BLUSUKAN MALANG RAYA BAGIAN III:
MENGENANG JALUR TRAM GONDANGLEGI –
DAMPIT
Setelah pada blusukan sebelumnya
saya menelusuri jejak tram di Kepanjen, kini penelusuran saya lanjutkan dari
Gondanglegi hingga Dampit. Tak terasa hari sudah begitu teriknya. Cuaca kala
itu memang sangat panas, namun dari kejauhan mendung yang begitu gelap pekat
tampak terlihat dari arah Dampit. Perjalananpun segera saya percepat.
Titik awal penelusuran saya menuju
Dampit saya mulai dari Stasiun Gondanglegi. Menurut referensi yang saya
peroleh, dari Stasiun Gondanglegi hingga Dampit kurang lebih terdapat tujuh
pemberhentian tram, yaitu: Gondanglegi – Sepanjang – Sedayu – Turen
(percabangan) – Talok – Rembun – Pamotan – Dampit. Total jalur tram antara
Stasiun Gondanglegi hingga Dampit kurang lebih ada 15 kilometer ditambah 1
kilometer percabangan jalur dari Sedayu hingga Turen.
Jalur
pada petak tersebut dibuka secara bertahap. Untuk tahap pertama jalur yang
dibuka adalah Gondanglegi – Talok yang dibuka pada tanggal 9 September 1898
dengan panjang sejauh 7 kilometer. Tahap kedua adalah Talok – Dampit yang
dibuka pada tanggal 14 Januari 1899 dengan panjang sejauh 8 kilometer.
Sedangkan tahap ketiga atau yang terakhir adalah Sedayu – Turen yang dibuka
pada tanggal 25 September 1908 dengan panjang hanya 1 kilometer.
Menurut
informasi yang saya peroleh, sebenarnya percabangan jalur antara Gondanglegi
hingga Dampit memiliki nasib yang sama seperti pada petak Gondanglegi –
Kepanjen, yakni dicabut oleh Pemerintahan Dai Nipon saat menduduki Indonesia.
Rel-rel tersebut dicabut untuk dipindah ke daerah lain atau disulap untuk dibuat
alat perang. Akan tetapi nasib jalur tram antara Gondanglegi – Dampit jauh
lebih baik dari pada jalur yang menuju ke Kepanjen, karena pascakemerdekaan
jalur menuju Dampit dipasang kembali oleh Pemerintah Kolonial saat ingin
merebut kembali kedaulatan Republik Indonesia. Jalur tram yang tidak dipasang
kembali adalah percabangan antara Halte Sedayu hingga Turen yang memiliki
panjang hanya 1 kilometer saja.
Peta Jalur Tram
di Kota Malang
Sumber:
Universiteit Leiden
Peta Percabangan
Jalur Tram dari Gondanglegi Menuju Dampit (Kanan)
Sumber: kitlv.nl
Stasiun
Gondanglegi
Meninggalkan Gondanglegi perjalanan
saya mulai menuju Dampit. Dari Gondanglegi kondisi geografis tanah mulai
berbukit-bukit. Hal inilah yang membuat bekas jalur tram sedikit agak menjauhi
jalan raya, meskipun dibeberapa titik ada juga jalur tram yang terletak
disamping jalan raya. Bekas besi rel pun masih banyak saya jumpai. Dipetak ini
saya juga banyak menjumpai gundukan-gundakan tanah yang tinggi yang merupakan bekas
jalur kereta. Bekas pilar-pilar jembatan pun juga banyak saya jumpai. Maklum
saja kondisi tanah yang berbukit-bukit membuat jalur tram harus dibuat sedemikian
rupa agar tram bisa melaju dengan baik. Jalur tram di petak Gondanglegi –
Sedayu ini posisinya berada di sebelah kiri jalan. Tidaklah sulit mencari bekas
jalur dipetak ini, karena patok-patok milik PT. KAI banyak saya jumpai
disepanjang jalur.
Bekas Jalur Tram
Menuju Sedayu - Dampit
Bekas Pilar
Jembatan Tram
Bekas Gundukan
Tanah Jalur Tram Menuju Sedayu – Dampit (Kanan)
Tak terasa perjalanan saya sampai di
wilayah Sedayu. Hal ini ditandai dengan adanya sebuah pertigaan besar dimana
terdapat percabangan jalan menuju Turen. Jika dilihat pada peta, dipertigaan
tersebutlah dulu terdapat lokasi Halte Sedayu dan percabangan jalur menuju
Turen. Lokasi percabangan jalur menuju Turen sebagian besar berada diarea
Pabrik Senjata Pindad. Hal ini ditandai dengan plang milik PT. KAI yang
tertancap disana. Bekas banguan Halte Sedayu memang sudah tidak berbekas, akan
tetapi beberapa rumah dinasnya masih bisa saya temui disana.
Dari pertigaan Sedayu perjalanan
saya lanjutkan terlebih dahulu kearah Turen. Percabangan jalur dari Sedayu
menuju Turen tidaklah panjang, yakni hanya 1 kilometer saja. Bekas jejak
keberadaan tram di Turen memang sudah hilang sama sekali, termasuk bekas Halte
Turen. Maklum saja jalur pada petak ini mulai non aktif saat pendudukan Jepang
pada tahun 1943. Akan tetapi jika melihat dari peta, lokasi Halte Turen kurang
lebih berada tak jauh dari kantor Pegadaian Turen atau sebelum Pasar Turen.
Peta Lokasi
Halte Sedayu dan Halte Turen
Sumber: kitlv.nl
Pertigaan Sedayu
(Foto Membelakangi Turen)
Bekas Tanda Perlintasan
Kereta Api Didepan Pabrik Pindad
Sebuah Bangunan
Didepan Pabrik Pindad
Perkiraan Area
Lokasi Halte Turen
Beranjak dari Sedayu, perjalanan
saya lanjutkan kembali menuju Talok. Kali ini bekas jalur tram masih berada
disebelah kiri jalan. Bekas relnya pun masih banyak saya jumpai. Posisi rel
sendiri ada sebagian yang berada diarea persawahan maupun disamping jalan raya.
Tak berapa lama perjalanan saya tiba di Talok. Di titik ini posisi jalur kereta
mulai bersilangan dengan jalan raya dan berpindah disebelah kanan jalan.
Menurut
peta, didaerah Talok ini dahulu terdapat sebuah pemberhentian tram bernama
Halte Talok. Namun berdasarkan informasi yang saya dapatkan, bekas bangunan
Halte Talok kini sudah tidak ada dan digantikan dengan bangunan toko. Dari
Talok jalur tram mulai menanjak karena kondisi geografis yang berbukit-bukit.
Lokasi Halte
Talok
Sumber: kitlv.nl
Bekas Jalur Tram
di Sedayu Menuju Talok (Kanan)
Bekas Jalur Tram
Menuju Talok (Kanan Atas)
Bekas Rel
Melintas Diatas Sungai di Talok
Posisi Rel
Memotong Jalan Memasuki Halte Talok (Kiri)
Area Perkiraan
Lokasi Halte Talok
Setibanya di Talok, kedatangan saya
disambut dengan hujan yang sangat lebat. Perjalananpun segera saya lanjutkan
menuju Dampit. Selama perjalanan menuju Dampit ini saya sudah tidak menemukan
bekas rel jalur tram. Yang saya jumpai hanyalah bekas pondasi dan pilar-pilar
jembatan yang melewati bukit-bukit. Dipetak ini banyak segali gundukan-gundukan
tanah bekas jalur kereta. Hal ini dikarenakan Dampit merupakan wilayah yang cukup
tinggi, sehingga jalur tram harus dibuat sedemikian rupa agar tram bisa melaju dengan baik.
Tak terasa perjalanan saya tiba di
Pasar Dampit. Sayapun segera bergegas mencari lokasi Stasiun Dampit. Tidak
mudah mencari lokasi Stasiun Dampit kala itu. Hujan yang turun dengan lebatnya
serta kabut yang tebal ditambah kondisi Pasar Dampit yang padat membuat saya
harus berputat-putar dan masuk kebeberapa gang perkampungan untuk mencari
lokasi stasiun. Akhirnya setelah cukup lama berputar-putar, sayapun berhasil
menemukan bekas bangunan Stasiun Dampit. Bangunannya sendiri memang nyelempit
diantara perumahan warga. Bahkan kondisi bangunannya sendiri sudah tidak utuh.
Kini bekas bangunan Stasiun Dampit digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat
usaha mebel.
Bekas Pilar
Jembatan Tram Menuju Dampit Tertutup Pepohonan
Bekas
Pilar Jembatan Melintasi Sebuah Sungai Menuju Dampit
Tram Melintas di
Kali Lesti Tahun 1919
Sumber: Universiteit Leiden
Bekas
Jalur Tram di Area Persawahan
Bekas Pondasi
Jembatan Tram Menuju Dampit
Bekas Bangunan
Stasiun Dampit
Bekas Emplasemen
Stasiun Dampit
Rumah Dinas
Stasiun Dampit
Suasana Stasiun
Dampit Tahun 1923
Sumber:
Universiteit Leiden
Disekitar Stasiun Dampit saya sempat
berbicang-bincang dengan salah seorang warga. Beliau sedikit berkisah bahwa
dulunya Stasiun Dampit merupakan stasiun yang cukup ramai. Banyak hasil
pertanian dan perkebunan masyarakat sekitar yang diangkut menggunakan tram
untuk dibawa dan dijual di Kota. Setelah angkutan jalan raya mulai mendominasi,
sedikit demi sedikit tram mulai ditinggalkan dan berujung pada penutupan
Stasiun Dampit.
Hujan turun semakin deras. Udara
dinginpun begitu menusuk tulang. Penelusuran saya di Dampitpun harus saya
sudahi. Akhirnya selesai sudah penelusuran saya dipetak Jagalan – Kepanjen dan
Jagalan – Dampit. Capek sudah pasti, namun banyak ilmu, pengalaman dan
informasi yang saya peroleh selama penelusuran saya dipetak tersebut. Esok
masih ada petak jalur Blimbing – Singosari dan Blimbing – Tumpang yang harus
saya telusuri dengan petualangan yang tak kalah seru pastinya. Bersambung.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar