl

Bekas jalur Tram menuju Demak

Bekas Jalur Tram Menuju Hotel Centrum

            Beranjak dari area Pasar Jurnatan, perjalanan saya lanjutkan menuju ke Banjir Kanal Barat untuk mencari bekas lokasi Halte Banjir Kanal. Sayapun menuju ke Jalan Pemuda Semarang karena menurut peta yang saya miliki jalur tram dahulu melintasi jalan tersebut sebelum berbelok ke Stopplaats Bulu. Dari Stasiun Sentral Jurnatan jalur tram bergerak menuju Jalan Bodjong atau Jalan Pemuda melintas diatas Kali Semarang yang berada didekat Pasar Johar. Disepanjang Jalan Pemuda, saya sudah tidak menjumpai bekas-bekas jalur tram. Begitu pula dengan patok milik PT. KAI yang tidak satupun saya jumpai.
            Setibanya di samping gedung Lawang Sewu, jalur tram menurut peta berbelok ke kanan atau ke arah barat menuju Bulu dan kemudian berakhir di Banjir Kanal. Zaman dahulu sebelum ada pembangunan Tugu Muda, jalur tram memang memotong area tersebut yang masih berupa tanah lapang. Setibanya di Bulu atau tepatnya di Pasar Bulu saya hanya bisa memperkirakan lokasi Stopplaats Bulu yang menurut perkiraan saya berada di depan area Pasar Bulu. Perjalananpun saya lanjutkan menuju ke Banjir Kanal dengan menyusuri Jalan Sugijapranata. Jika melihat pada peta lawas buatan Belanda, sebenarnya disepanjang Jalan Sugijapranata dahulu terdapat tiga stopplaats atau tempat pemberhentian kereta. Namun perkiraan saya, ketiga stopplaats tersebut tidak memiliki fisik bangunan melainkan hanya plang penanda saja.

Perkiraan Tram Melintas di Kali Semarang Tahun 1916
Sumber: kitlv.nl

Tram Berhenti Didekat Pasar Johar Semarang
Sumber: semarang.nl

Jalur Tram di Jalan Bodjong (Pemuda)
Sumber: Tropen Museum

Tram Melintas di Jalan Bodjong (Pemuda) Tahun 1911
Sumber: kitlv.nl

Bekas Jalur Tram Disamping Gedung Lawang Sewu Jalan Pemuda

Tram Melintas di Samping Gedung Lawang Sewu
Sumber: kitlv.nl

Jalur Tram dari jalan Bodjong menuju Stopplaast Bulu
Sumber: Tropen Museum

Perkiraan Lokasi Stopplaast Bulu

Peta Jalur Tram Bulu – Banjir Kanal
Sumber: kitlv.nl

Akhirnya perjalanan saya tiba di area Banjir Kanal Barat yang terletak di Jalan Kokrosono. Disini lagi-lagi saya juga tidak menemukan petunjuk keberadaan tram yang masih tersisa. Yang tampak diarea tersebut hanyalah deretan pertokoan dan rumah penduduk yang memadati sisi jalan. Jika merujuk pada peta, posisi Halte Banjir Kanal terletak disebelah kanan jalan. Hal tersebut berarti lokasi halte kini telah berubah menjadi pemukiman warga yang berada disana.
Beranjak dari Banjir Kanal, perjalananpun saya lanjutkan menuju Pindrikan untuk mencari bekas lokasi Stasiun Pindrikan. Kali ini perjalanan saya tidak semulus perjalanan sebelumnya. Saya sempat tersesat beberapa kali saat mencari daerah Pindrikan. Setelah bertanya kepada beberapa orang yang saya jumpai dipinggir jalan, akhirnya saya berhasil menemukan lokasi daerah Pindrikan yang ternyata tidaklah jauh dari Stasiun Semarang Poncol.
Setibanya di Pindrikan atau tepatnya di Jalan Indrapasta, saya mulai mencari keberadaan bekas lokasi Stasiun Pindrikan. Disini lagi-lagi saya tidak menemukan petunjuk mengenai keberadaan stasiun di area tersebut. Kawasan tersebut sekarang memang telah didominasi oleh perumahan penduduk dan deretan ruko yang sangat padat. Akhirnya berhubung perut yang sudah semakin lapar karena belum sarapan pagi ditambah kepala yang semakin pusing mencari bekas lokasi Stasiun Pindrikan yang tidak kunjung ketemu, sayapun memutuskan untuk sarapan di sebuah kaki lima diarea tersebut.
Sembari menyantap lontong opor yang cukup lezat, sayapun mencoba bertanya-tanya kepada penjual makanan tersebut mengenai Stasiun Pindrikan dengan harapan beliau mengetahui hal tersebut. Ternyata saya bertanya pada orang yang tepat. Beliau adalah warga asli Pindrikan yang secara turun temurun keluarganya tinggal diwilayah tersebut.
Beliau berkisah bahwa dulu almarhumah ibunya pernah mengatakan bahwa di sekitar area rumahnya yang terletak di Gang Abimanyu ramai oleh aktivitas kereta tram. Beliau menuturkan bahwa hal tersebut sudah sangat lama sekali, bahkan sebelum beliau lahir. Sebelum banyak bangunan baru yang ada di kawasan Pindrikan, dulu masih bisa dijumpai beberapa potongan besi rel kereta api. Saat saya menanyakan bangunan stasiun beliau hanya menyebut bekas rumah tetangganya yang dulu menurut beliau adalah kawasan Stasiun Pindrikan. Beliau pun juga menuturkan bahwa nama Pindrikan sendiri berasal dari nama orang Belanda  yaitu Vederica.

Perkiraan Lokasi Halte Banjir Kanal

Peta Stasiun Pindrikan
Sumber: kitlv.nl

Perkiraan Bekas Kawasan Stasiun Pindrikan

Selepas sarapan pagi sayapun beranjak meninggalkan Pindrikan untuk melanjutkan perjalanan kembali. Tak lupa saya berterima kasih kepada ibu penjual lontong opor yang telah banyak memberikan informasi kepada saya mengenai keberadaan Stasiun Pindrikan. Banyak sekali pelajaran yang bisa saya dapat selama perjalanan menelusuri jejak tram di Kota Semarang ini. Peran tram sebagai alat transportasi kota dimasa lalu turut andil dalam mendukung kemajuan Kota Semarang sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan. Tram mungkin  tidak akan hadir lagi di Kota Semarang. Namun sejarah panjang tram dimasa lalu sebagai sarana transportasi rakyat yang terintegrasi, bisa dijadikan pembelajaran bagi pemerintah dan pihak terkait dalam menyediakan sarana transportasi publik yang layak dan lebih baik lagi.
            Hari semakin siang, perjalananpun saya lanjutkan menuju Demak untuk menelusuri jejak jalur kereta milik SJS disepanjang Semarang hingga Rembang. Penelusuran saya di jalur kereta Semarang – Rembang akan saya bahas dalam tulisan saya di judul yang berbeda.

Pegawai SJS Tahun 1916
Sumber: kitlv.nl   

___________________________________________________
Developed by: blusukanpabrikgula.blogspot.com
___________________________________________________

PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama     



            
            




















8 komentar:

  1. 29 Agustus kemarin saya juga berpetualang menelusuri jalur trem Semarang, tapi mulai dari sekitar Pasar Johar sampai Kokrosono (Banjirkanal Barat). :D
    Tanggal 22 Agustus saya juga menelusuri jalur trem Jomblang - Jurnatan - Pengapon: http://phinemo.com/menelusuri-jalur-trem-semarang-tempo-dulu/

    Sedikit mengoreksi beberapa keterangan:
    "Perkiraan Tram Melintas di Kali Semarang Tahun 1916" ---> Foto itu sepertinya bukan Kali Semarang, tapi suatu sungai di daerah Demak, cmiiw
    "Tram Melintas di Jalan Bodjong (Pemuda) Tahun 1911" ---> Foto itu bukan di Jl. Pemuda (Bodjong) tapi di Jl. Pandanaran (Pieter Sijhoftlaan). Tahun kemungkinan 1914 karena jalur trem itu jalur non-permanen hanya untuk Koloniale Tentoonstelling (1914)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf..itu sudah benar jalan pemuda...jelas itu bangunan toko oen yg sekarang masih ada

      Hapus
  2. terima kasih atas koreksinya.

    untuk keterangan foto sungai tersebut saya dasarkan pada keterangan yang ada di leiden yang saya sesuiakan dengan lebar kali semarang yang tidak terlalu besar. disitu juga saya cantumnya "perkiraan" karena itu baru sebatas analisis saya.

    untuk yang tram di jalan bodjong itu juga saya dasarkan pada keterangan yang ada di leiden yang menyebutkan demikian.

    artikel yang saya tulis memang masih sebatas analisis saya, butuh penelusuran lebih lanjut memang karena terbatasnya waktu dan informasi yang saya milik.

    terimaksih sarannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah bener kog mas..itu toko oen jalan pemuda

      Hapus
  3. itu gauge tram SJS beda dng yg punya NIS ya mas? ada koneksi rel antara SJS dng NIS ga sih?

    BalasHapus
  4. setahu saya gauge nya sama, cuma struktur rel nya saja yang beda.
    dekade 80-an saat jalur semarang-lasem masih aktif, jalur sjs terkoneksi dengan jalur nis via semarang tawang-semarang gudang-halte tambaksari-halte genuk-hingga lasem.

    beda struktur rel maksudnya, kalau untuk jaringan sjs lebih ke rel untuk tram atau kereta ringan. dulu (tahun 80-an) hanya lokomotif disesel jenis tertentu yang bisa melintas (yang memiliki tonase yang tidak terlalu berat).
    perhatikan juga foto jalur sjs yang tidak menggunakan balas, berneda dengan nis yang menggunakan balas

    untuk jaringan SJS yang terkoneksi dengan NIS ada di beberapa titik diantaranya: st semarang gudang-halte genuk, st gundih-st ngrombo, st wirosari-st kradenan, st cepu kota sjs-st cepu nis, st ngrombo-st purwodadi. silakan buka beberapa peta di artikel-artikel saya, disana terdapat beberapa koneksi jalur kereta

    BalasHapus
  5. Wah saya baru baca postingan ini setelag nonton liputan ttg sejarah trem di komp*astv. makasih bgt infonya bermanfaat, memenuhi rasa penasaran sy ttg trem di Semarang :))

    BalasHapus
  6. Itu yang dimaksud sodara hanin jalan pandanaran adalah foto yang dibawah gambar toko oen. Foto yg ada dokar nya itu. Itu gedung warna putih khan masih ada, yg kmrn jadi gedung posko kemenangan untuk paslon walikota semarang.

    BalasHapus