YANG TERSISA DARI JALUR AVTUR
Era kejayaan kereta api
sebagai moda transportasi masal dan angkutan barang dimulai sejak pendudukan
Belanda di Indonesia yang ditandai dengan pembangunan jalur kereta api pertama
di Semarang. Masa kejayaan itu berlangsung hingga awal tahun 1970. Setelah itu sedikit
demi sedikit peran kereta api mulai tergeserkan dengan alat transportasi
berbasis ban karet yang dirasa lebih efektif dan efisien. Kondisi ini
dibuktikan dengan matinya beberapa jalur kereta api di Pulau Jawa yang merana
akibat kalah bersaing dengan moda transportasi berbasis jalan raya. Begitu pula
dengan peran kereta api pengangkut bahan bakar pesawat atau avtur di Landasan
Udara (Lanud) Iswahjudi Magetan Jawa Timur.
Dahulu
diantara Stasiun Barat yang merupakan satu-satunya stasiun di Kabupaten
Magetan, memiliki jalur kereta api menuju ke Landasan Udara Iswahjudi. Saya
belum dapat menemukan bukti tertulis kapan pastinya jalur ini mulai dibangun, tapi
kemungkinan jalur ini dibangun beriringan dengan dibangunnya Lanud Iswahjudi
yaitu pada Tahun 1939 oleh Hindia Belanda yang kala itu bernama Pangkalan Udara
Maospati.
Jalur Stasiun Barat
hingga Lanud Iswahjudi dikhususkan untuk mengangkut avtur atau bahan bakar
pesawat yang dipasok oleh Pertamina menuju Landasan Udara Iswahjudi. Seiring
dengan berjalannya waktu dan berkembangnya moda transportasi darat, Pertamina
lebih memilih mendistribusikan avtur dengan menggunakan truk karena dinilai
lebih praktis dan efisien. Oleh karena itu jalur kereta dari Stasiun Barat
menuju Lanud Iswahjudi pun dinonaktifkan
alias sudah tidak terpakai lagi.
Dibeberapa tempat di pulau Jawa maupun Sumatra
mungkin banyak dijumpai jalur kereta khusus pengangkut BBM, namun di Lanud
Iswahjudi ini mungkin adalah satu-satunya jalur kereta api yang dikhususkan
untuk mengangkut bahan bakar pesawat ke landasan udara. Keunikan serta
sejarahnya itulah yang membuat saya tertarik untuk menyusuri sisa-sisa jalur
tersebut. Berikut adalah blusukan saya di lintas jalur Stasiun Barat Magetan
hingga Lanud Iswahjudi.
Kereta
Pengangkut Avtur dari Stasiun Barat Menuju Lanud Iswahjudi
Sumber:
semboyan35.com
Memulai
Blusukan
Perjalanan
pagi itu saya lakukan pada hari Senin 1 Setember 2014 dengan menggunakan motor.
Saya berangkat dari rumah yang terletak di Kabupaten Sragen pada pukul tujuh
pagi. Waktu itu cuaca pagi hari sudah terasa terik, mungkin karena masih masuk
dalam musim kemarau sehingga cuaca agak begitu panas. Perjalanan saya mulai
kearah timur melalui Kabupaten Ngawi menuju Magetan. Selama diperjalanan, saya
menjumpai dua pabrik gula yang masih aktif. Pabrik pertama yang saya temui adalah
Pabrik Gula (PG) Soedhono yang masuk dalam wilayah Kabupaten Ngawi dan yang
kedua adalah PG Purwodadi yang terletak di Kabupaten Magetan. Hal inilah yang
menarik perhatian saya selama diperjalanan, karena disepanjang jalan saya masih
bisa menjumpai bekas-bekas rel lori atau decauville
di kanan jalan menuju perkebunan tebu. Tentu saja jalur itu sudah tidak
utuh lagi karena sudah lama tidak terpakai.
Kurang lebih pukul sembilan pagi
saya mulai memasuki wilayah Kabupaten Magetan. Ini adalah pertama kalinya saya
blusukan di Magetan. Hal ini lah yang membuat saya agak canggung dan sedikit
bingung dengan kondisi wilayah dan arah jalan yang ada disana. Tak jauh berbeda
dengan Kabupaten Ngawi, wilayah di Magetan juga masih banyak didominasi oleh
hutan dan ladang persawahan.
Gapura Masuk
Kabupaten Magetan
Sampai
juga saya di pertigaan Maospati. Disana saya sempat tersesat jauh karena tidak
tahu arah jalan. Ketidaktahuan saya akan posisi Stasiun Barat dan Lanud
Iswahjudi membuat saya mengambil arah jalan yang salah. Alhasil banyak waktu
saya yang terkuras habis untuk mencari petunjuk jalan. Akhirnya setelah
mendapat petunjuk dari seorang petugas SPBU, saya berhasil menemukan lokasi
Lanud Iswahjudi.
Tiba
diarea Lanud Iswahjudi, tentu saja pencarian pertama saya adalah bekas jalur
kereta pengangkut avtur. Tak sulit ternyata untuk menemukannya. Jalur tersebut ternyata
bersinggungan dengan Jalan Raya Maospati – Madiun. Jalur tersebut mengarah ke
utara menuju Stasiun Barat. Saya pun segera tancap gas meluncur kearah utara untuk
mencari keberadaan Stasiun Barat.
Kurang
lebih empat kilometer perjalanan ke utara, akhirnya saya sampai di Stasiun
Barat yang berada di Desa Tebon Kecamatan Barat. Bangunan stasiun tidaklah
begitu besar, namun suasana disana cukup ramai dengan aktivitas calon penumpang
yang menunggu kedatangan kereta. Saya sempat bermain-main sejenak diarea
stasiun sembari melihat-lihat bangunan gudang stasiun serta bangunan rumah dinas kepala Stasiun Barat yang lumayan cukup tua.
Gambar
peta jalur avtur stasiun Barat – Lanud Iswahjudi
Sumber: Google Map
Stasiun Barat
Area Stasiun
Barat dan Decauville PG Purwodadi Tahun 1928
Sumber: kitlv.nl
Stasiun Barat
Tahun 1928
Sumber: kitlv.nl
Disekitar area Stasiun Barat, saya
banyak menjumpai bekas jalur Decauville yang saya perkirakan adalah milik PG
Purwodadi. Hal ini merupakan hal yang lazim, mengingat pada zaman dahulu pabrik
gula selalu terhubung dengan stasiun kereta api sebagai angkutan distribusi
barang.
Disebelah
barat stasiun akhirnya saya menjumpai bekas jalur kereta dari Lanud Iswahyudi
yang juga merupakan titik pertemuan dengan jalur kereta Solo – Madiun. Akan
tetapi sayang, titik pertemuan jalur tersebut kini sudah ditutup tembok beton
milik Stasiun Barat. Diarea tersebutlah blusukan saya menuju ke Lanud Iswahjudi
menyusuri bekas jalur kereta pengangkut avtur dimulai.
Sayapun
mulai menelusuri bekas jalur kereta yang mengarah ke selatan menuju ke sebuah
perkampungan. Dibeberapa titik bekas rel besi masih tampak terlihat dengan
jelas, akan tetapi tidak semuanya dalam kondisi utuh. Bekas jalur kereta
sekarang telah menjadi jalanan kampung yang ada di tengah-tengah pemukiman
warga. Jalur tersebut terus mengarah ke selatan hingga berpotongan dengan
sebuah jalan raya.
Bekas
Jalur Kereta Menjadi Jalan Kampung
Penelusuran saya tiba di seberang
kampung yang berbatasan dengan sebuah jalan raya dan sungai. Dititik tersebut,
rel berpotongan dengan jalan raya dan melintasi sebuah sungai. Bekas kerangka
besi penyangga rel pun masih utuh. Kini bekas jembatan kereta tersebut
dimanfaatkan warga sebagai jembatan penyeberangan. Tak jauh dari jembatan
tersebut, saya juga banyak menjumpai bekas jalur lori milik PG Purwodadi.
Kondisinyapun masih bisa dikatakan bagus.
Untuk
melanjutkan perjalanan, saya harus berputar mencari jalan alternatif menuju
keseberang sungai. Hal ini karena bekas jembatan kereta tidak bisa dilalui
kendaraan bermotor dan terlalu beresiko jika dipaksakan. Akhirnya sayapun masuk
ke perkampungan warga untuk menjangkau area diseberang sungai tersebut. Sempat muncul
kecurigaan dari penduduk sekitar karena gerak-gerik saya yang cukup
mencurigakan. Akhirnya setelah berputar, sayapun bisa menjangkau area
diseberang jembatan.
Bekas
Rel Berpotongan dengan Jalan Raya
Bekas
Rel Melintasi Sungai
Bekas
Jalur Kereta dari Seberang Jembatan
Bekas
Jalur Lori dan Jembatan Lori Milik PG Purwodadi
Mengejar waktu yang semakin terik,
perjalananpun segera saya lanjutkan kembali. Kali ini area blusukan saya beralih
ke area persawahan dari yang sebelumnya berada di area perkampungan warga. Bekas
jalur kereta masih sangat terlihat jelas meskipun banyak besi rel yang telah
hilang. Bekas jalur kereta tersebut kini dijadikan jalan alternatif menuju ke
persawahan oleh masyarakat sekitar.
Dibeberapa
titik saya juga kembali menemukan bekas jembatan kereta yang melintasi sebuah
saluran irigasi. Besi kerangka jembatan pun masih utuh meskipun besi rel nya
sudah hilang. Posisi rel sebenarnya tidaklah terlalu jauh dari jalan raya,
hanya dipisahkan oleh sebuah sungai kecil yang berada tepat disamping jalan
raya. Setelah cukup jauh menyusuri bekas jalur kereta diarea persawahan,
akhirnya saya tiba disuatu titik dimana bekas jalur kereta mulai mendekati
jalan raya dan akhirnya bekas jalur kereta tersebut berada persis disamping
jalan raya.
Bekas Jembatan Kereta Melintas Diatas Saluran Irigasi
Bekas Rel Kereta di Perkebunan Tebu
Jalur
Kereta Mulai Bertemu Jalan Raya
Kini bekas jalur kereta berada persis
disamping jalan raya. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi saya karena
mudah untuk menelusuri jalur tersebut. Dibeberapa titik bahkan bekas jalur
kereta ada yang masuk kehalaman rumah milik warga. Kondisi rel kereta pun masih
sama seperti sebelumnya yakni sudah banyak yang hilang. Yang masih tamak jelas
disana adalah gundukan tanah bekas jalur kereta. Dibeberapa lokasi, bekas jalur
kereta telah tertutup dengan bangunan warung semi permanen milik masyarakat.
Terus
melaju tak terasa perjalanan saya tiba diujung jalan yakni di Lanud Iswahjudi.
Di Pertigaan tersebut bekas jalur kereta masih terlihat dengan jelas. Bahkan
rambu penanda perlintasan kereta pun masih bisa saya temukan meskipun telah
tertutup oleh papan reklame. Di Lanud Iswahjudi terdapat sebuah pintu gerbang
dari besi yang merupakan pintu masuk kereta ke area landasan udara. Kondisi
gerbang tersebut sangat kotor tertutup oleh semak belukar. Hal ini mungkin
karena gerbang tersebut sudah lama tidak dibuka oleh pihak lanud.
Bekas Rel Berada
di Samping Jalan Raya dan Pekarangan Warga
Gerbang
Masuk Kereta ke Lanud Iswahjudi
Tak
terasa blusukan saya di bekas jalur kereta pengangkut avtur antara Stasiun
Barat hingga Lanud Iswahjudi berakhir sudah. Meskipun jalur tersebut hanya
membentang sejauh empat kilometer, namun jalur tersebut memiliki sejarah yang
luar biasa. Mungkin jalur ini adalah satu-satunya jalur kereta pengangkut avtur
yang ada di Indonesia yang langsung terhubung dengan landasan udara. Adalah hal
yang mustahil mungkin untuk mereaktivasi jalur itu kembali karena perannya yang
telah tergantikan dengan angkutan truk. Namun besar harapan sisa-sisa jalur
tersebut akan terus lestari sebagai bukti aktivitas angkutan avtur dimasa lalu.
_____________
artikel ini dikembangkan oleh: blusukanpabrikgula.blogspot.com
_____________
PRIMA UTAMA / 2014 / WA: 085725571790 / MAIL/FB: primautama@ymail.com / INSTA: @primautama
biasanya kalo blusukan berapa orang mas?
BalasHapussemuanya saya lakukan sendiri mas,
Hapuskecuali yang artikel berjudul "blusukan bersama kota toea magelang" itu dilakukan rombongan..
kebetulan itu ada di daerah saya, dulu waktu kecil sering ikut kereta itu dari maospati ke barat bolak balik pada saat libur, thanks tulisannya bagus.
Hapusterima kasih atas atensinya, saya punya teman di daerah situ namanya dian cita. barang kali bapak kenal
Hapussaat saya kecil, sangat seneng melihat kereta ini , keretanya sangat lambat meski sdh menggunakan loko diesel , mengingat jalurnya sejajar dgn jalan raya barat yg cukup ramai, kereta lewat jam 10 siang, jalur di tutup sdh masuk tahun 2000 an..terakhir lewat tahn 2o15 jalur sdh ketutup aspal karena ada pelebaran jalan Barat
BalasHapusSekarang suplai avtur memang beralih menggunakan truk pertamina. Jalur kereta seperti ini bisa di jumpai di bandara malang, jogja, semarang, dan beberapa lg.
HapusSedikit tambahan, setelah jalur pada gambar "Bekas Jembatan Kereta Melintas Diatas Saluran Irigasi" relnya bersilang dengan jalur lori PG Purwodadi, karena di sebelah irigasi itu, tepatnya di seberang jalan besar, ada jembatan Kereta lori yang memotong jalan raya dan Jalur kereta.
BalasHapusBoleh saya ikut blusukan mas ? Lain kali mungkin bisa blusukan lagi kalau mas ada agenda buat blusukan jalur mati lagi, ini email saya mas Griandiaditya36@gmail.com
BalasHapusBoleh saya ikut blusukan mas ? Lain kali mungkin bisa blusukan lagi kalau mas ada agenda buat blusukan jalur mati lagi, ini email saya mas Griandiaditya36@gmail.com
BalasHapusBoleh kalau mau ikut. Januari ada blusukan bareng komunitas kota tua magelang. Kalau mau gabung silakan
HapusGan udah tak vidiokan...
BalasHapusKatanya mau diaktifkan lagi mas?????
BalasHapusKalau itu saya kurang paham. Pasalnya kemarin pas lewat kondisinya masih sama seperti dl.
HapusMelewati Deso ku Omm.... Karangsong.
BalasHapus#jadi ingat jaman SMK,Naik kereta avtur. Hahaha. Oke sukses terus buat karyanya. #salam
Bagus sekali artikelnya.... Depan Pasar Barat itu tempat kelahiranku 57 tahun yang lalu tempat masa kecil saya bermain.....
BalasHapus