MENELISIK JALUR TRAM PARE – KEDIRI
“KEDIRI STOOMTRAM MAATSCHAPPIJ (KSM)”
Tak terasa liburan saya di Kota
Malang telah usai. Kurang lebih empat hari saya mengahabiskan waktu disini,
dimana dua hari telah saya gunakan untuk menelusuri jejak jalur tram di Kota
Malang. Kepulangan saya ke Sragen kali ini saya sempatkan untuk melakukan
blusukan singkat jalur mati kereta api tepatnya di petak Pare – Kediri, dimana
disana terdapat bekas jalur tram milik KSM yang dahulu menghubungkan wilayah
disekitar Kediri. Hal ini saya lakukan karena kebetulan rute pulang menuju
Sragen melewati kota Kediri.
Sedikit berbicara mengenai sejarah
tram di Kota Kediri, Pada tanggal 27 September 1895 berdirilah sebuah
perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda di Kota Kediri yang melayani
angkutan penumpang dan hasil perkebunan bernama Kediri Stoomtram Maatschappij
(KSM). KSM melayani perjalanan kereta api berbasis tram di Kediri dan
sekitarnya dengan Stasiun Pare sebagai stasiun pusatnya. Letak Kota Kediri yang
dilalui Sungai Brantas membuat wilayah ini kaya akan hasil perkebunan. Hal
inilah yang mendorong berkembangannya moda angkutan masal di kota ini. KSM
sendiri tercatat telah berhasil membangun jalur tram sepanjang 121 kilometer
diwilayah eks Karesidenan Kediri dan Sekitarnya. Jalur yang dibangun oleh KSM
merupakan jalur pendukung atau lintas cabang dari jalur utama milik SS yang
dibangun lebih awal yakni 1880 – 1881 yang menghubungkan Sidoarjo – Jombang –
Kertosono - Kediri.
Awal pembangunan jalur KSM dimulai
pada tahun 1895 hingga 1900, dimana telah terbangun jalur tram sebagai berikut:
Tanggal
Pembukaan
|
Panjang Jalur
|
Trayek
|
7
Januari 1897
Tahun
1898
8
Mei 1897
1
Juni 1899
1900
31
Agustus 1898
1
Juni 1898
12
Mei 1899
7
Desember 1898
19
Januari 1899
|
50
km
2,7
km
14
km
15,5
km
9
km
3
km
13
km
6
km
4
km
13
km
|
Jombang
– Pare – Kediri
Jombang
(SS) – Jombang Kota (KSM)
Pesantren
- Wates
Pelem
– Bogokidul – Papar
Gurah
– Brenggolo – Kwarasan
Brenggolo
– Jengkol
Pare
– Kepung
Pare
(Tulungrejo) – Kencong
Kencong
– Konto
Pulorejo
– Ngoro
Ngoro
- Kandangan
|
Dari semua daftar jalur tram diatas,
tidak semuanya dalam kondisi utuh. Pada saat pendudukan Jepang di Indonesia banyak
jalur percabangan yang dibongkar pada periode 1943 – 1944. Beberapa jalur yang
dibongkar oleh Jepang adalah: Pulorejo – Ngoro – Kandangan; Pare – Kepung –
Dinoyo; Pare - Tulungrejo – Kencong – Konto; Pare - Pelem – Bogokidul – Papar
(aktif sampai 1948); Pesantren – Wates; dan Gurah – Brenggolo – Kwarasan –
Jengkol. Jalur-jalur yang dicabut oleh Jepang tersebut selanjutnya dipindah ke
Myanmar, Thailand, Bayah – Saketi (Banten), Muaro – Pekanbaru, serta sebagai pendukung
perang.
Sebagian besar jalur milik KSM ini
terhubung dengan pabrik-pabrik gula yang berada di wilayah Kediri. Saat krisis
malaise menerjang Indonesia, banyak pabrik gula yang tutup sehingga intensitas
penggunaan jalur tram juga ikut berdampak. Pasca Indonesia merdeka, moda
tranportasi berbasis jalan raya mulai berkembang dan mendominasi. Kebijakan
pemerintah yang terus menggalakkan transportasi berbasis jalan raya membuat
tram peninggalan KSM ini semakin kalah. Posisi jalur tram yang sebagian besar berada
di samping jalan raya membuat jalur ini kalah bersaing dan harus ditutup pada
dekade 1970an.
Pada kesempatan kali ini, blusukan
hanya akan saya lakukan pada petak Pare – Kediri saja dikarenakan terbatasnya
waktu yang saya miliki. Disepanjang trayek ini tercatat beberapa pemberhentian
tram yang pernah ada, diantaranya: Pare – Pelem – Bendo – Sambirejo – Adan-Adan
– Gayam – Wonokasian – Banjaranyar – Gurah – Gurah Passer (Pasar) - Gumul – Stasiun Pesantren – PG Pesantren
(cabang) – Pesantren Pasar – Bangsal – Pasar Paing – Stasiun Besar Kediri. Dari
semua daftar halte dan stasiun tersebut tidak semua bekas bangunannya masih
bisa ditemukan. Hal ini dikarenakan banyak bangunan stasiun dan halte pada masa
itu yang kontrukssinya hanya terbuat dari kayu. selain itu, lamanya jalur ini
nonaktif membuat banyak bangunan halte dan stasiun telah dibongkar dan berganti
dengan bangunan baru.
Peta Jalur Tram Milik
Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM)
Sumber: Universiteit Leiden
Beranjak
meninggalkan Kota Malang dipagi hari yang dingin, kendaraan saya pacu menuju
Kota Kediri. Kurang lebih dua jam perjalanan waktu yang saya butuhkan untuk
sampai ke Kota Pare sebagai titik awal blusukan saya kali ini. Tepat pukul
delapan pagi akhirnya saya tiba juga di Pare. Hiruk pikuk kendaraan yang lalu
lalang mendominasi suasana kota kala itu. Pare merupakan salah satu wilayah di
Kota Kediri yang terkenal dengan Kampung Inggrisnya. Meskipun ramai, kota ini
memiliki suasana yang tenang dan damai jauh dari kesan semrawut.
Penelusuran pertama saya di sini
adalah mencari lokasi Stasiun Pare yang menurut informasi berada disekitar
Polres Kediri atau tepatnya di Jalan Pangrango. Tak butuh waktu lama untuk
mencarinya, bangunan Stasiun Pare yang memiliki gaya kolonial dan terlihat
kontras dengan bangunan sekitarnya membuat saya dengan mudah menemukannya.
Bangunan
Stasiun Pare memiliki ukuran yang tidak begitu besar namun memiliki area yang
cukup luas. Dahulu di stasiun ini dilengkai dengan menara air, dipo lokomotif, bengkel
kereta api, dan sebuah kanopi dibagian emplasemen stasiun yang kemudian
dipindah ke Stasiun Paron di Ngawi. Stasiun Pare merupakan stasiun pusat dari
KSM. Bangunan stasiun sendiri kini telah disulap menjadi warung sate dengan
masih mempertahankan bentuk aslinya. Dilingkungan stasiun saya mencoba
menelusuri bekas emplasemen stasiun siapa tahu saya masih bisa menjumpai bekas
rel-rel yang ada disana. Hasil pencarian sayapun nihil. Diarea emplasemen
stasiun kini telah didominasi oleh bangunan toko-toko yang cukup padat. Tak
satupun bekas rel yang berhasil saya temukan disana.
Sayapun
mencoba memutar agak jauh disekitar area stasiun dan menjumpai beberapa rumah
dinas pegawai KSM dengan gaya kolonial
dimana masing-masing rumah dinas masih terdapat plakat bertuliskan KSM.
Sebagian besar rumah-rumah dinas tersebut dihuni sebagai tempat tinggal dan
terawat dengan baik. Disisi timur juga terdapat kantor KSM yang saat ini
digunakan sebagai kantor Koramil.
Jika
dilihat dari peta lawas, sebenarnya dari Stasiun Pare ini terdapat beberapa
percabangan jalur tram. Percabangan tersebut diantaranya menuju ke Kencong,
Kepung, Papar (via Pelem), dan Kediri. Namun dari semua jalur tersebut, hanya
jalur menuju ke Kediri saja yang masih bisa dijumpai, karena sisanya telah
dicabut saat Jepang menduduki Indonesia. Disebelah barat Stasiun Pare masih
bisa dijumpai beberapa potongan besi rel dan tiang sinyal menuju arah Pelem.
Namun bekas tiang sinyal tersebut kondisinya sudah berkarat tak terawat.
Peta Lokasi
Stasiun Pare
Sumber: kitlv.nl
Bangunan Utama
Stasiun Pare
Bekas Area
Emplasemen Stasiun Pare
Bekas Sinyal
Stasiun Pare
Stasiun Pare
Tempo Dulu
Sumber: Dick
Comber
Bangunan Rumah
Dinas Pegawai KSM
Bekas Kantor
Pusat KSM
Meninggalkan Stasiun Pare perjalanan
saya lanjutkan menuju Pelem. Sesuai dengan peta, disini dahulu terdapat sebuah
pemberhentian kereta bernama Halte Pelem. Akan tetapi bangunan halte tersebut
sudah tidak bersisa. Di Pelem sendiri dahulu juga terdapat percabangan jalur
menuju Papar yang jalurnya telah dicabut oleh Jepang pada periode 1943 – 1944.
Perempatan
Pelem (Kiri Menuju Papar)
Bekas Jalur Tram
dari Pelem Menuju Kediri
Bekas Pondasi
Jembatan Tram di Pelem
Dari Pelem perjalanan saya lanjutkan
menuju Bendo. Sebenarnya sebelum Bendo terdapat satu pemberhentian tram yaitu
Halte Sambirejo, akan tetapi bekas bangunan halte tersebut kini sudah raib.
Disepanjang perjalanan menuju Bendo, bekas jalur tram masih banyak saya jumpai.
Posisinya tepat berada diselah jalan raya.
Tak terasa perjalanan saya tiba di
Bendo. Diwilayah ini dahulu terdapat Stasiun Bendo yang bercabang menuju Pabrik
Gula Tegowangi. Stasiun Bendo sendiri kini telah berubah menjadi Pasar Bendo.
Fisik bangunan stasiun memang sudah tidak tersisa karena telah berubah menjadi
pertokoan. Akan tetapi didepan komplek pasar, kita masih bisa menjumpai bekas
jalur tram dan wesel. Bekas tiang sinyal Stasiun Bendopun juga masih bisa
ditemui. Tepat didepan Pasar Bendo dahulu terdapat pabrik gula bernama
Tegowangi yang kini telah berubah menjadi pabrik rokok.
Bekas Jalur Tram
Menuju Bendo
Peta Lokasi
Stasiun Bendo
Sumber: kitlv.nl
Tiang
Sinyal Stasiun Bendo
Jalur Tram di
Bekas Stasiun Bendo
Wesel di Stasiun
Bendo
Bekas Lokasi
Pabrik Gula Tegowangi
Meninggalkan
Bendo perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Stasiun Gurah. Sepanjang
perjalanan saya menuju Gurah, bekas jalur tram masih banyak yang terlihat utuh.
Dari Bendo hingga Gurah sendiri sebenarnya banyak terdapat halte pemberhentian
tram diantaranya: Adan-adan, Gayam, Wonokasian, Banjaranyar, dan Gurah. Dari
semua halte tersebut tak satupun yang menyisakan bekas bangunannya.
Setibanya di Gurah posisi rel mulai
sedikit masuk kedalam perkampungan. Disaat saya menelusuri bekas jalur tram,
disebuah persimpangan jalur tram saya menjumpai sebuah bangunan seperti rumah
sinyal didekat lampu merah Gurah. Dibangunan tersebut terdapat tiga buah pintu
kecil dimana masing-masing pintunya terdapat plat bertuliskan: K K Goemoel, S T
Goerah, S T 1 Paree.
Tak jauh dari lokasi rumah sinyal tersebut
akhirnya saya berhasil menemukan bekas bangunan Stasiun Gurah. Bangunannya
cukup panjang. Kini bekas bangunan stasiun dimanfaatkan sebagai komplek
pertokoan. Dibagian emplasemen stasiunpun saya masih bisa melihat bekas pijakan
tempat naik turunnya penumpang kereta api. Akan tetapi sayang dibagian
emplasemen ini bekas relnya hanya sedikit yang masih tersisa karena tertutup
oleh bangunan dan tanah.
Distasiun Gurah sendiri pada zaman
dahulu terdapat percabangan jalur menuju Pabrik Gula Gurah. Selain itu
distasiun ini juga terdapat percabangan jalur menuju Jengkol dan Pabrik Gula
Tiru. Akan tetapi percabangan jalur tersebut sudah lama dicabut oleh pemerintah
Jepang.
Peta Stasiun
Gurah
Sumber: kitlv.nl
Bekas Jalur Tram
Menuju Gurah
Bekas Jalur Tram
di Gurah Sebelum Stasiun
Bekas Tiang JPL
Gurah
Bekas Rumah
Sinyal di Gurah (Warna Putih)
Plat Stasiun
Pare
Plat Stasiun
Gurah
Plat K K Gumul
Bekas Jalur Tram
Menuju Stasiun Gurah
Bekas Bangunan
Stasiun Gurah
Bekas Rel di
Emplasemen Stasiun Gurah
Hari semakin
terik perjalananpun segera saya lanjutkan kembali. Tujuan saya selanjutnya
adalah Simpang Lima Gumul. Menurut catatan didekat simpang lima tersebut dahulu
terdapat sebuah halte bernama Halte Gumul, sebelum menuju Pabrik Gula Pesantren
dan Stasiun Pesantren. Sepanjang perjalanan menuju Gumul bekas jalur tram masih
banyak terlihat akan tetapi mendekati Simpang Lima Gumul bekas jalur tram
banyak yang sudah tertutup oleh aspal jalan raya.
Didaerah Gumul ini saya kembali
menemukan sebuah bangunan yang saya duga adalah bangunan rumah sinyal seperti
di Gurah. Bangunan tersebut terletak persis disamping jalur tram menuju
Pesantren. Dibangunan tersebut terdapat sebuah lubang dimana didalamnya
terdapat alat kelistrikan. Saya kurang tahu persis fungsi dari alat tersebut,
tapi yang pasti berguna untuk mengatur lalu lintas tram dimasa itu.
Jalur Tram
Menuju Gumul
Simpang Lima
Gumul
Bekas Jalur Tram
di Gumul
Bangunan Rumah
Sinyal
Bangunan Rumah
Sinyal Tepat Disamping Jalur Tram
Bagian Dalam
Bangunan Rumah Sinyal
Bekas Jalur Tram
Menjadi Jalan Kampung dari Gumul Menuju Pesantren
Menelusur jalur
tram mengantarkan saya hingga lokasi Pabrik Gula Pesantren. Pabrik gula ini
masih aktif memproduksi gula hingga sekarang. Dari Gumul jalur tram masuk ke
area pabrik yang kemudian bercabang disebuah pertigaan jalan. Percabangan tersebut
adalah menuju ke Stasiun Pesantren dan Menuju Wates. Akan tetapi jalur yang
menuju Wates sudah dicabut saat Jepang menduduki Indonesia.
Lokasi Stasiun Pesantren sendiri
berada tepat disamping jalan raya. Stasiun ini unik, karena antara bangunan
stasiun dan jalurnya dipisahkan oleh jalan raya. Keberadaan stasiun di satu
lokasi dengan pabrik gula seperti ini sangatlah unik. Hal seperti ini pernah
saya jumpai di Pabrik Gula Pagotan Ponorogo dan Pabrik Gula Kanigoro dimana
pabrik gula dan stasiun terletak dalam satu lokasi.
Peta Lokasi
Stasiun Pesantren
Sumber: kitlv.nl
Jalur Tram Menuju Pabrik Gula Pesantren
Jalur Tram
Melintas Dibelakang Monumen Lokomotif PG Pesantren
Lokasi
Percabangan Jalur Tram
ke Pesantren
(Kiri Atas) dan ke Wates (Kanan Bawah)
Decauville PG
Pesantren
Bekas Jalur Tram
di Emplasemen Stasiun Pesantren
Bekas Bangunan
Stasiun Pesantren
Pabrik Gula
Pesantren Tempo Dulu
Sumber: kitlv.nl
Dari Pesantren perjalanan saya
lanjutkan kembali menuju Kediri. Disepanjang jalan, bekas jalur tram masih
banyak terlihat dan telah berubah menjadi area trotoar jalan. Bahkan tak jauh
dari Stasiun Pesantren, saya juga masih bisa menemukan sebuah tiang sinyal
tertancap di samping jalan raya.
Memasuki pusat Kota Kediri jejak
jalur tram mulai sulit terlacak. Hal ini dikarenakan banyaknya bangunan baru
yang berdiri serta bekas rel yang telah tertutup aspal jalan raya. Beberapa
patok milik PT. KAI pun tampak tertancap disana sebagai penanda. Tak berapa
lama kemudian perjalanan saya tiba di Stasiun Kediri. Disinilah akhir dari
penelusuran saya di petak Pare – Kediri. Diarea Stasiun Kediri yang dibangun
oleh SS ini didalamnya terdapat bangunan stasiun milik KSM. Dahulu SS
menerapkan sistem sewa terhadap KSM.
Lokasi Stasiun Kediri SS dan Kediri
KSM yang saling berdekatan ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat saat
bepergian. Sehingga ketika masyarakat ingin berganti kereta, hal tersebut bisa
dilakukan dengan mudah. Kini bekas bangunan Stasiun Kediri KSM masih
dimanfaatkan oleh PT. KAI. Kondisi bangunannyapun masih terawat dengan baik.
Tiang Sinyal
Setelah Stasiun Pesantren
Bekas
Jalur Tram Menuju Kota Kediri
Stasiun Kediri
SS
Rumah Dinas
Stasiun Kediri SS
Bangunan Stasiun
Kediri KSM
Sumber: Foto Milik Hari
Kurniawan Hao-Hao
Dengan tibanya
saya di Stasiun Kota Kediri ini maka berakhir pula blusukan saya di Kota Kediri,
khususnya di petak Pare – Kediri. Sebenarnya masih ada satu petak lagi di kota
ini yang belum saya telusuri yakni di petak Pare – Jombang Kota. Semoga dilain
waktu ada kesempatan dan rejeki lebih untuk mengunjungi kota ini dan blusukan
lagi pastinya. Sekian dan salam.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama