Selasa, 21 Maret 2017

MENELISIK JALUR TRAM PARE – KEDIRI
“KEDIRI STOOMTRAM MAATSCHAPPIJ (KSM)”

            Tak terasa liburan saya di Kota Malang telah usai. Kurang lebih empat hari saya mengahabiskan waktu disini, dimana dua hari telah saya gunakan untuk menelusuri jejak jalur tram di Kota Malang. Kepulangan saya ke Sragen kali ini saya sempatkan untuk melakukan blusukan singkat jalur mati kereta api tepatnya di petak Pare – Kediri, dimana disana terdapat bekas jalur tram milik KSM yang dahulu menghubungkan wilayah disekitar Kediri. Hal ini saya lakukan karena kebetulan rute pulang menuju Sragen melewati kota Kediri.
            Sedikit berbicara mengenai sejarah tram di Kota Kediri, Pada tanggal 27 September 1895 berdirilah sebuah perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda di Kota Kediri yang melayani angkutan penumpang dan hasil perkebunan bernama Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM). KSM melayani perjalanan kereta api berbasis tram di Kediri dan sekitarnya dengan Stasiun Pare sebagai stasiun pusatnya. Letak Kota Kediri yang dilalui Sungai Brantas membuat wilayah ini kaya akan hasil perkebunan. Hal inilah yang mendorong berkembangannya moda angkutan masal di kota ini. KSM sendiri tercatat telah berhasil membangun jalur tram sepanjang 121 kilometer diwilayah eks Karesidenan Kediri dan Sekitarnya. Jalur yang dibangun oleh KSM merupakan jalur pendukung atau lintas cabang dari jalur utama milik SS yang dibangun lebih awal yakni 1880 – 1881 yang menghubungkan Sidoarjo – Jombang – Kertosono - Kediri.
            Awal pembangunan jalur KSM dimulai pada tahun 1895 hingga 1900, dimana telah terbangun jalur tram sebagai berikut:
Tanggal Pembukaan
Panjang Jalur
Trayek
7 Januari 1897
Tahun 1898

8 Mei 1897
1 Juni 1899
1900
31 Agustus 1898
1 Juni 1898
12 Mei 1899
7 Desember 1898
19 Januari 1899
50 km
2,7 km
14 km
15,5 km
9 km
3 km
13 km
6 km
4 km

13 km
Jombang – Pare – Kediri
Jombang (SS) – Jombang Kota (KSM)
Pesantren - Wates
Pelem – Bogokidul – Papar
Gurah – Brenggolo – Kwarasan
Brenggolo – Jengkol
Pare – Kepung
Pare (Tulungrejo) – Kencong
Kencong – Konto
Pulorejo – Ngoro
Ngoro - Kandangan

            Dari semua daftar jalur tram diatas, tidak semuanya dalam kondisi utuh. Pada saat pendudukan Jepang di Indonesia banyak jalur percabangan yang dibongkar pada periode 1943 – 1944. Beberapa jalur yang dibongkar oleh Jepang adalah: Pulorejo – Ngoro – Kandangan; Pare – Kepung – Dinoyo; Pare - Tulungrejo – Kencong – Konto; Pare - Pelem – Bogokidul – Papar (aktif sampai 1948); Pesantren – Wates; dan Gurah – Brenggolo – Kwarasan – Jengkol. Jalur-jalur yang dicabut oleh Jepang tersebut selanjutnya dipindah ke Myanmar, Thailand, Bayah – Saketi (Banten), Muaro – Pekanbaru, serta sebagai pendukung perang.
            Sebagian besar jalur milik KSM ini terhubung dengan pabrik-pabrik gula yang berada di wilayah Kediri. Saat krisis malaise menerjang Indonesia, banyak pabrik gula yang tutup sehingga intensitas penggunaan jalur tram juga ikut berdampak. Pasca Indonesia merdeka, moda tranportasi berbasis jalan raya mulai berkembang dan mendominasi. Kebijakan pemerintah yang terus menggalakkan transportasi berbasis jalan raya membuat tram peninggalan KSM ini semakin kalah.  Posisi jalur tram yang sebagian besar berada di samping jalan raya membuat jalur ini kalah bersaing dan harus ditutup pada dekade 1970an.

            Pada kesempatan kali ini, blusukan hanya akan saya lakukan pada petak Pare – Kediri saja dikarenakan terbatasnya waktu yang saya miliki. Disepanjang trayek ini tercatat beberapa pemberhentian tram yang pernah ada, diantaranya: Pare – Pelem – Bendo – Sambirejo – Adan-Adan – Gayam – Wonokasian – Banjaranyar – Gurah – Gurah Passer (Pasar) -  Gumul – Stasiun Pesantren – PG Pesantren (cabang) – Pesantren Pasar – Bangsal – Pasar Paing – Stasiun Besar Kediri. Dari semua daftar halte dan stasiun tersebut tidak semua bekas bangunannya masih bisa ditemukan. Hal ini dikarenakan banyak bangunan stasiun dan halte pada masa itu yang kontrukssinya hanya terbuat dari kayu. selain itu, lamanya jalur ini nonaktif membuat banyak bangunan halte dan stasiun telah dibongkar dan berganti dengan bangunan baru.

Peta Jalur Tram Milik Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM)
Sumber: Universiteit Leiden

Beranjak meninggalkan Kota Malang dipagi hari yang dingin, kendaraan saya pacu menuju Kota Kediri. Kurang lebih dua jam perjalanan waktu yang saya butuhkan untuk sampai ke Kota Pare sebagai titik awal blusukan saya kali ini. Tepat pukul delapan pagi akhirnya saya tiba juga di Pare. Hiruk pikuk kendaraan yang lalu lalang mendominasi suasana kota kala itu. Pare merupakan salah satu wilayah di Kota Kediri yang terkenal dengan Kampung Inggrisnya. Meskipun ramai, kota ini memiliki suasana yang tenang dan damai jauh dari kesan semrawut. 
            Penelusuran pertama saya di sini adalah mencari lokasi Stasiun Pare yang menurut informasi berada disekitar Polres Kediri atau tepatnya di Jalan Pangrango. Tak butuh waktu lama untuk mencarinya, bangunan Stasiun Pare yang memiliki gaya kolonial dan terlihat kontras dengan bangunan sekitarnya membuat saya dengan mudah menemukannya.
Bangunan Stasiun Pare memiliki ukuran yang tidak begitu besar namun memiliki area yang cukup luas. Dahulu di stasiun ini dilengkai dengan menara air, dipo lokomotif, bengkel kereta api, dan sebuah kanopi dibagian emplasemen stasiun yang kemudian dipindah ke Stasiun Paron di Ngawi. Stasiun Pare merupakan stasiun pusat dari KSM. Bangunan stasiun sendiri kini telah disulap menjadi warung sate dengan masih mempertahankan bentuk aslinya. Dilingkungan stasiun saya mencoba menelusuri bekas emplasemen stasiun siapa tahu saya masih bisa menjumpai bekas rel-rel yang ada disana. Hasil pencarian sayapun nihil. Diarea emplasemen stasiun kini telah didominasi oleh bangunan toko-toko yang cukup padat. Tak satupun bekas rel yang berhasil saya temukan disana.
Sayapun mencoba memutar agak jauh disekitar area stasiun dan menjumpai beberapa rumah dinas pegawai KSM  dengan gaya kolonial dimana masing-masing rumah dinas masih terdapat plakat bertuliskan KSM. Sebagian besar rumah-rumah dinas tersebut dihuni sebagai tempat tinggal dan terawat dengan baik. Disisi timur juga terdapat kantor KSM yang saat ini digunakan sebagai kantor Koramil.
Jika dilihat dari peta lawas, sebenarnya dari Stasiun Pare ini terdapat beberapa percabangan jalur tram. Percabangan tersebut diantaranya menuju ke Kencong, Kepung, Papar (via Pelem), dan Kediri. Namun dari semua jalur tersebut, hanya jalur menuju ke Kediri saja yang masih bisa dijumpai, karena sisanya telah dicabut saat Jepang menduduki Indonesia. Disebelah barat Stasiun Pare masih bisa dijumpai beberapa potongan besi rel dan tiang sinyal menuju arah Pelem. Namun bekas tiang sinyal tersebut kondisinya sudah berkarat tak terawat.

Peta Lokasi Stasiun Pare
Sumber: kitlv.nl

Bangunan Utama Stasiun Pare

Bekas Area Emplasemen Stasiun Pare

Bekas Sinyal Stasiun Pare

Stasiun Pare Tempo Dulu
Sumber: Dick Comber



Bangunan Rumah Dinas Pegawai KSM

Bekas Kantor Pusat KSM

            Meninggalkan Stasiun Pare perjalanan saya lanjutkan menuju Pelem. Sesuai dengan peta, disini dahulu terdapat sebuah pemberhentian kereta bernama Halte Pelem. Akan tetapi bangunan halte tersebut sudah tidak bersisa. Di Pelem sendiri dahulu juga terdapat percabangan jalur menuju Papar yang jalurnya telah dicabut oleh Jepang pada periode 1943 – 1944.

Perempatan Pelem (Kiri Menuju Papar)

Bekas Jalur Tram dari Pelem Menuju Kediri


Bekas Pondasi Jembatan Tram di Pelem

            Dari Pelem perjalanan saya lanjutkan menuju Bendo. Sebenarnya sebelum Bendo terdapat satu pemberhentian tram yaitu Halte Sambirejo, akan tetapi bekas bangunan halte tersebut kini sudah raib. Disepanjang perjalanan menuju Bendo, bekas jalur tram masih banyak saya jumpai. Posisinya tepat berada diselah jalan raya.
            Tak terasa perjalanan saya tiba di Bendo. Diwilayah ini dahulu terdapat Stasiun Bendo yang bercabang menuju Pabrik Gula Tegowangi. Stasiun Bendo sendiri kini telah berubah menjadi Pasar Bendo. Fisik bangunan stasiun memang sudah tidak tersisa karena telah berubah menjadi pertokoan. Akan tetapi didepan komplek pasar, kita masih bisa menjumpai bekas jalur tram dan wesel. Bekas tiang sinyal Stasiun Bendopun juga masih bisa ditemui. Tepat didepan Pasar Bendo dahulu terdapat pabrik gula bernama Tegowangi yang kini telah berubah menjadi pabrik rokok.

Bekas Jalur Tram Menuju Bendo

Peta Lokasi Stasiun Bendo
Sumber: kitlv.nl

Tiang Sinyal Stasiun Bendo


Jalur Tram di Bekas Stasiun Bendo


Wesel di Stasiun Bendo

Bekas Lokasi Pabrik Gula Tegowangi

            Meninggalkan Bendo perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Stasiun Gurah. Sepanjang perjalanan saya menuju Gurah, bekas jalur tram masih banyak yang terlihat utuh. Dari Bendo hingga Gurah sendiri sebenarnya banyak terdapat halte pemberhentian tram diantaranya: Adan-adan, Gayam, Wonokasian, Banjaranyar, dan Gurah. Dari semua halte tersebut tak satupun yang menyisakan bekas bangunannya.
            Setibanya di Gurah posisi rel mulai sedikit masuk kedalam perkampungan. Disaat saya menelusuri bekas jalur tram, disebuah persimpangan jalur tram saya menjumpai sebuah bangunan seperti rumah sinyal didekat lampu merah Gurah. Dibangunan tersebut terdapat tiga buah pintu kecil dimana masing-masing pintunya terdapat plat bertuliskan: K K Goemoel, S T Goerah, S T 1 Paree.
             Tak jauh dari lokasi rumah sinyal tersebut akhirnya saya berhasil menemukan bekas bangunan Stasiun Gurah. Bangunannya cukup panjang. Kini bekas bangunan stasiun dimanfaatkan sebagai komplek pertokoan. Dibagian emplasemen stasiunpun saya masih bisa melihat bekas pijakan tempat naik turunnya penumpang kereta api. Akan tetapi sayang dibagian emplasemen ini bekas relnya hanya sedikit yang masih tersisa karena tertutup oleh bangunan dan tanah.
            Distasiun Gurah sendiri pada zaman dahulu terdapat percabangan jalur menuju Pabrik Gula Gurah. Selain itu distasiun ini juga terdapat percabangan jalur menuju Jengkol dan Pabrik Gula Tiru. Akan tetapi percabangan jalur tersebut sudah lama dicabut oleh pemerintah Jepang.

Peta Stasiun Gurah
Sumber: kitlv.nl


Bekas Jalur Tram Menuju Gurah


Bekas Jalur Tram di Gurah Sebelum Stasiun

Bekas Tiang JPL Gurah

Bekas Rumah Sinyal di Gurah (Warna Putih)

Plat Stasiun Pare

Plat Stasiun Gurah

Plat K K Gumul

Bekas Jalur Tram Menuju Stasiun Gurah


Bekas Bangunan Stasiun Gurah


Bekas Rel di Emplasemen Stasiun Gurah

Hari semakin terik perjalananpun segera saya lanjutkan kembali. Tujuan saya selanjutnya adalah Simpang Lima Gumul. Menurut catatan didekat simpang lima tersebut dahulu terdapat sebuah halte bernama Halte Gumul, sebelum menuju Pabrik Gula Pesantren dan Stasiun Pesantren. Sepanjang perjalanan menuju Gumul bekas jalur tram masih banyak terlihat akan tetapi mendekati Simpang Lima Gumul bekas jalur tram banyak yang sudah tertutup oleh aspal jalan raya.
            Didaerah Gumul ini saya kembali menemukan sebuah bangunan yang saya duga adalah bangunan rumah sinyal seperti di Gurah. Bangunan tersebut terletak persis disamping jalur tram menuju Pesantren. Dibangunan tersebut terdapat sebuah lubang dimana didalamnya terdapat alat kelistrikan. Saya kurang tahu persis fungsi dari alat tersebut, tapi yang pasti berguna untuk mengatur lalu lintas tram dimasa itu.

Jalur Tram Menuju Gumul

Simpang Lima Gumul

Bekas Jalur Tram di Gumul

Bangunan Rumah Sinyal


Bangunan Rumah Sinyal Tepat Disamping Jalur Tram

Bagian Dalam Bangunan Rumah Sinyal

Bekas Jalur Tram Menjadi Jalan Kampung dari Gumul Menuju Pesantren

Menelusur jalur tram mengantarkan saya hingga lokasi Pabrik Gula Pesantren. Pabrik gula ini masih aktif memproduksi gula hingga sekarang. Dari Gumul jalur tram masuk ke area pabrik yang kemudian bercabang disebuah pertigaan jalan. Percabangan tersebut adalah menuju ke Stasiun Pesantren dan Menuju Wates. Akan tetapi jalur yang menuju Wates sudah dicabut saat Jepang menduduki Indonesia.
            Lokasi Stasiun Pesantren sendiri berada tepat disamping jalan raya. Stasiun ini unik, karena antara bangunan stasiun dan jalurnya dipisahkan oleh jalan raya. Keberadaan stasiun di satu lokasi dengan pabrik gula seperti ini sangatlah unik. Hal seperti ini pernah saya jumpai di Pabrik Gula Pagotan Ponorogo dan Pabrik Gula Kanigoro dimana pabrik gula dan stasiun terletak dalam satu lokasi.

Peta Lokasi Stasiun Pesantren

Sumber: kitlv.nl

Jalur Tram Menuju Pabrik Gula Pesantren

Jalur Tram Melintas Dibelakang Monumen Lokomotif PG Pesantren

Lokasi Percabangan Jalur Tram
ke Pesantren (Kiri Atas) dan ke Wates (Kanan Bawah)

Decauville PG Pesantren


Bekas Jalur Tram di Emplasemen Stasiun Pesantren


Bekas Bangunan Stasiun Pesantren

Pabrik Gula Pesantren Tempo Dulu
Sumber: kitlv.nl

            Dari Pesantren perjalanan saya lanjutkan kembali menuju Kediri. Disepanjang jalan, bekas jalur tram masih banyak terlihat dan telah berubah menjadi area trotoar jalan. Bahkan tak jauh dari Stasiun Pesantren, saya juga masih bisa menemukan sebuah tiang sinyal tertancap di samping jalan raya.
            Memasuki pusat Kota Kediri jejak jalur tram mulai sulit terlacak. Hal ini dikarenakan banyaknya bangunan baru yang berdiri serta bekas rel yang telah tertutup aspal jalan raya. Beberapa patok milik PT. KAI pun tampak tertancap disana sebagai penanda. Tak berapa lama kemudian perjalanan saya tiba di Stasiun Kediri. Disinilah akhir dari penelusuran saya di petak Pare – Kediri. Diarea Stasiun Kediri yang dibangun oleh SS ini didalamnya terdapat bangunan stasiun milik KSM. Dahulu SS menerapkan sistem sewa terhadap KSM. 
            Lokasi Stasiun Kediri SS dan Kediri KSM yang saling berdekatan ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat saat bepergian. Sehingga ketika masyarakat ingin berganti kereta, hal tersebut bisa dilakukan dengan mudah. Kini bekas bangunan Stasiun Kediri KSM masih dimanfaatkan oleh PT. KAI. Kondisi bangunannyapun masih terawat dengan baik.

Tiang Sinyal Setelah Stasiun Pesantren


Bekas Jalur Tram Menuju Kota Kediri

Stasiun Kediri SS

Rumah Dinas Stasiun Kediri SS

Bangunan Stasiun Kediri KSM
Sumber: Foto Milik Hari Kurniawan Hao-Hao

Dengan tibanya saya di Stasiun Kota Kediri ini maka berakhir pula blusukan saya di Kota Kediri, khususnya di petak Pare – Kediri. Sebenarnya masih ada satu petak lagi di kota ini yang belum saya telusuri yakni di petak Pare – Jombang Kota. Semoga dilain waktu ada kesempatan dan rejeki lebih untuk mengunjungi kota ini dan blusukan lagi pastinya. Sekian dan salam.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PRIMA UTAMA / 2017 / WA: 085725571790 / MAIL, FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama    









































































9 komentar:

  1. Foto seinhos Gurah: sepertinya bukan rumah sinyal itu
    Foto sta Kediri KSM: bukan itu di sta Jombang?

    BalasHapus
  2. Seinhouse mungkin namanya. Saya jg gk tahu. Ada artikel yg nyebutnya kayak rumah sinyal. Foto sta kediri ksm y dilingkungan sta kediri ss. Kalau sta kediri ksm di jombang ada lagi. Namanya sta jombang pasar kalau gk salah. Sta nya dh non aktif. Cm saya blm pernah ksana. Yg digambar saya itu sta ksm terminus d sta kediri ss. Coba buka peta lawas belanda. Ntar ketemu gambarnya

    BalasHapus
  3. Mas Prima Utama
    saya pengen tahu gimana sih cara tuk dapetin peta kuno yg lain kyak yg di atas.
    area keseluruhan Kab. Kediri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa lihat di webnya universitiet leiden

      Hapus
  4. Jalur tram di gumul itu sebelah mana ya mas? Kok saya ndak menemukan waktu napak tilas

    BalasHapus
  5. Foto sinyal tebeng yang ada keterangannya "sinyal setelah stasiun pesantren" itu bukan sinyalnya Stasiun Pesantren pak.. Tapi sinyal persilangan dengan Lori.
    Kalau sinyal tebengnya stasiun pesantren lokasinya di pasar pesantren, depannya pas pertigaan agak ke barat sedikit

    BalasHapus
  6. Bekas jalur dan stasiun kok tidak ikut di publikasikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bekas jalur dan stasiun Wates kok tidak di publikasikan

      Hapus