BLUSUKAN MALANG RAYA BAGIAN V:
MENGENANG JALUR TRAM BLIMBING – TUMPANG
Setelah
menelusuri jejak jalur tram di petak Blimbing – Singosari, kali ini perjalanan
saya lanjutkan menelusuri bekas jalur tram di petak Blimbing – Tumpang. Ini
adalah penelusuran saya yang kedua dipetak ini dimana kurang lebih dua tahun
yang lalu saya sempat menelusuri bekas jalur tram di petak ini.
Jalur tram di petak Blimbing –
Tumpang dibuka pada tanggal 27 April 1901 bebarengan dengan pembukaan jalur
Blimbing – Singosari yang keseluruhannya sejauh 23 kilometer. Selain sebagai
angkutan penumpang, jalur tram di petak Blimbing – Tumpang ini dahulu juga
digunakan sebagai sarana angkutan avtur pesawat ke pangkalan udara di Malang.
Dari Stasiun Blimbing hingga Stasiun Tumpang kurang lebih terdapat 9
pemberhentian tram, yaitu: Blimbing – Wendit – Bugis – Bunut – Pakis I – Pakis
II – Pasir – Cokro – Jeru – Malangsuko – Tumpang.
Peta Jalur Tram
di Malang
Sumber:
Universiteit Leiden
Penelusuran kali ini saya awali dari
percabangan jalur Stasiun Blimbing MS menuju Wendit. Disepanjang petak ini
bekas rel masih banyak dijumpai. Posisinya berada di kanan jalan tepat berada
di samping jalan raya. Kondisi bekas rel pun masih bisa dikatakan bagus.
Dipetak ini saya juga menjumpai sebuah tiang sinyal milik Stasiun Blimbing MS
yang masih tersisa. Tiang tersebut terletak tepat didepan warung makan milik
warga dengan kondisi yang masih cukup bagus.
Bekas Jalur Tram
Menuju Wendit
Bekas Tiang
Sinyal
Sayapun tiba di wilayah Wendit.
Dahulu menurut info yang saya peroleh diwilayah ini terdapat Stopplast, akan tetapi kini
keberadaannya sudah sulit untuk dilacak. Di Wendit ini jalur tram mulai
berpindah disebelah kiri jalan. Hal ini dikarenakan diarea tersebut terdapat
area yang cukup curam sehingga jalur tram harus berpindah untuk menyesuaikan
gradien tanah. Posisi relpun juga masuk kedalam perkampungan.
Di Wendit ada sebuah perkampungan
bernama Kampung Trem. Tram digunakan sebagai nama kampung tersebut dikarenakan
jalan yang membelah perkampungan tersebut merupakan bekas jalur tram dan bahkan
warga sekitar juga masih mempertahankan bekas jalur tram dengan tidak menutup
besi rel saat membuat jalan kampung. Diujung Kampung Tram juga terdapat bekas
jembatan tram yang kini dimanfaatkan warga sebagai jembatan penyeberangan. Akan
tetapi jembatan tersebut tidak bisa dilalui kendaraan bermotor karena alas
jembatan yang rapuh. Dari Kampung Tram posisi rel kembali berpindah disebelah
kanan jalan raya menuju Pakis.
Pemberhentian
Wendit
Sumber: kitlv.pictura-dp.nl
Bekas Jembatan
Tram di Wendit
Gapura Masuk
Kampung Trem
Bekas Jalur Trem
Menuju Jembatan Trem
Bekas Jembatan
Trem
Bekas Jalur Trem
di Kampung Trem
Bekas Jalur Trem
Menuju Kampung Trem
Jalur Tram
Menuju Pakis
Jalur Tram
Menuju Pakis Berpindah di Sebelah Kanan Jalan
Meninggalkan Wendit perjalanan saya
lanjutkan menuju Pakis. Sepanjang perjalanan menuju Pakis, bekas jalur tram
masih banyak saya jumpai meskipun dibeberapa titik ada bekas rel yang sudah
tidak utuh lagi. Tibalah saya dipersimpangan menuju Bandara Abdul Rahman Saleh
Malang. Disini terdapat percabangan jalur tram menuju bandara yang dulu
digunakan untuk mengangkut avtur ke pangkalan udara Malang. Dipersimpangan
tersebut saya juga masih bisa melihat wesel jalur menuju bandara.
Percabangan jalur tram menuju
Pangkalan Udara Malang kondisi gradient tanahnya agak sedikit menanjak. Di titik
terebut bekas jalur tram masih banyak yang bisa saya temui. Posisinya tepat
berada disamping jalan raya atau sebelah kiri jalan dari arah Wendit. Bekas rel
tersebut berakhir di area pangkalan udara milik TNI AU. Sayang saya tidak bisa
melihat lebih jauh kedalam pangkalan untuk melihat ujung dari jalur tersebut
dikarena area tersebut merupakan area terbatas.
Jalan Menuju
Bandara Abdul Rahman Saleh Malang
Titik
Percabangan Menuju Bandara
Bekas Rel Menuju
Pangkalan Udara
Meninggalkan
area bandara, perjalanan saya lanjutkan menuju Pakis. Berhubung hari sudah
mulai terik perjalananpun sedikit saya percepat. Tak lama melanjutkan
perjalanan, akhirnya saya tiba di Pakis Malang. Kali ini tujuan saya adalah
Pasar Pakis, karena bekas bangunan Stasiun Pakis terletak didepan Pasar Pakis.
Tak butuh waktu lama bagi saya
mencari lokasi Stasiun Pakis. Bentuk bangunan stasiun masih sama seperti saat
saya blusukan diarea ini dua tahun lalu. Kini bekas bangunan Stasiun Pakis
masih digunakan sebagai toko kelontong. Bentuk bangunannya sekilas memang sudah
banyak yang berubah, namun dibagian samping kita masih bisa menemukan bagian
kayu bangunan yang masih asli. Emplasmen Stasiun Pakis sendiri cukup luas
karena dipisahkan oleh jalan raya. Hal inilah yang menjadikan stasiun ini unik.
Bekas Bangunan
Stasiun Pakis
Stasiun Pakis
Tempo Dulu
Sumber:
Universiteit Leiden
Dari Pakis
perjalanan saya lanjutkan menuju Tumpang. Dari titik inilah perjalanan saya
mulai sedikit menanjak. Jika dibandingkan dengan wilayah lain, Tumpang memang
memiliki ketinggian yang lebih tinggi. Kondisi geografis tanahnya mirip dengan
daerah Dampit. Dipetak inilah saya mulai banyak menjumpai bekas pondasi
jembatan tram yang masih tersisa.
Di Pakis sendiri posisi jalur tram
masih berada di sebelah kiri jalan raya. Beberapa potongan besi relpun masih
banyak yang utuh dan lengkap. Sebelum memasuki Tumpang yang kondisi tanahnya
mulai meninggi, posisi rel berpindah disebelah kanan jalan dan cenderung banyak
berada diarea perkebunan warga.
Bekas Jembatan
Tram Setelah Pasar Pakis
Bekas
Jembatan Tram Menuju Tumpang
Posisi Rel Mulai
Berpindah Menuju Tumpang (Foto Menghadap Pakis)
Bekas Pondasi
Jembatan Tram di Tumpang
Mulai memasuki pusat Kecamatan
Tumpang, posisi rel mulai berada di samping jalan raya atau tepatnya di kanan
jalan. Di titik ini bekas rel masih banyak yang bisa ditemui. Rel kemudian
bersilangan dengan jalan raya menuju kesebelah kiri jalan yang kemudian menuju
ke Stasiun Tumpang sebagai stasiun terminus untuk petak tersebut.
Letak Stasiun Tumpang berada tak
jauh dari Pasar Kecamatan Tumpang. Bahkan untuk mengenang keberadaan Stasiun
Tumpang, jalan yang berada didepan bangunan stasiun diberi nama Jalan Stasiun.
dititik ini saya banyak menjumpai patok milik PT. KAI yang tertancap disana. Bangunan
Stasiun Tumpang sendiri kini dimanfaatkan warga sebagai gudang. Didalam bangunan,
dari luar saya masih bisa melihat bekas bilik loket penjualan karcis. Emplasemen
Stasiun Tumpang kini telah berubah menjadi jalan dan kawasan pertokoan yang
padat.
Bekas
Rel Menuju Stasiun Tumpang
Emplasemen
Stasiun Tumpang Menjadi Jalan Stasiun
Bekas Bangunan
Stasiun Tumpang
Bekas Bilik
Loket Stasiun Tumpang
Dengan tibanya saya di Stasiun
Tumpang ini, maka berakhir pula blusukan saya di petak Blimbing – Tumpang.
Perjalanan ini sekaligus juga menjadi akhir dari blusukan saya di Malang Raya
yang sudah saya mulai pada hari sebelumnya. Semoga peninggalan – peninggalan jejak
tram di Kota Malang ini bisa tetap terjaga dan lesstari. Sebagai pembelajaran
bagi generasi mendatang bahwa Malang pernah memiliki moda angkutan masal
berbasis rel bernama Tram. Sekian.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / FB, MAIL: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar